Narasi

Membangun Bangsa yang Beradab Melalui Bangku Sekolah

“Bangsa ini harus dibangun dengan mendahulukan pembangunan karakter (character building) karena character building inilah yang akan membuat Indonesia menjadi bangsa yang besar, maju dan jaya serta bermartabat. Kalau character building ini tidak dilakukan, maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa kuli”

Akhir-akhir ini kita dihadapi dengan karakter sebagai masyarakat yang cukup mengawatirkan mengenai kehidupan  yang berbangsa. Di mana mereka saling mencela dan menjatuhkan dengan hal-hal yang bohong demi kepentingan jabatan. Karakter apa yang dilakukan masyarakat sekarang ini merupakan gambaran yang terjadi di pendidikan.

Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peseta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Dari ini memperlihatkan bagaimana pendidikan tidak hanya bertitik berat pada kecerdasan intelektual saja melainkan juga pembentukan karakter anak. Pendidkan tidak hanya sekedar proses belajar guna mengejar kecerdasan tetapi juga harus mengembangkan potensi lain yang dimiliki peserta didik dan mendapat perhatian dari pendidik agar dapat berkembang secara optimal.

Untuk mewujudkan karakter yang baik maka ada tiga komponen yang harus ada dalam pendidikan; cipta, rasa dan karsa (Ki Hajar Dewantara), yang secara sistematis dilaksanakan lewat langkah berikut; Pertama, penanaman nilai secara logis atau nyata agar diketahui mana buru/baik, perintah/larangan, seperti kebesaran Tuhan, kejujuran, ketulusan, tolong-menolong atau berbohong, buruknya kekerasan.

Kedua, penanaman penghayatan cara membentuk sikap dasar manusia, seperti takwa, jujur, disiplin, rendah hati, toleran, nasionalis dan bertanggung jawab. Ketiga, membentuk tekad secara konatif, yakni keinginan kuat untuk mengamalkan nilai –sebagai hasil penanaman dua komponen karakter sebelumnya.

Baca juga : Mewujudkan Indonesia yang Beradab melalui Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter harus dilakukan secara berkelanjutan, di mulai sejak usai dini, bahkan ketika bayi masih dalam kandungan sebagaimana yang ditegaskan pakar psikologi Erik Ericson (1978). Usia dini (0-4), bisa disebut sebagai usia berlian, karena sengat menentukan anak untuk mengembangkan bakatnya. Hasil penelitian di AS menujukkan, bahwa sekitar 50 persen kecerdasan orang dewasa sudah terlihat ketika usia 4 tahun. Akan meningkat 30 persen berikutnya terjadi pada usia 8 tahu, dan 20 tahun persen terjadi pada pertengahan atau akhir sepuluh tahun kedua.

Ketika melihat hasil penelitian tersebut, maka sistem pendidikan nasional harus terdiri atas dua poros utama, yakni penanaman nilai untuk membentuk karakter serta pengalaman dan teknologi untuk membentuk kompetensi. Oleh karena itu, pendidikan pada usia dini harus didominasi dengan penanaman nilai dan sedikit pengalaman pengetahuan. Makin ke puncak proses pendidikan, porsi pengajaran akan bertambah besar dan penanaman nilai agak berkurang, merujuk ke teori. Saat pada usia dewasa (17-20 tahun) karakter seseorang sudah terbentuk.

Suatu bangsa harus memiliki konsep pendidikan nasional yang sistematis. Seperti negara-negara Eropa, Jepang maupun Korea berhasil karena efektifnya pendidikan karakter. Sebaliknya, negara berkembang banyak yang mengalami hambatan, stagnan bahkan menjadi negara gagal karena lemahnya pendidikan karakter.

Pendidikan karakter tidak hanya dilaksanakan wilayah sekolah, tetapi keluarga dan lingkungan sosial juga berperan di dalamnya. Persoalannya, sistem pendidikan nasional kita masih berfokus pada pertumbuhan kompetensi, bahkan melupakan pendidikan karakter. Di lingkungan keluarga juga tidak berpengaruh karena kesibukan orang tua sehingga diasuh pembantu. Sedangkan lingkungan sosial sudah tercemar dengan kekerasan, pornografi bahkan narkoba. Ini diperparah dengan televisi menjadi tontonan anak pun jauh dari tujuan pendidikan karakter. Kondisi semacam ini tidak mendukung untuk pendidikan karakter.

Ketika pendidikan karakter sudah berjalan semestinya, maka karakter masyarakat terbentuk dengan baik. Seperti kata Bung Karno pada awal tadi, bangsa yang kuat adalah bangsa yang memiliki karakter. Dengan karakter yang kuatlah bangsa Indonesia yang memiliki kekayaan alam bisa dimanfaatkan dan dikelola secara mandiri. Tanpa karakter yang kuat, bangsa ini akan mudah bertikai tanpa berkembang menjadi bangsa yang besar.

Ngarjito Ardi

Ngarjito Ardi Setyanto adalah Peneliti di LABeL Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga

View Comments

Recent Posts

Pentingnya Etika dan Karakter dalam Membentuk Manusia Terdidik

Pendidikan memang diakui sebagai senjata ampuh untuk merubah dunia. Namun, keberhasilan perubahan dunia tidak hanya…

4 jam ago

Refleksi Ayat Pendidikan dalam Menghapus Dosa Besar di Lingkungan Sekolah

Al-Qur’an adalah akar dari segala pendidikan bagi umat manusia. Sebab, Al-Qur’an tak sekadar mendidik manusia…

4 jam ago

Intoleransi dan Polemik Normalisasi Label Kafir Lewat Mapel Agama di Sekolah

Kalau kita amati, berkembangbiaknya intoleransi di sekolah sejatinya tak lepas dari pola normalisasikafir…

4 jam ago

Konsep Islam Menentang Tiga Dosa Besar Dunia Pendidikan

Lembaga pendidikan semestinya hadir sebagai rumah kedua bagi peserta didik untuk mendidik, mengarahkan dan membentuk…

1 hari ago

Pemaksaan Jilbab di Sekolah: Praktir yang Justru Konsep Dasar Islam

Dalam tiga tahun terakhir, kasus pemaksaan hijab kepada siswi sekolah semakin mengkhawatirkan. Misalnya, seorang siswi…

1 hari ago

Memberantas Intoleransi dan Eksklusivisme yang Menjerat Pendidikan Negeri

Dua tahun lalu, seorang siswi SDN 070991 Mudik, Gunungsitoli, Sumatera Utara, dilarang pihak sekolah untuk…

1 hari ago