Narasi

Literasi Digital, Alternatif Pendidikan Karakter Era Kekinian

Era digital, menyediakan berbagai ancaman bagi generasi muda. Salah satunya, adalah terkikisnya pondasi karakter bangsa yang good and smart. Mengapa hal ini terjadi? Era 4.0 menyediakan alternatif komunikasi gaya baru, yaitu melalui media sosial. Dengan berselancar di dunia maya, banyak pihak merasakan nyaman. Hanya dengan bermodal kuota dan ponsel pintar, kita sudah bisa berselancar di dunia maya, menjelajahi berita. Berbagai kemudahan itu, di sisi lain menghadirkan ruang disrupsi.

Salah satu tantangan yang terjadi adalah, disrupsi di bidang pendidikan (khususnya) karakter. Teknologi era digital memberikan kompensasi bagi seseorang. Bahkan dalam proses belajar mengajar pun, seorang siswa kadang tidak perlu bertatapan dengan guru. Sayangnya, hal ini menjadi satu ancaman, yakni terjadi proses reduksi pendidikan. Nilai-nilai etika dan sopan santun memiliki predisposisi yang lebih besar untuk luntur.

Di era disrupsi, di mana segala hal berubah dengan cepat, anak-anak harus dibekali dengan kemampuan literasi digital. Karena anak-anak era kekinian banyak bersinggungan dengan internet, maka literasi digital menjadi salah satu alternatif yang paling mungkin untuk membangun pondasi pendidikan karakter era kekinian. Pada era digital, pembelajaran pun sudah beralih dari face to face menjadi e learning. E-school News (2009) mencatat bahwa beberapa perusahaan teknologi seperti Verizon, Dell, Apple dan Microsoft mendukung pendanaan e-learning, dimana dunia pendidikan pun harus ikut beralih ke era digital.

Literasi digital dapat dijadikan salah satu sarana membentuk karakter anak bangsa milenial melalui tradisi membaca di dunia maya. Literasi digital merupakan sebuah hal baru yang perlu ditradisikan agar anak bangsa mencintai membaca, mampu memilih informasi tepat, dan membangun informasi yang bersifat membangun (perdamaian).

Baca juga : Agar Digitalisasi Pendidikan Tak Menggerus Karakter Keindonesiaan

Literasi digital merupakan salah satu bagian dari literasi media digital. Kurniawati dan Baroroh (2012) menyebutkan bahwa literasi digital adalah ketertarikan, sikap dan kemampuan individu dalam menggunakan teknologi digital dan alat komunikasi untuk mengakses, mengelola, mengintegrasikan, menganalisis dan mengevaluasi informasi, membangun pengetahuan baru, membuat dan berkomunikasi dengan orang lain agar dapat berpartisipasi secara efektif dalam masyarakat.

Literasi digital memungkinkan pola pendidikan karakter bagi generasi milenial, dengan cara terbiasa mengumpulkan informasi dan mengelolanya secara efektif. Melalui pembiasaan mengasah keterampilan literasi digital, anak-anal milenial dapat belajar bagaimana cara memiliki karakter damai. Mengelola informasi, tidak mentah menerima hoaks, dan membangun pengetahuan baru yang lebih efektif, sehingga mampu memberikan kontribusi bagi perdamaian dan persatuan bangsa.

Sebelum anak diterjunkan kepada literasi digital, penting bagi setiap keluarga membekali anak keterampilan calistung dan pendidikan kematangan emosi. Ketika anak sudah memiliki kecerdasan emosi yang baik, dipadu dengan keterampilan calistung yang optimal, maka anak-anak dapat berselancar di dunia maya tanpa mudah terhasut ujaran kebencian. Sebaliknya, harapannya mereka dapat menjadi agen perdamaian di dunia maya. Keluarga dan sekolah merupakan pendidik anak yang utama. Keluarga harus mampu membekali nilai-nilai kesopanan, kearifan, toleransi, dan perdamaian.

Jika anak sudah memiliki keterampilan literasi digital dan kesopanan serta budi pekerti yang mulia, maka mereka akan dapat membangun perdamaian di dunia maya. Kekhawatiran kita akan terjadinya ketidaksopanan di media sosial dan ujaran kebencian, dapat kita eliminasi. Mendidik karakter anak di era digital merupakan sebuah alternatif yang tidak bisa kita pandang sebelah mata. Kita bisa memulainya dari rumah. mengajarkan perdamaian, kesopanan, dan ajaran kebaikan pada anak. Selanjutnya, pembudayaan literasi dasar (calistung), hingga literasi digital di dunia maya. Wallahu’alam.

Nurul Lathiffah

Konsultan Psikologi pada Lembaga Pendidikan dan Psikologi Terapan (LPPT) Persona, Yogyakarta.

View Comments

Recent Posts

Riwayat Pendidikan Inklusif dalam Agama Islam

Indonesia adalah negara yang majemuk dengan keragaman agama, suku dan budaya. Heterogenitas sebagai kehendak dari…

22 jam ago

Hardiknas 2024: Memberangus Intoleransi dan Bullying di Sekolah

Hardiknas 2024 menjadi momentum penting bagi kita semua untuk merenungkan dan mengevaluasi kondisi pendidikan di…

22 jam ago

Sekolah sebagai Ruang Pendidikan Perdamaian: Belajar dari Paulo Freire dan Sekolah Mangunan Jogjakarta

Bila membicarakan pendidikan Paulo Freire, banyak ahli pendidikan dan publik luas selalu merujuk pada karya…

22 jam ago

Buku Al-Fatih 1453 di Kalangan Pelajar: Sebuah Kecolongan Besar di Intansi Pendidikan

Dunia pendidikan pernah gempar di akhir tahun 2020 lalu. Kepala Dinas Pendidikan Bangka Belitung, pada…

22 jam ago

4 Mekanisme Merdeka dari Intoleransi dan Kekerasan di Sekolah

Masa depan bangsa sangat ditentukan oleh mereka yang sedang duduk di bangku sekolah. Apa yang…

2 hari ago

Keterlibatan yang Silam Pada yang Kini dan yang Mendatang: Kearifan Ma-Hyang dan Pendidikan Kepribadian

Lamun kalbu wus tamtu Anungku mikani kang amengku Rumambating eneng ening awas eling Ngruwat serenging…

2 hari ago