Editorial

Kultur Kekerasan yang Meresahkan

Tidak satu pun yang menghendaki kekerasan. Namun, pada akhirnya tidak sedikit mengambil jalan kekerasan ketimbang jalan damai. Kekerasan memang dibenci, tetapi masih dianggap sebagai solusi.

Kekerasan menjadi semakin meresahkan ketika ia menjadi sebuah kultur masyarakat. Anggapan Hobbes mungkin ada benarnya ketika mendefinisikan manusia sebagai makhluk yang dikuasai dorongan irrasional, anarkistis, dan mekanistis yang dipenuhi dengan nuansa rasa iri dan benci sehingga bersumbu pendek dan bertindak menjadi kasar, jahat, buas bahkan bertindak sadis melebihi binatang. Kekerasan seolah menjadi bagian inheren dari sifat alamiah manusia.

Potret masyarakat hari ini menjadi cukup menggambarkan bagaimana kekerasan seolah menjadi jalan keluar yang kerap dipilih. Ruang sosial dengan kepenatan yang ada membentuk manusia yang mudah terprovokasi dan memiliki sifat menyerang yang destruktif. Adanya justifikasi keyakinan semakin memberanikan seseorang untuk melakukan tindakan yang membabi buta. Seolah kekerasan adalah tindakan mulia untuk mencapai tujuan.

Merebaknya kekerasan sebagai kewajaran tentu sudah sangat meresahkan. Budaya kekerasan menunjukkan fenomena masyarakat yang sedang mengalami krisis sosial, krisis moral, krisis kemanusiaan dan krisis spiritual. Kekerasan seolah telah diciptakan, direproduksi, diprovokasi, dikapitalisasi dan bahkan dibudidayakan.

Kekerasan sejatinya tidak pernah mendapatkan legitimasi dari masyarakat. Sebagai kekuatan pemaksa, kekerasan bukan bagian dari kultur dominan. Namun, ada kalanya kekerasan dijustifikasi sebagai pembenaran. Orang dengan mudah tersulut emosi dan berpikir pendek karena adanya justifikasi yang membenarkan tindakan kekerasan.

Sebagai anomali dan krisis di tengah masyarakat, kekerasan mutlak disembuhkan. Kekerasan tidak boleh menular dan membentuk siklus kekerasan dalam lingkaran setan yang menakutkan. Kekerasan tidak akan pernah berhenti jika dibalas dengan kekerasan yang sama. Harus ada jalan keluar dari jalan kekerasan menuju jalan damai.

Krisis sosial, krisis moral, krisis kemanusiaan dan krisis spiritual sebagai gejala saat ini harus segera disembuhkan. Praktek kekerasan tidak boleh diberikan ruang dan menjadi legitimate di tengah masyarakat. Perlu kesadaran bersama untuk mengkahiri fenomena kekerasan yang sudah membudaya.

Masyarakat Indonesia sejatinya masyarakat yang beradab, santun dan relijius yang mengedepankan jalan damai atas segala persoalan. Kekerasan memang tidak bisa dinafikan, tetapi ia harus dilihat sebagai penyimpangan bukan kewajaran yang harus terus dibenarkan. Penguatan nilai luhur kebangsaan, kebudayaan dan keagamaan mutlak dilakukan sebagai upaya membentengi masyarakat dari virus yang membenarkan praktek kekerasan. Pastikan tidak ada ruang pembenaran untuk segala praktek kekerasan. Dan yakinlah kekerasan sebagai sarana tidak akan pernah menghasilkan tujuan karena bertentangan dengan nilai kebangsaan, keagamaan dan kemanusiaan.

This post was last modified on 28 Februari 2023 3:30 PM

Redaksi

Recent Posts

Pesantren, Moderasi, dan Sindikat Pembunuhan Jati Diri

Dalam sejarah panjang bangsa Indonesia, pesantren bukan hanya lembaga pendidikan, tetapi juga penjaga moralitas dan peradaban. Dari masa perjuangan…

2 hari ago

Dari Khilafah ke Psywar; Pergeseran Propaganda ISIS yang Harus Diwaspadai

Gelombang propaganda kelompok teror ISIS tampaknya belum benar-benar surut. Meski kekuasaan teritorial mereka di Suriah…

2 hari ago

Framing Jahat Media terhdap Pesantren : Upaya Adu Domba dan Melemahkan Karakter Islam Nusantara

Islam di Indonesia, yang sering kali disebut sebagai Islam Nusantara, memiliki ciri khas yang sangat…

2 hari ago

Belajar dari ISIS-chan dan Peluang Kontra Radikalisasi neo-ISIS melalui Meme

Pada Januari 2015, sebuah respons menarik muncul di dunia maya sebagai tanggapan atas penyanderaan dan…

3 hari ago

Esensi Islam Kaffah: Menghadirkan Islam sebagai Rahmat

Istilah Islam kaffah kerap melintas dalam wacana publik, namun sering direduksi menjadi sekadar proyek simbolik:…

3 hari ago

Kejawen, Kasarira, dan Pudarnya Otentisitas Keberagamaan

Menggah dunungipun iman wonten eneng Dunungipun tauhid wonten ening Ma’rifat wonten eling —Serat Pengracutan, Sultan…

3 hari ago