Narasi

Kolaborasi Multisektoral dalam Mencegah Radikalisasi di Indonesia

Indonesia pada tahun 2024 berhasil mencatatkan “Zero Terrorist Attack” dan mendapatkan peringkat 31 dari 163 negara dalam Global Terrorism Index 2024, sebuah pencapaian yang tentu patut diapresiasi. Namun, keberhasilan ini tidak boleh membuat kita terlena. Meskipun tidak ada serangan teroris yang signifikan, ada banyak faktor yang masih perlu diperhatikan untuk memastikan bahwa ancaman terorisme benar-benar terkendali. Salah satu hal yang perlu kita pahami adalah bahwa ancaman terorisme tidak hanya berupa serangan fisik yang langsung terlihat, tetapi juga merupakan proses panjang yang melibatkan ideologi radikal, ketidaksetujuan terhadap nilai-nilai demokrasi, dan minimnya toleransi antar kelompok masyarakat.

Strategi multisektoral menjadi sangat penting untuk menjaga “Zero Terrorist Attack”. Strategi multisectoral ini bukan hanya tentang kesiapsiagaan aparat keamanan, tetapi juga melibatkan seluruh aspek kehidupan masyarakat, mulai dari pendidikan, media, hingga kebijakan sosial yang mendukung kerukunan dan toleransi. Salah satu upaya yang sudah terbukti efektif dalam mencegah radikalisasi adalah moderasi beragama yang menjadi fokus dalam banyak penelitian.

Indonesia sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan sikap moderat di kalangan umat beragama. Moderasi beragama, yang menekankan toleransi, keterbukaan, dan keseimbangan dalam beragama, bisa menjadi benteng pertama untuk mencegah ideologi radikal berkembang. Sikap moderat ini penting bukan hanya untuk menciptakan perdamaian antaragama, tetapi juga untuk menjaga keharmonisan internal dalam satu agama. Toleransi menjadi dasar penting dalam mencegah ekstremisme, dan ini sangat relevan dengan upaya Indonesia untuk menjaga kerukunan bangsa dalam menghadapi potensi ancaman terorisme yang tidak terlihat.

Namun, meskipun Indonesia mencatatkan zero attack pada tahun 2024, banyak pihak yang merasa bahwa ancaman tidak langsung seperti ideologi ekstremisme dan intoleransi masih cukup kuat. Salah satu contoh nyata adalah peristiwa yang terjadi beberapa tahun lalu, yaitu serangan bom di Surabaya pada tahun 2018 yang dilakukan oleh keluarga. Meski serangan fisik berhasil ditekan, fenomena radikalisasi dalam keluarga dan kelompok sosial tertentu menunjukkan bahwa ancaman terorisme bukan hanya soal serangan langsung, tetapi juga proses infiltrasi ideologi yang menumbuhkan kebencian dan intoleransi. Ini adalah masalah yang lebih sulit terdeteksi karena ideologi tersebut seringkali bersembunyi di balik argumen yang tampak rasional atau berbasis agama.

Ketidaksetujuan terhadap nilai-nilai demokrasi dan kehidupan berbangsa yang toleran juga masih menjadi persoalan. Beberapa golongan mungkin merasa tidak puas dengan sistem demokrasi yang ada dan lebih memilih cara-cara ekstrim untuk memperjuangkan keyakinan mereka. Oleh karena itu, strategi multisektoral harus melibatkan lebih dari sekadar aparat keamanan. Harus ada upaya berkelanjutan untuk menumbuhkan sikap toleransi dalam masyarakat, terutama di kalangan generasi muda, yang menjadi calon pemimpin masa depan. Pendidikan yang menanamkan nilai-nilai moderasi, kerukunan, dan saling menghargai akan sangat menentukan dalam mencegah radikalisasi.

Untuk itu, strategi multisektoral juga harus memperhatikan peran media. Media memiliki pengaruh besar dalam membentuk opini publik dan membentuk cara pandang masyarakat terhadap berbagai isu. Namun, seringkali media juga menjadi salah satu sarana penyebaran ujaran kebencian, informasi yang menyesatkan, dan bahkan radikalisasi. Mengatasi hal ini memerlukan kerjasama antara pemerintah, media, dan masyarakat untuk menciptakan ruang publik yang sehat, di mana toleransi dan kebhinekaan dihargai. Salah satu contoh adalah pengaruh media sosial dalam mempercepat penyebaran ideologi radikal. Strategi pemerintah yang bekerja sama dengan perusahaan teknologi untuk memblokir konten ekstremis dan menyebarkan pesan perdamaian melalui media bisa menjadi salah satu langkah efektif dalam menjaga keamanan dan kerukunan.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen. Pol. Eddy Hartono, menegaskan komitmen BNPT untuk mendukung arahan Presiden Prabowo Subianto dalam menjaga keutuhan negara dan keberagaman bangsa Indonesia. Eddy menekankan bahwa ideologi Pancasila harus dijaga dari pengaruh ideologi kekerasan yang berpotensi memecah belah bangsa. Ia mengingatkan bahwa ideologi kekerasan terus bertransformasi, baik melalui saluran offline maupun online, sehingga kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, akademisi, dan masyarakat, menjadi sangat penting. BNPT mengusung tagline “Kolaboratif dalam Penanggulangan Terorisme yang Tercerahkan dalam Keikhlasan” sebagai upaya untuk mencegah radikalisasi dan menjaga kedamaian bangsa. Eddy juga mengajak seluruh komponen bangsa untuk bersatu dalam menciptakan rasa aman dan menjaga Pancasila sebagai ideologi negara yang harus dipertahankan.

Dalam menjaga “Zero Terrorist Attack” bukanlah akhir dari perjuangan. Ini adalah langkah pertama dari sebuah proses panjang untuk menjaga Indonesia tetap aman dan harmonis. Mengelola keragaman, menumbuhkan toleransi, dan mengedepankan moderasi beragama merupakan bagian dari strategi multisektoral yang sangat penting dalam menghadapi ancaman terorisme yang tidak selalu terlihat. Pencapaian Indonesia yang berhasil mempertahankan zero terrorist attack harus menjadi motivasi untuk terus memperkuat nilai-nilai kerukunan dan demokrasi dalam kehidupan sehari-hari. Kita harus menyadari bahwa tantangan tidak hanya datang dari ancaman langsung, tetapi juga dari ketidakpedulian terhadap keberagaman dan kurangnya toleransi di dalam masyarakat.

Novi N Ainy

Recent Posts

Paradigma Multidimensionalitas dan Kemurnian Akidah

Ada sebuah kearifan Jawa tentang “lelaku” ataupun “laku” yang secara harfiah berarti berjalan. Memang, dalam…

13 jam ago

Menghentikan Laju Politisasi Akidah Kelompok Radikal Era Lama

Aksi teror terbuka memang nihil di tahun 2024, tetapi ada satu isu laten yang harus…

16 jam ago

Mengevaluasi Diri dengan Pancasila, Resolusi Tahun 2025

Ada yang menyebutkan bahwa Pancasila bagaikan sebuah piramida yang mana puncak tertingginya adalah sila pertama.…

16 jam ago

Mutasi Sel Teroris; Ancaman Wabah Propaganda Ekstremisme Digital

Fenomena terorisme di Indonesia mengalami fluktuasi. Itu kenyataan yang harus diakui. Angka terorisme mengalami naik-turun.…

16 jam ago

Pendekatan Maqasidus Syari’ah dalam Melawan Terorisme

Indonesia, sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, memiliki tantangan besar dalam menjaga kerukunan…

2 hari ago

Internalisasi Pancasila dan Ruang Temu Lintas Agama untuk Indonesia Nir Kekerasan

Tahun baru 2025, sejatinya menjadi momen untuk refleksi sekaligus peluang untuk kembali memperkuat kerukunan umat…

2 hari ago