Memasuki awal semester pada setiap tahun akademik, baik kampus negeri atau swasta biasanya akan memulai proses kegiatan belajar mengajarnya. Hal tersebut tentu menjadi suatu hal yang lumrah bagi mahasiswa, namun tidak bagi mahasiswa baru (Maba). Bagi Maba, perkuliahan merupakan sesuatu yang baru karena model pembelajaran di sekolah dan perguruan tinggi (PT) memang berbeda.
Orientasi studi adalah kegiatan wajib yang diselenggarakan perguruan tinggi untuk mengenalkan cara bagaimana seorang mahasiswa belajar. Selain itu, sospem tersebut juga sangat diperlukan untuk lebih mengenalkan kebinekaan Indonesia. Ketika mahasiswa sudah memahami masalah kebinekaan, maka mereka akan lebih toleran dan bijak dalam menyikapi permasalahan.
Perubahan status dari siswa menjadi mahasiswa tentu memerlukan adaptasi. Bagaimana tidak, mulai dari pakaian yang dikenakan saja sudah berbeda, yaitu yang dahulunya seragam kini beragam. Artinya keberagaman lazim terjadi juga dalam kehidupan akademik di kampus, termasuk dalam hal perbedaan pendapat. Sebelumnya, perbedaan pendapat ialah hal yang lumrah namun baru-baru ini seakan semuanya harus seragam. Internet yang seharusnya bisa digunakan sebagai media bertukar informasi sehat, justru menjadi ajang ‘perang’ untuk mempertahankan ego masing-masing.
Berkembang pesatnya teknologi internet membuat siapa saja bisa memproduksi informasi. Hal tersebut menyebabkan ledakan informasi, yaitu bercampur aduknya informasi yang layak pakai dan informasi palsu (hoax). Mudah dan murahnya mengakses internet membuat siapa saja merasa berhak dan berkompetensi untuk menilai orang lain. Hasilnya adalah caci maki karena ketidakmampuan menerima perbedaan pendapat sudah lazim kita lihat menghiasi beranda media sosial kita. Tidak hanya di dunia maya, kasus-kasus intoleransi seperti persekusi juga terjadi di dunia nyata lantaran ketidakmampuan seseorang atau kelompok untuk memahami kebinekaan.
Mahasiswa baru dan kebinekaan
Mahasiswa sebagai agent of change tentu sangat diharapkan mampu berpikir secara luas, karena di kemudian hari Indonesia yang bhinneka ini akan diwariskan kepada mereka. Kebinekaan Indonesia adalah sesuatu yang mutlak dan tidak bisa ditawar lagi. Dari Sabang sampai dengan Merauke, Indonesia sudah ditakdirkan berbeda, baik berbeda secara agama, bahasa, budaya, serta adat istiadatnya. Menanamkan nilai kebinekaan kepada mahasiswa baru tentu akan membentuk karakter kepemimpinan mereka, karena mereka diberi tantangan untuk mempersatukan visi dari latar belakang orang yang berbeda, bukan untuk menyeragamkannya.
Bhinneka Tunggal Ika, meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap adalah satu kesatuan. Begitulah semboyan Indonesia yang mencerminkan bahwa Indonesia tidak hanya dimiliki oleh satu agama, suku, partai, golongan atau kelompok masyarakat saja, melainkan milik semua masyarakat Indonesia. Semboyan tersebut ditanamkan kepada seluruh masyarakat Indonesia bahkan sejak pendidikan dasar sampai dengan perguruan tinggi agar masyarakat mampu hidup berdampingan dengan rukun meskipun dengan orang yang berbeda agama, suku, ras ataupun perbedaan yang lainnya.
Menumbuhkembangkan nilai-nilai kebinekaan kepada mahasiswa baru melalui orientasi studi juga dapat menjauhkan mereka dari organisasi yang tidak sejalan dengan ideologi Bangsa, seperti radikalisme dan ekstrimisme. Seperti beberapa waktu yang ramai dibicarakan bahwa mahasiswa menjadi incaran dari sekelompok oknum anti Pancasila yang anti kebinekaan serta ingin menyeragamkan semua yang ada di dalamnya. Sebelum hal tersebut terjadi mahasiswa harus dibekali nilai-nilai kebinekaan yang kuat, agar tidak mudah terbuai rayuan kelompok tersebut.
Kematangan berpikir mahasiswa tercermin dari keluwesan mereka menghadapi perbedaan, baik perbedaan secara kasat mata maupun perbedaan pemikiran. Nilai-nilai toleransi yang terkandung dalam semboyan bangsa ini harus terus dipupuk, terutama untuk mahasiswa baru yang baru saja memasuki dunia barunya. Adanya pondasi mengenai kebinekaan yang kuat akan membuat mahasiswa terhindar dari radikalisme dan paham yang tidaks sesuai dengan ideologi Pancasila. Mahasiswa baru yang memahami kebinekaan sangat berpotensi untuk melanjutkan estafet kepemimpinan bangsa, karena hanya yang memahami kebinekaanlah yang mampu memimpin Indonesia di masa yang akan datang.
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…
Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…
Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…
Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…