Narasi

Membekali Anak dengan Cinta Damai

Banyaknya kasus kekerasan yang menimpa anak di bawah umur, sebut saja kasus Yuyun (14), yang terjadi pada awal april 2016 beberapa waktu silam mengejutkan seluruh elemen masyarakat. Mulai dari akademisi, politisi, pendidik, petani, buruh, dan tokoh masyarakat. Pasalnya, Yuyun merupakan siswi SMPN 5 Palak Tanding, Bengkulu yang diperkosa, dibunuh, dan dibuang ke tempat yang tidak layak oleh 14 orang. Sedangkan beberapa pelakunya dibawah umur. Dan ditambah lagi dengan berbagai macam kasus yang sama dan terus bermunculan. Kasus Yuyun di atas hanya bagian dari beberapa kasus pelecehan seksual yang menimpa anak dibawah umur yang dapat diungkap.

Sungguh, biadab tindakan memerkosa, membunuh dan bahkan membuangnya tergolong tindakan radikal. Tindakan tersebut tidak layak diampuni dan harus mendapatkan hukuman yang se-berat-beratnya, karena tidakan itu sangat tidak manusiawi, dan telah memutus generasi muda, dan juga dengan mudahnya menghilangkan nyawa seseorang. Selain memberi hukuman yang setimpal, mencegah agar tidak terjadi kasus yang sama merupakan bagian yang lebih penting. Salah satunya adalah dengan menanamkan cinta damai dalam keluarga.

Keluarga merupakan awal terbentuknya karakter anak untuk menjadi generasi yang memiliki akhlak yang baik, cinta damai, toleransi, jujur dan dapat menjaga lingkungan agar tetap aman dan nyaman dan damai. Dalam keluarga, memperlakukan anak dengan kasih sayang, saling menyayangi, menghormati yang lebih tua, dan menyayangi yang lebih muda harus terus dibudidayakan.

Islam menganjurkan kita untuk menjaga diri kita dan keluarga kita agar terhindar dari api neraka. Seperti yang disebutkan dalam surah At-Tahrim ayat 6 yang artinya “ perihalah dirimu dan keluargamu dari dari api neraka yang bahan bakarnya adalah batu dan manusia”.M.Quraish Shihab dalam tafsir Al-Misbah menafsirkan bahwa umat manusia harus menjaga dirinya dan keluarganya agar terhindar dari api neraka baik dengan jalan membimbingnya maupun mendidiknya.

Dalam kontek sekarang, pemahaman radikal yang berujung pada tindakan terorisme dan menyengsarakan umat manusia, pelecehan seksual, bullying, menghalalkan darah orang lain untuk dibunuh tanpa sebab musabbab merupakan tindakan yang melanggar aturan agama, norma, dan adat istiadat yang balasannya adalah api neraka. Tidak ada satu agamapun yang memerintahkan untuk membunuh orang lain tanpa alasan. Menjaga keluarga agar terhindar dari faham radikal dan memiliki karakter yang kurang baik  merupakan bagian dari menjaga keluarga dari apa neraka. Termasuk pula memberikan pemahaman kepada anak dalam keluarga tentang saling menyayangi (love each other) merupakan bekal agar terhindar dari api neraka.

Anak dalam keluarga akan mudah meniru lingkungan sekitar, terlebih keluarga. Apa yang dikerjakan orang tua, mulai dari perkataan, perbuatan, dan tindakan orang orang yang ada di sekitarnya akan membekas dan membentuk karakter anak ketika sudah dewasa. Anak cenderung bertindak sesuai dengan apa yang dilihat. Jika anak sering mendapatkan perlakuan kasar, dapat dipastikan bahwa ketika sudah dewasa, anak tersebut akan bertindak sesuai dengan apa dialami sejak kecil bahkan berujung pada tindakan radikal. Begitu juga sebaliknya, apabila anak mendapatkan kasih sayang, cinta damai, dan toleransi maka anak tumbuh menjadi pribadi yang memiliki karakter yang baik.

Pepatah ini layak untuk dijadikan pedoman bagi orang kita semua, khususnya orang tua “ menulis di waktu kecil bagaikan mengukir di atas batu”. Kalimat ini memberikan gambaran bahwa apa yang dialami oleh anak pada waktu kecil akan membekas dan menjadi pondasi ketika mereka sudah dewasa.

Hal ini kemudian, sangat urgent bagi orang tua untuk memberikan pemahaman kepada anak tentang cinta damai semsail mengajak anak untuk mengunjungi panti asuhan, panti jumpo, kebun binatang, menanam tumbuh-tumbuhan dan lain-lain. Pengalaman langsung ini dapat mengkontruk pemikiran dan tindakan anak ketika sudah dewasa. Lagi-lagi peran orang tua dalam membentuk generasi muda untuk memiliki karakater bangsa yang cinta damai, toleran dan saling menyanyangi tidak bisa dilepaskan.

Samsul Ar

Samsul Ar. Mahasiswa Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Aktif di FKMSB (Forum Komunikasi Santri Mahasiswa Banyuanyar). Tinggal di Yogyakarta.

Recent Posts

Membumikan Hubbul Wathan di Tengah Ancaman Ideologi Transnasional

Peringatan hari kemerdekaan Indonesia setiap 17 Agustus bukan hanya sekadar momen untuk mengenang sejarah perjuangan…

3 hari ago

Tafsir Kemerdekaan; Reimajinasi Keindonesiaan di Tengah Arus Transnasionalisasi Destruktif

Kemerdekaan itu lahir dari imajinasi. Ketika sekumpulan manusia terjajah membayangkan kebebasan, lahirlah gerakan revolusi. Ketika…

3 hari ago

Dari Iman Memancar Nasionalisme : Spirit Hubbul Wathan Minal Iman di Tengah Krisis Kebangsaan

Ada istilah indah yang lahir dari rahim perjuangan bangsa dan pesantren nusantara: hubbul wathan minal iman —…

3 hari ago

Merayakan Kemerdekaan, Menghidupkan Memori, Merajut Dialog

Setiap Agustus, lanskap Indonesia berubah. Merah putih berkibar di setiap sudut, dari gang sempit perkotaan…

4 hari ago

Menghadapi Propaganda Trans-Nasional dalam Mewujudkan Indonesia Bersatu

Sebagai bangsa yang beragam, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan persatuan di tengah globalisasi dan…

4 hari ago

Penjajahan Mental dan Ideologis: Ujian dan Tantangan Kedaulatan dan Persatuan Indonesia

Indonesia, sebagai negara yang merdeka sejak 17 Agustus 1945, telah melalui perjalanan panjang penuh tantangan.…

4 hari ago