Narasi

Masjid dan Perdamaian

Kumandang azan di masjid merupakan panggilan suci yang menyejukkan hati manusia. Hati manusia bisa bergetar dengan suara azan, karena itu bukan panggilan biasa. Azan adalah panggilan untuk “perjamuan” dalam sebuah pertemuan yang sangat asyik dengan Tuhan.

Azan memang bisa mengasyikkan, hati begitu teduh nan tentram. Tetapi bisa juga menjadi sumber konflik, tatkala azan dikumandangkan dengan pengeras suara yang “terlalu keras”. Tidak sedikit konflik sosial muncul, apalagi “suara yang terlalu keras” terus didengungkan tanpa ada kompromi dan negosiasi yang baik.

Di sinilah, masjid yang sejatinya menjadi sumber perdamaian, seringkali juga menjadi sumber fitnah dan konflik sosial. Bahkan sampai ada kasus pembakaran masjid, dan rumah ibadah lainnya, yang disebabkan “suara yang terlalu keras”. Baik suara dalam azan, maupun suara dalam berpendapat dan berinteraksi keseharian.

Masjid bukanlah sekedar tempat untuk ibadah, tetapi masjid mempunyai fungsi sosial dalam menjaga ketertiban dan merealisasikan kesejahteraan: sejahtera lahir dan batin. Seharusnya, di sana ada masjid, maka di sana mesti harus ada kesejahteraan. Bukan hanya sejahteran bagi umat Islam, tetapi juga sejahtera bagi semuanya.

Pembakaran rumah ibadah, entah itu masjid, gereja, atau lainnya, adalah wujud kegagalan pengelola rumah ibadah di tengah-tengah masyarakat. Rumah ibadah menjadi asing, bahkan bertentangan dengan gerak hidup masyarakat. Kasus Tolikara Papua tahun 2015 adalah kritik buat kita agar semakin maksimal dalam membangun masjid sebagai sarana membangun masyarakat.

Masjid dan Peradaban

Masjid adalah institusi paling efektif dalam membangun masyarakat. Nabi Muhammad sudah memberi contoh sangat nyata kepada umat Islam. Di masa Nabi Muhammad mampu menjadi oase di tengah gersangnya kehidupan masyarakat Arab. Dari masjid, Nabi membangun peradaban umat manusia. Ada beberapa yang dilakukan terkait masjid. Pertama, fungsi keagamaan. Masjid, sesuai dengan namanya, tempat bersujud kepada Allah. Masjid adalah tempat bertolak, sekaligus pelabuhan tempatnya bersauh dalam keta’atan kepada Allah. Dari sini, Rasulullah bersabda, “Telah dijadikan untukku (dan untuk umatku) bumi sebagai masjid dan sarana penyucian diri (HR. Bukhori dan Muslim).

Kedua, masjid menjadi pusat pemerintahan. Di masa Nabi, masjid adalah gedung parlemen masyarakat Islam. Persoalan kebangsaan dan kenegaraan diselesaikan di masjid. Rapat-rapat penting negara diselenggarakan di masjid. Koordinasi, evaluasi, dan strategi bernegara dijalankan di masjid. Ketiga, masjid sebagai pusat pendidikan. Masjid Nabawi menjadi tempat Nabi mengajari umatnya. Bukan saja belajar ajaran agama, tetapi juga belajar apapun. Di sebelah barat masjid Nabawi, dibuat ruangan untuk mereka yang belajar kepada Nabi. Namanya al-suffah. Penghuninya dikenal ashab al-suffah. Para penghuninya setia belajar kepada Nabi dan para sahabat lainnya tentang berbagai hal dalam kehidupan.

Keempat, masjid sebagai sarana pemberdayaan ekonomi masyarakat. Masjid dijadikan Nabi Muhammad sebagai sentral pemberdayaan masyarakat, dengan didirikannya baitul mal (gudang harta). Baitul mal inilah yang dijadikan sarana untuk memberdayakan masyarakat yang masih terpinggirkan. Mereka yang kaya (tha have) diajak Nabi untuk rajin zakat dan sedekah, wujud membangun keseimbangan ekonomi dalam masyarakat.

Dari sini, tepat yang dijelaskan dalam al-Quran bahwa “dan sesungguhnya masjid-masjid itu kepunyaan Allah SWT, maka janganlah kamu menyeru seseorang beserta-Nya.” (QS. Al-Jin (72): 18). Dalam ayat lain, Al-Quran juga menandaskan, “sesungguhnya masjid itu dibangun di atas takwa. (QS. At-Taubah (9): 108).

Tidak boleh ada yang merasa sebagai “pemilik” masjid, karena masjid adalah milik Allah untuk semua makhluqnya. Karena itu, pengelolaan masjid harus didasarkan ketaqwaan, bukan atas dasar kepentingan sesaat dan golongan. Masjid harus menjadi sumber lahirnya peradaban yang islami, sejahtera, sentosa, dan penuh kesejahteraan.

Momentum Perdamaian

Kasus pembakaran rumah ibadah adalah ujian sekaligus kritik bagi umat Islam agar selalu teguh dan setia dalam memaafkan satu dengan lainnya untuk mewujudkan perdamaian. Masjid harus menjadi media yang menggugah jiwa dan kebesaran hati umat Islam dalam menjaga kerukunan dan persatuan bangsa ini. Jangan sampai ikut larut dalam konflik, karena itu sama artinya dengan gagal dalam bersujud dan beriktikaf di masjid.

Masjid harus dikembalikan peran dan fungsinya sebagaimana yang diajarkan Rasulullah. Di sana ada masjid, di sana ada kesejahteraan. Di sana ada kesejahteraan, di sana ada persatuan dan perdamaian. Taqwa dalam puasa harus dibuktikan dengan menjadikan masjid sebagai sumber lahirnya kesejahteraan, perdamaian dan kemaslahatan publik.

Muhammadun

Pengurus Takmir Masjid Zahrotun Wonocatur Banguntapan Bantul. Pernah belajar di Pesantren Mahasiswa Hasyim Asy’ari, Yogyakarta.

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

1 jam ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

2 jam ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

2 jam ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

1 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

1 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

1 hari ago