Narasi

Ketika Al-Quran Bicara Bela Negara

Fenomena akhir-akhir ini –terutama di media sosial –adalah adanya gejala yang membenturkan antara negara dengan agama. Tak jarang ada semacam keyakinan, bahwa NKRI ini belum sesuai dengan sumber Islam, yakni Al-Quran. Akibatnya, karena tidak dianggap sesuai, maka upaya untuk membela, menjaga, merawat, dan memajukannya dianggap bukan sebagai sebuah kewajiban. Bahkan ada tokoh agama yang mempunyai jutaan jumlah followers di medsos yang secara terang-terangan menyatakan, bahwa nasionalisme tidak ada dalilnya. Tentu ini sangat berbahaya. Pernyataan ini, selain menyalahi sejarah, juga menyalahi kandungan Al-Quran itu sendiri. Dalam konteks ini saya kira, penjelasan bagaimana konsep bela negara –sebagai wujud nyata nasionalisme – menurut Al-Quran perlu dibicarakan segara, sebagai wacana tandingan. Untuk itu, bagaimana konsep bela negara menurut Al-Quran?

Bela Negara: Mewujudkan Baldatun Tayyibatun Warabbun Ghafur

Secara eksplisit Al-Quran membicarakan istilah-istilah yang berkaitan dengan negara dan pemerintahan. Dalam hal ini ada tiga istilah yang ditemukan dalam Al-Quran, yakni balad (negeri/tanah air), sya’bun (bangsa), dan ulil amri (pemerintahan).

Pertama, balad (negeri/tanah air). Dalam konteks kekinian bisa diterjemahkan sebagai negera atau tanah air. Kata balad dan semua derivasinya terdapat dalam Al-Quran sebanyak 19 kali. Balad yang digambarkan oleh Al-Quran berkaitan dengan negeri atau tanah air yang diimpikan dan didoakan oleh Nabi Ibrahim. Yaitu negeri yang ditempati menjadi aman (Q.S Al-Baqarah [2]: 126; negeri yang baik di bawah ampunan Allah Swt (Q.S Saba’[34]: 15); negeri yang disumpahkan dengan yang dituju adalah Mekkah (QS al-Tin [96]: 3). Dalam doanya, Nabi Ibrahim menyatakan: “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: Ya Tuhanku, jadikanlah Negeri ini, negeri yang aman….. dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan… (QS Ibarahim [14]: 35-37).

Baca juga : Soft Power Bela Negara untuk Generasi Milenial

Dari kata balad, maka konsep bela negara menurut Al-Quran adalah upaya terus-menerus dari segenap penduduknya secara fisik, psikis, dan moril untuk selalu menjaga dan mewujudkan keamanan serta upaya untuk menggapai kesejahteraan, yang dalam Al-Quran disimbolkan dengan buah-buahan. Ini selaras dengan Pancasila, yakni aman sama dengan mensyaratkan adanya Persatuan Indonesia, rezeki buah-buahan sebagai simbol Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Kedua, sya’bun (bangsa). Kata ini disebutkan 1 kali dalam Al-Quran, yakni QS. Al-Hujurat (49): 13. Menurut Ibnu Khaldu dalam karya monumentalnya Muqaddimah, bahwa asal usul negara-bangsa adalah adanya rasa kebersamaan dalam satu kelompok (‘ashabiyah. Adanya perasaan solidaritas dan satu kelompok tentu prasyarat utama dalam bela negara. Dengan perasaan satu kelompok akan terwujud cinta kasih, tanggung jawab, kesetiakawanan, kerjasama dalam merawat dan melindungi negara, baik itu dari dalam maupun dari luar. Dari siinilah kemudian istilah hub al-wathan min al-iman, cinta tanah air bagian dari iman, yang pada tahap selanjutnya melahirkan persatuan dan pergaulan (al-ittihad wa al-iltiham).

Ketiga, ulil amr (pemerintah). Dalam Islam fungsi pemerintah sangatlah urgent. Tidak tanggung-tanggung, Al-Quran dalam surah al-Nisa’ (4): 59 menyuruh agar pentingnya taat kepada ulil amr, selama tidak bertentangan dengan perintah Allah dan Rasul-Nya. Yang bisa ditarik dari sini dalam konteks bela negara adalah, bahwa Al-Quran mendorong rakyat –dalam bahasa agama disebut umat –agar terus mendukung pemerintah yang sah secara konstitusional selama masih dalam jalur yang benar. Maka tindakan pemberontakan, aksi terorisme dan pengkhianatan yang merongrong kesatuan negara  menyalahi semangat Al-Quran.

Ketiga poin ini  menunjukan bahwa Al-Quran sejak dini sangat mendukung dan menganjurkan tentang bela negara. Ini bukan hanya sebuah konsep, tetapi sudah dilaksanakan oleh para pendahulu bangsa ini dan ulama-ulamanya. Mulai dari Imam Bonjol, Pengeran Diponegoro, Antasari, sampai kepada resolusi jihad Hadratussyekh KH. Hasyim Asy’ari. Bagi nama-nama ini, bela negara adalah sebuah kewajiban. Dengan ini, nasionlisme sebagi perwujudan bela negara dan cinta tanah air sama sekali tidak berseberangan dengan Islam, bahkan sesuai dengan semangat Islam. Dengan demikian, pernyataan tokoh agama seperti disebut di atas tertolak dengan sendirinya.

Hamka Husein Hasibuan

View Comments

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

2 hari ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

2 hari ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

2 hari ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

4 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

4 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

4 hari ago