ISIS adalah contoh paling nyata organisasi teroris yang sangat gencar mengkampanyekan khilafah sebagai tema utama gerakan politik mereka. Perang di Irak-lah yang kemudian melahirkan ISIS. Organisasi teror ini kemudian berkembang pesat dan menduduki banyak wilayah sejak 2014 silam, sampai akhirnya memproklamirkan terbentuknya Negara Islam Irak dan Suriah (khilafah) pada Juni tahun itu.
Sialnya, dalam kurun waktu setidaknya enam tahun terakhir, kampanye khilafah telah menyebar ke berbagai penjuru dunia. Sementara, Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS/Khilafah) telah terkubur bersama puing-puing bangunan dan ratusan ribu nyawa manusia melayang akibat perang fisik yang panjang, khususnya di Suriah.
Di Indonesia sendiri, kampanye khilafah sangat massif disuarakan organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Meski secara keorganisasian status badan hukum ormas tersebut telah dicabut pemerintah, tetapi para simpatisannya seolah tak peduli dan tidak mau mengerti. Kampanye khilafah terus digaungkan ke seantero pelosok negeri ini. Dan sekadar pengingat, status badan hukum HTI telah dicabut pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM pada 19 Juli 2017 silam. Salah satu alasan sahih pencabutan tersebut adalah kegiatan yang dilaksanakan HTI terindikasi kuat bertentangan dengan tujuan, azas dan ciri yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia 1945 sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas. Dengan kata lain, alasan pencabutan status badan hukum HTI sah sesuai ketentuan perundang-undangan. Ini ditegaskan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta 7 Mei 2018 melalui sebuah sidang putusan yang menyebutkan bahwa Surat Keputusan Kemenkumham tentang pembubaran HTI sudah sesuai dengan aturan yang berlaku.
Kendati badan hukum “ormas asing” tersebut telah dicabut, para simpatisan HTI masih tetap berhak hidup dan tinggal di tanah air sebagai bagian dari penghormatan pemerintah terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan perbedaan yang terjadi di tengah-tengah kehidupan berbangsa dan bernegara.
Khilafah Bukan Solusi
Seperti awal kemunculannya, khilafah tak lebih dari sekadar kampanye dan gerakan politik belaka. Di Suriah, misalnya, khilafah hanyalah cita-cita politik utopis dari organisasi teroris ISIS yang bertujuan untuk menggulingkan pemerintahan yang sah, yakni pemerintahan yang dipilih secara demokratis. Dan tampaknya, upaya serupa juga berusaha dilakukan para simpatisan “ormas asing” itu di berbagai belahan dunia lainnya, tak terkecuali di Indonesia. Dan celakanya, jauh hari sebelum kekhilafahan ISIS runtuh di Suriah, kampanye dan gerakan khilafah malah sudah terlanjur berkembang dan menyebar ke segala penjuru dunia.
Baca Juga : Ilusi Khilafah, Problem Kebangsaan dan Anakronisme Sejarah
Para dedengkot Al Qaeda, Front An-Nusra dan ISIS harus diakui memang bukan orang sembarangan. Pasalnya, sejak 1979, mereka telah direkrut, dilatih dan dipersenjatai oleh negara-negara sponsor untuk berperang melawan pemerintah, khususnya di Afghanistan. Berhasil dan sukses. Pasca menang melawan pemerintah Afghanistan, mereka yang telah dilatih secara militer tersebut kemudian membentuk organisasi sehingga muncullah beragam kelompok teroris. Beberapa di antaranya telah disebutkan di atas.
Dalam catatan sejarah, organisasi-organisasi teroris itu dijadikan kaki tangan negara-negara sponsor untuk menggulingkan pemerintahan yang sah melalui aksi-aksi kekerasan hingga perang fisik. Contoh paling nyata adalah penggulingan dan pembunuhan atas pemimpin Libya, Muammar Qaddafi. Di mana Kelompok Pejuang Islam Libya (LIFG) di bawah kepemimpinan Abdelhakim Belhaj menggulingkan dan membunuh Qaddafi. Belhaj sendiri merupakan seorang mantan pemimpin Al-Qaeda di Libya. Ketika terjadi pemberontakan di Suriah, Belhaj mengirimkan para pengikutnya ke garis depan untuk menggulingkan Presiden Bahsar Al Assad serta didukung negara-negara sponsor.
Al-Qaeda juga mengkampanyekan khilafah, sama seperti ISIS. Nama organisasi terakhir paling populer saat ini usai kocar-kacirnya Al-Qaeda setelah Osama bin Laden dinyatakan tewas pada 2 Mei 2011 silam, ditambah lagi runtuhnya rezim Taliban di Afghanistan. Idlib sebagai benteng terakhir ISIS di Suriah juga bernasib tragis, luluh lantak dan hancur lebur berkeping-keping.
Belajar dari fakta sejarah sebagaimana diulas, lantas di mana letak khilafah sebagai sebuah solusi bagi kehidupan berbangsa dan bernegara? Apalagi bila sejarah menunjukkan banyak bukti bahwa kampanye penegakkan khilafah dilakukan dengan cara-cara kekerasan, subversif dan makar. Jadi, patut dipahami secara kolektif, penegakkan khilafah hanyalah gerakan dan kampanye politik yang semata-mata disandarkan pada keyakinan subjektif belaka tanpa adanya rujukan yang jelas, faktual dan empiris. Lalu, masih percaya khilafah sebagai solusi persoalan kehidupan berbangsa dan bernegara? Sementara, narasi-narasi kampanye para pendukung khilafah di tanah air bersifat pejoratif. Tujuan utamanya adalah, mendelegitimasi pemerintah yang sah. Wallahu A’lam
This post was last modified on 17 Maret 2020 1:46 PM
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…
View Comments