Narasi

Khutbah: Strategi(S) Bagi Transformasi Laku Damai

Ibadah Sholat Jumat sangat strategis nilainya bagi umat Islam. Hukumnya wajib dan pelaksanaannya rutin. Di dalamnya terdapat syarat dan rukun yang jelas dan tegas. Ibadahnya bukan hanya sholat saja tetapi merupakan rangkaian satu kesatuan termasuk dengan khutbahnya.

Sholat Jumat diyakini dan dirasakan umat Islam sebagai rutual untuk mengecharge keimanan dan ketakwaan. Pelaksanaannya yang periodik setiap pekan dapat berperan sebagai momentum evaluasi sekaligus membangun obsesi. Khutbah Jumat dengan pesan utama ketakwaan berperan sebagai transformasi nilai teologis.

Kontekstualisasi pesan ketakwaan terkadang menimbulkan kontroversial. Tidak dipungkiri, khutbah terbuka celah untuk disisipi pesan politis, sosial, ekonomi, dan lainnya. Hal ini memang sah-sah saja, namun tidak sedikit yang kontra produktif dengan isi adu domba dan sejenisnya. Seyogyanya khutbah berisi pesan untuk meningkatkan semangat (ghirah) atau gairah ke-Islaman serta mentransformasikan laku damai. Bukan sebaliknya membuat gerah umat hingga timbul kegaduhan dan potensi konflik.

Kaidah Khutbah

Khutbah sebagaimana dituntunkan rasulullah SAW mengandung targhib (motivasi) juga tarhib (peringatan) bagi manusia. Rangkaiannya terdiri dari pembacaan alhamdulillaah, syahadat, shalawat kepada Nabi SAW, dan membaca beberapa ayat al-Qur-an. Selain itu juga diterdapat nasihat atau pesan ketakwaan.

Ruh khutbah adalah nasihat itu sendiri, baik diambil dari al-Qur-an atau yang lainnya. Diriwayatkan dari Jabir bin ‘Abdillah Radhiyallahu anhu, sesungguhnya beliau berkata,  “Adalah khutbah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada shalat Jum’at diawali dengan memuji kepada Allah, kemudian menyanjung-Nya yang dilanjutkan dengan (nasihatnya) dengan suaranya yang lantang.”

Baca juga : Khutbah Berorientasi Pada Perdamaian

Peran khotib dengan demikian sangat sentral. Khutbah jumat penting dikemas baik agar bermanfaat dan berkesan bagi jamaah (Bahraen, 2016). Pertama, Hendaknya Khatib adalah orang yang benar-benar berilmu dan bukan khatib “karbitan”. Rasulullah SAW bersabda, “Akan datang kepada manusia tahun-tahun yang penuh dengan penipuan. Ketika itu pendusta dibenarkan sedangkan orang yang jujur malah didustakan, pengkhianat dipercaya sedangkan orang yang amanah justru dianggap sebagai pengkhianat. Pada saat itu Ruwaibidhah berbicara.” Ada yang bertanya, “Apa yang dimaksud Ruwaibidhah?”. Beliau menjawab, “Orang bodoh yang turut campur dalam urusan masyarakat luas,” (HR. Ibnu Majah).

Kedua, Khatib menjiwai dan menguasai materi khutbah. Dari Jabir bin Abdullah, dia berkata, “Tetapi Beliau berbicara dengan pembicaraan yang terang, jelas, orang yang duduk bersama Beliau dapat menghafalnya.”. (HR Tirmidzi)

Ketiga, menyiapkan materi khutbah yang ringkas dan mengena. Abu Wa’il berkata: ’Ammar berkhutbah kepada kami dengan ringkas dan jelas. Ketika dia turun, kami berkata,”Hai, Abul Yaqzhan (panggilan Ammar). Engkau telah berkhutbah dengan ringkas dan jelas, seandainya engkau panjangkan sedikit!” Dia menjawab,”Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,’Sesungguhnya panjang shalat seseorang, dan pendek khutbahnya merupakan tanda kefahamannya. Maka panjangkanlah shalat dan pendekanlah khutbah! Dan sesungguhnya diantaranya penjelasan merupakan sihir’.” (HR Muslim)

Strategi Transformasi

Islam adalah agama damai.  Dalam kamus Lisān al-‘Arab dijelaskan bahwa Islām mempunyai arti semantik  salah satunya adalah masuk dalam kedamaian, keselamatan, atau kemurnian (dakhala fi al-salm au al-silm au al-salām). Tidak ada ajaran mencari musuh, meski tidak boleh lari jika diserang musuh. Islam yang dibawa Muhammad SAW menisbatkan diri sebagai agama rahmat bagi semesta alam (Q.S. Al-Anbiya’ 107).

Khutbah Jumat penting mentransformasikan nilai-nilai perdamaian di atas muka bumi. Outputnya tentu adalah menguat atau meningkatnya semangat (ghirah) umat Islam guna membumikan perdamaian sejalan dengan pelaksanaan ketakwaan.

Aktualisasi ketakwaan sosial diantaranya adalah mewujudkan perdamaian serta menghindari konflik dan perpecahan. Khutbah penting menyalakan dan mengobarkan semangat Ke-Islaman. Tetapi mesti didasarkan atas pondasi perdamaian. Pesan menyejukkan menjadi strategis di tengah kondisi sosial politik yang terus menghangat.

Meskipun masih terdapat khotib yang justru membuat resah dan gerah namun persentasenya sangat kecil. Tidak logis jika dilakukan generalisasi apa lagi penyimpulan sesaat. Kualitas khotib penting dikuatkan dan ditingkatkan. Namun tidak bijak jika dilakukan pengawasan, pelaporan, sertifikasi dan sejenisnya. Upaya pencegahan berbasis revitalisasi khotib akan memiliki urgensi dan optimalisasi lebih tinggi. Peran ormas Islam, Kemenag, MUI, dan lainnya sangat penting guna bersama-sama berkomitmen meningkatkan kualitas khotib-khotib di seluruh negeri ini.

RIBUT LUPIYANTO

Deputi Direktur C-PubliCA (Center for Public Capacity Acceleration); Blogger

View Comments

Recent Posts

Hijrah Sejati Tak Pernah Melahirkan Takfirisme

Setiap tahun baru hijriah datang membawa pesan sunyi dari masa lalu: sebuah perjalanan agung yang…

1 jam ago

Kebebasan yang Melukai: Saat Ekspresi Menabrak Batas Kesucian; Refleksi Penghinaan Majalah LeMan

Baru-baru ini, majalah satir asal Turki, LeMan, menuai kecaman setelah menerbitkan karikatur yang diduga menggambarkan sosok…

2 jam ago

Hijrah Yang Terlupa: Dari Sekat Sempit Menuju Kebersamaan Madani

Pada malam kamis, 26 Juni 2025 – Jum’at, 27 Juni 2025 umat Islam merayakan tahun…

2 jam ago

How to Train Your Dragon dan Menjadi Viking yang Khoiru Ummah

Berkisah tentang Hiccup, remaja Viking yang tinggal di pulau Berk, tempat di mana bangsa Viking…

1 hari ago

Makna Hadis “Iman Kembali Ke Madinah”; Universalisme Kemanusiaan Sebagai Jawaban atas Krisis Global

Ada sebuah hadist yang cukup populer di kalangan umat Islam. Yakni hadist tentang kembali ke…

1 hari ago

Tradisi Suran dan Titik Terendah dari Hijrah

Apa yang tampak baik, dan secara sekilas seperti hal yang dianjurkan, terkadang adalah hal yang…

1 hari ago