Hari Pahlawan yang diperingati setiap 10 November menjadi momentum untuk mengenang jasa para pahlawan yang telah berjuang mengantarkan Indonesia menuju kemerdekaan. Peringatan yang pada mulanya ditetapkan melalui Keppres No. 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959 ini diperingati setiap tanggal 10 November untuk memeringati peristiwa bersejarah Pertempuran Surabaya pada 10 November 1945. Pada hari itu para tentara dan pejuang Indonesia berperang melawan tentara Inggris dan Belanda untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang baru saja diproklamasikan beberapa bulan sebelumnya.
Peristiwa besar dan bersejarah yang merupakan bagian dari Revolusi Nasional Indonesia tersebut kini diperingati setiap tahun. Di samping untuk menghormati jasa pada pahlawan yang telah gugur, peringatan tersebut di saat bersamaan juga diharapkan menjadi pemantik spirit kepahlawanan dalam diri kita semua agar terus menyala. Dalam arti, patriotisme dan nasionalisme berbentuk semangat membela, memperjuangkan, dan mempertahankan kemerdekaan dari para pahlawan diharapkan bisa kita teladani untuk kemudian kita transformasikan menjadi spirit membangun dan menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di masa sekarang.
Medan perjuangan
Spirit kepahlawanan adalah energi yang selalu mendorong orang untuk bergerak mengerahkan segala tenaga, pikiran, jiwa, dan sebagainya, untuk dikorbankan demi kemanfaatan yang lebih luas. Spirit kepahlawanan juga berarti menekan ego pribadi dan lebih mementingkan kepentingan bersama. Di masa sekarang, spirit kepahlawanan penting ditumbuhkan untuk menghadapi berbagai tantangan bangsa saat ini. Artinya, pahlawan di era milenial memiliki medan perjuangan yang berbeda dengan pahlawan di era penjajahan.
Baca juga : Pahlawan Millenial Menjaga NKRI
Jika pahlawan di era penjajahan berjuang di medan perang dan memerangi bangsa kolonial untuk merebut kemerdekaan Indonesia, maka pahlawan milenial dihadapkan pada medan perjuangan yang lain. Berbagai problem bangsa seperti merenggangnya ikatan persatuan dan persaudaraan karena pertikaian adalah salah satu contoh area perjuangan bagi pahlawan milenial. Mudahnya orang marah, tersinggung, terprovokasi, sehingga kemudian saling serang dan menghujat sesama saudara sendiri menjadi tantangan bagi kita untuk berjuang mengembalikan bangsa ini dalam persaudaraan dan persatuan.
Maraknya fenomena pertikaian tersebut di antaranya dipicu penyebaran provokasi dan berbagai bentuk propaganda di media sosial. Orang atau kelompok tak bertanggungjawab—dengan berbagai motif, entah motif politik atau komersial—memproduksi dan menyebarkan konten-konten negatif penyulut sentimen di masyarakat, sehingga egoisme mengental dan rasa saling menghormati mengikis. Konten-konten negatif tak jarang berbentuk kabar-kabar bohong (hoax) yang berisi fitnah, sehingga mudah membakar emosi, mengentalkan ego, dan menjerumuskan masyarakat dalam prasangka dan kebencian, yang kemudian sering berujung pada pertengkaran, pertikaian, dan bukan tidak mungkin menjadi benih-benih kekerasan dan perpecahan.
Senjata
Melihat tantangan bangsa tersebut, kita sebagai generasi sekarang diharapkan bisa mengobarkan spirit kepahlawanan untuk berjuang mengatasinya. Spirit kepahlawanan di era milenial adalah tentang bagaimana berjuang mengembalikan bangsa ini dalam persatuan, persaudaraan, dan kedamaian, di tengah fenomena pertikaian dan menyebarnya provokasi di dunia maya. Untuk mengatasi hal tersebut, tentu kita butuh alat atau senjata. Para pahlawan di zaman penjajahan menggunakan bambu runcing, pedang, senapan, dan berbagai senjata dan alat perang lainnya dalam memerangi penjajah. Lantas, bagaimana dengan pahlawan milenial?
Pahlawan milenial juga butuh senjata untuk mengobati egosentrisme, kebencian, intoleransi dan berbagai sifat negatif lainnya yang bisa mengancam persaudaraan dan persatuan bangsa. Pahlawan milenial butuh senjata untuk memerangi penyebaran provokasi, kabar bohong (hoax), dan berbagai bentuk konten negatif yang kerap menciptakan pertikaian dan konflik di dunia maya. Bagi penulis, senjata tersebut tidak lain adalah:
Pertama, rasa nasionalisme, persaudaraan, dan persatuan bangsa yang harus dikuatkan. Ini adalah modal mendasar yang bisa membekali kita menjadi bangsa yang kuat, kokoh, sekaligus rukun dan damai. Bagi pahlawan milenal, nilai-nilai nasionalisme, persaudaraan, dan persatuan, menjadi nilai-nilai utama yang harus dipegang teguh, ditanamkan, baik bagi diri sendiri maupun disebarkan pada orang lain secara luas. Pahlawan milenial bukan orang egois yang mementingkan diri dan kelompoknya sendiri. Pahlawan milenial adalah sosok yang memperjuangkan kepentingan bersama dengan terus mengobarkan semangat persaudaraan, toleransi, dan persatuan bangsa.
Kedua, sikap kritis atau kecerdasan dalam bermedia, terutama dalam mengkonsumsi informasi di era digital. Ini sudah menjadi tuntutan zaman. Pahlawan milenial adalah orang yang memiliki kecerdasan dalam memilih dan memilah informasi, terutama di dunia maya. Di tengah banyaknya orang yang mudah terprovokasi oleh berbagai bentuk konten negatif, pahlawan milenial diharapkan mampu bergerak aktif mengajak dan mencerdaskan orang lain atau masyarakat luas agar memiliki sikap kritis dan kecakapan dalam mengkonsumsi informasi digital. Diharapkan, sikap kritis bisa tumbuh kuat dan melindungi masyarakat dari pengaruh konten-konten negatif.
Bagi penulis, saat ini dua senjata tersebut merupakan hal mendasar yang harus kita miliki bersama untuk berjuang mendamaikan dan menjaga bangsa. Dua senjata tersebut menjadi kunci penting keberhasilan kita dalam menyelamatkan bangsa ini dari pertikaian, konflik, kekerasan, dan perpecahan.
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…
Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…
Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…
Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…
View Comments