Sejak tiga tahun lalu, secara resmi Pemerintah menetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri. Penetapan ini tentu bukan tanpa alasan, apalagi sekedar main-main untuk menyenangkan hati kalangan pesantren. Penetapan ini telah melalui kajian yang serius nan mendalam terkait peran penting pesantren membela NKRI, khususnya terkait Resolusi Jihad yang digemakan oleh Hadhratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari.
Tak heran, sejak tiga tahun itu, di setiap momen 22 Oktober, komunitas pesantren tiada absen menggelar berbagai aneka kegiatan dengan melibatkan ratusan, ribuan, ratusan ribu bahkan jutaan santri di seluruh penjuru negeri. Ada kirab santri, upacara, pengajian kitab kuning, dialog kebangsaan, istigotsah dan sebagainya. Segala kekhasan pesantren ditampilkan saat itu.
Secara khusus untuk tehun ketiga ini, ada satu momen yang semestinya bikin kita semua merinding dan bergetar, yakni Ikrar Santri Indonesia, yang dibacakan dalam berbagai momen peringatan Hari Santri. Entah siapa yang merumuskannya. Yang jelas substansinya kian membuktikan sekaligus menguatkan komitmen santri dalam menjaga dan membela NKRI.
Simak saja misalnya, betapa kuat nuansa kebangsaan dan keberpihakan santri pada masa depan negeri ini, yang tertera dalam Ikrar Santri Indonesia itu.
Kami santri Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), berikrar :
Jika kita cermati satu persatu point-point Ikrar Santri Indonesia di atas, kaitannya dengan pembelaan pada NKRI, hanya point satu yang tidak terkait dengannya. Selebihnya terkait dengan komitmen untuk membela PBNU (Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI dan Undang-undang Dasar 1945). Inilah pembelaan serius pada ruh kehidupan berbangsa dan bernegara kita semuanya.
Pembelaan kaum santri secara militan pada negaranya ini, tentu saja didasarkan pada argumen yang bisa dipertanggungjawabkan secara akademik; baik argumen Alqur’an-Hadis (lihat artikel penulis: “Bela Negara Perspektif Alquran-Hadis”, www.jalandamai.org, 11 Oktober 2017), argumen kesejarahan terkait perjuangan santri dalam bela negara, juga argumen rasional-kebangsaan lainnya.
Ini menunjukkan, pembelaan santri pada NKRI, hingga titik darah penghabisan, termasuk kesiap-sediaan mengorbankan harta dan nyawa, tidak diberikan secara cuma-cuma tanpa landasan yang kokoh. Melalui kenyataan ini, semestinya kelompok kecil dan pinggiran yang lantang mencoba merongrong komitmen kebangsaan kita semua, berfikir seribu kali untuk terus melancarkan gerakannya.
Jika kita bertanya: siapa sesungguhnya yang paling siap membela NKRI? Diakui atau tidak, kaum santrilah yang paling siap membela NKRI, baik lahir maupun batin. Merekalah yang paling siap mengisi kemerdakaan ini, setelah dulu mereka turut merebut negeri ini dari kangkangan kolonial. Jika dulu santri mengangkat senjata, termasuk bambu runcing, untuk melawan penjajahan, kini saatnya mereka mengangkat intelektualitas dan komitmen kebangsaannya untuk NKRI yang berkeadaban dan berdaulat. Yakinlah, NKRI akan berdaulat jika TNI, Polri dan Santri terus bergandengan tangan.
Kenapa santri? Mereka memiliki potensi sekaligus karakter yang khas, karena gemblengan keras yang mereka dapatkan di pesantren. Misalnya, mereka sudah terlatih secara mental untuk berani menghadapi berbagai persoalan, terlatih mandiri dalam segala hal, terbiasa berinovasi, mendalami aneka keilmuan klasik dan modern, memiliki kejujuran dan kesederhanaan, memiliki kedulian pada ketidakadilan/kezaliman, juga memiliki jejaring kebhinnekaan yang luas karena telah terbiasa hidup bersama santri lain dari berbagai daerah di seluruh Indonesia dan sebagainya.
Jika dikelola dengan baik, potensi-potensi ini akan menjadi kekuatan yang hebat untuk kemajuan NKRI. Dan saat terjadi ledakan intelektualitas pada 2025, seperti diperkirakan banyak kalangan, santri menjadi komunitas yang paling siap. Untuk itu, komitmen-komitmen kebangsaan ini harus dikelola secara baik, hingga mereka benar-benar menjadi garda depan kelangsungan NKRI.
Dengan demikian, sesungguhnya masa depan bangsa ini banyak tergantung pada santri dan pesantren. Dan ini sudah terbukti melalui berbagai peran strategis santri dalam berbagai sektor: politik, pemerintahan, kekuasaan, pendidikan, ketentaraan dan sebagainya.
Karena itu, penulis yakin, selama di negeri ini masih terdapat santri-santri yang berkomitmen dan militan membela NKRI dengan berbagai langkah yang dilakukannya, maka negeri ini akan aman tenteram dan kelak akan menjadi baldah thayyibah wa rabb ghafur. Hidup santri! Hidup NKRI!
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…