Konflik berkepanjangan antara India dan Pakistan sering kali menjadi panggung bagi narasi gelap yang disebarkan oleh kelompok-kelompok teroris. Lebih dari sekadar sengketa wilayah atau politik, konflik ini sengaja dibingkai ulang oleh segelintir akun radikal sebagai “agresi Hindu atas Islam”.
Tujuan mereka jelas: memecah belah, membangkitkan kebencian, dan yang lebih berbahaya, merekrut pengikut dengan janji-janji palsu yang dibalut jargon agama, termasuk mengaitkannya dengan klaim-klaim apokaliptik untuk mencari simpatisan.
Narasi kelompok radikal yang membingkai konflik India-Pakistan sebagai perang agama ‘Hindu vs Islam’ adalah distorsi fakta yang keji. Konflik ini akar utamanya kompleks, melibatkan sejarah kolonial, pembagian wilayah (partisi), sengketa teritorial (terutama Kashmir), perbedaan ideologi politik, dan persaingan geopolitik regional. Mereduksinya menjadi sekadar pertarungan agama adalah upaya manipulatif untuk membakar sentimen komunal.
Dalam narasi ini, umat Islam di India sering digambarkan sebagai pihak yang tertindas secara sistematis oleh mayoritas Hindu, sebuah klaim yang dilebih-lebihkan dan digeneralisasi untuk menciptakan “sense of brotherhood” yang artifisial di kalangan umat Islam global, mendorong mereka untuk merasa memiliki kewajiban untuk “membela” saudara seiman melalui jalur kekerasan teroris.
Lebih jauh, kelompok-kelompok ini sering menyuntikkan elemen apokaliptik dalam narasi mereka. Konsep seperti “Ghazwatul Hind” (perang di India) diangkat dari beberapa riwayat (hadis) yang status dan penafsirannya sangat diperdebatkan di kalangan ulama, bahkan oleh banyak ahli hadis sendiri. Hadis-hadis yang mereka kutip sering kali dipotong, dihilangkan konteks historis (asbab al-wurud), dan ditafsirkan secara literal dan dogmatis untuk mendukung agenda politik kekerasan mereka.
Klaim apokaliptik ini digunakan oleh mereka, seolah-olah entitas politik inilah yang dinubuatkan akan memimpin pertempuran akhir zaman dan mengantarkan kemenangan Islam. Mereka menawarkan visi utopis tentang negara Islam global atau regional yang akan mengembalikan kejayaan masa lalu dan mempersiapkan kedatangan Imam Mahdi, menjadikan kekerasan mereka sebagai bagian integral dari rencana ilahi.
Konsep “Ghazwatul Hind” yang secara literal berarti “Perang India” merujuk pada nubuat dalam beberapa tradisi hadis mengenai kampanye militer atau konfrontasi di anak benua India pada masa depan. Hadis-hadis ini, yang sebagian besar diriwayatkan dalam Sunan an-Nasa’i dan Musnad Ahmad, menjanjikan pahala yang besar bagi para partisipan, baik berupa mati syahid sebagai syuhada terbaik atau kembali dengan status dibebaskan dari api neraka. Beberapa riwayat bahkan mengaitkan peristiwa ini dengan kembalinya Nabi Isa (Yesus) di akhir zaman.
Hadis ini adalah hadis yang diperdebatkan oleh para ulama. Ulama salaf maupun khalaf mempunyai berbagai pandangan. Tapi jika menilik dan belajar ilmu-ilmu dalam agama dan bahasa maka kita akan temukan bahwa di dalam tradisi sejarah Islam ada dua istilah yang menyebutkan peperangan. Istilah pertama adalah sariyah, digunakan untuk peperangan yang dipimpin oleh sahabat. Rasulullah saw tidak terjun dalam peperangan tersebut. Istilah yang kedua adalah Ghazwa, digunakan untuk menyebut peperangan yang dipimpin langsung oleh Rasulullah saw. selain dalam segi bahasa, banyak sekali perdebatan yang terjadi di antara para Ulama. Artinya klaim mereka hanya sebuah sangkaan semata.
Lebih lanjut, para ulama juga berbeda pendapat mengenai interpretasi “Hind” dalam hadis, apakah merujuk secara spesifik pada India saat ini atau wilayah geografis yang lebih luas. Sebagian ulama bahkan menawarkan interpretasi simbolis atau spiritual, melihat “Ghazwatul Hind” sebagai misi penyebaran ajaran Islam yang damai melalui jalur intelektual dan spiritual, seperti yang dicontohkan oleh para sufi di anak benua India.
Klaim apokaliptik yang digunakan oleh kelompok radikal untuk membenarkan “kekhilafahan” dan kekerasan adalah sebuah distorsi ajaran Islam yang mendasar. Islam sangat menekankan prinsip perdamaian, toleransi, dan keadilan dalam hubungan antarumat beragama, sebagaimana termaktub dalam Al-Quran: “Tidak ada paksaan dalam agama” (La Ikraha Fiddin). Loyalitas kepada bangsa juga dipandang sebagai bagian integral dari iman dalam Islam.
Oleh karena itu, penting bagi umat Islam untuk memiliki pemahaman yang mendalam dan kritis terhadap teks-teks agama, termasuk hadis-hadis eskatologis. Konsultasi dengan ulama yang terpercaya dan berpegang pada prinsip-prinsip inti Islam yang damai dan harmonis adalah kunci untuk menolak narasi ekstremis yang mempromosikan kekerasan dan perpecahan. Menggugat klaim apokaliptik yang sesat adalah langkah penting dalam memerangi ideologi terorisme dan menegakkan ajaran Islam yang rahmatan lil alamin.
Konflik antara India dan Pakistan telah menjadi salah satu perseteruan terpanjang dan paling kompleks dalam…
Konflik India–Pakistan di satu sisi dilihat sebagai upaya konstruksi elit lokal India untuk mengesankan sisi…
Indonesia dikenal sebagai negara dengan keragaman budaya, suku, dan agama yang sangat kaya. Toleransi antar…
Jumbo, film animasi karya komika dan animator Ryan Adriandhy tengah menjadi fenomena. Film yang naik…
Pendidikan agama adalah bagian integral dalam kehidupan mayoritas keluarga di Indonesia. Agama tidak hanya menjadi…
Fenomena kurangnya toleransi, bahkan yang berujung pada perundungan (bullying) atau diskriminasi berbasis identitas, kini tak…