Narasi

Memilih “Ustadz Online” yang Membawa Rahmat, Bukan Laknat!

Di era digital saat ini, Platform dakwah di berbagai dunia maya saat ini menjadi semacam “ladang subur”. Sejalan di tengah budaya kebebasan ekspresi yang mendominasi. Kita wajib untuk selektif di tengah “ustadz online” yang kadang mereka condong mudah menghukumi orang kafir, ekstrimis dan kaku akan pemahaman agamanya. Juga, mereka yang lebih condong aktif membangun semacam “acuan agama” yang mengarah kepada rahmat, jalan keluar, menenangkan dan memberi kesejukan.

Dua kategori dakwah ini memiliki dua orientasi yang berbeda. Tetapi lahir dari rahim yang sama. Mengapa demikian? Tentu yang pertama kali kita pahami seharusnya mengacu kepada hal-hal yang sifatnya substansi, hikayat, hakikat dan kode etis dalam agama itu sendiri. Jika, kemungkinan apa yang disampaikan mereka para ustadz online justru mengarah kepada keburukan. Sedangkan agama dilahirkan untuk membangun kebaikan. Maka di sinilah kita lebih mudah untuk mengambil porsi untuk mendengarkan dan mengikuti ustadz online yang memberikan rahmat tersebut.

Karena kita ketahui, yang namanya (watak, sikap, karakter dan kebiasaan buruk) itu sejatinya sulit untuk diubah. Kecuali mereka menyadarinya sendiri. Mereka tidak akan merasa bersalah sepanjang menilai bahwa dirinya benar. Mereka tidak akan merasa menyakiti dan membuat kerusakan selama dirinya masih mengatakan bahwa tindakan tersebut dianggap benar.

Maka, dua tipe para pendakwah di dunia maya ini perlu kita benar-benar pilih dengan baik. Sandaran atau acuan untuk memiliki kita membangun semacam “penyaringan” dari setiap dakwah dan statement yang dibuat. Jika itu sesuai dengan hati nurani, kemaslahatan banyak orang, anti permusuhan dan fitnah, maka di situlah kita mengambil porsi untuk mengikuti dan melaksanakan ustadz yang memiliki model seperti itu.

Namun, jika ada ustadz yang justru ketika mendengarkan ceramahnya malah semakin resah, khawatir, penuh kebencian, fitnah dan provokasi pertikaian. Maka di sinilah tanggung jawab kita sebagai seseorang yang juga memiliki otoritas kebebasan untuk memiliki dakwah yang penuh dengan rahmat bukan laknat. Kita bisa memilih ustadz di dunia maya yang benar dan sesuai dengan norma etis dalam agama itu sendiri. Kita juga sangat bisa membuang jauh-jauh mereka para ustadz yang hanya sering kali melaknat umatnya. Padahal, tugas seorang ustadz adalah mengedukasi, merangkul dan memberikan rahmat bukan memukul dan melaknat.

Untuk itu, kita perlu memanfaatkan kebebasan ekspresi di dunia maya sebagai kebebasan ekspresi kita untuk memilih guru atau ustadz yang sesuai dengan inti sari agama sebagai kebaikan tadi. Jika ada ustadz yang justru tidak mencontohkan kepada kebaikan tersebut. Maka, kedewasaan kita untuk bertanggung-jawab akan kebebasan ekspresi tersebut untuk memilih mana yang berpotensi merusak dan mana yang berpotensi membawa manfaat.

Keduanya akan terus sama-sama eksis. Karena kejahatan dalam agama, fitnah dalam agama serta manipulasi dalam agama itu tidak akan pernah berhenti di satu titik (gerakan). Mereka akan terus membangun sandaran ideologis untuk merasuki pemikiran umat melalui dakwah virtual tersebut. Begitu juga para ustadz yang arahnya kepada memberi rahmat, bukan laknat. Mereka juga terus harus bergerak untuk mengeliminasi mereka yang mendakwahkan agama yang penuh keburukan. Tentu tugas kita sebagai (penikmat ceramah) wajib untuk menggunakan kedewasaan berpikir di dalam memilih ustadz yang memberikan rahmat dan mencerahkan. Bukan ustadz yang melaknat dan meresahkan.

This post was last modified on 3 Desember 2020 3:31 PM

Amil Nur fatimah

Mahasiswa S1 Farmasi di STIKES Dr. Soebandhi Jember

Recent Posts

Soft Terrorism; Metamorfosa Ekstremisme Keagamaan di Abad Algoritma

Noor Huda Ismail, pakar kajian terorisme menulis kolom opini di harian Kompas. Judul opini itu…

21 jam ago

Jangan Terjebak Euforia Semu “Nihil Teror”

Hiruk pikuk lini masa media sosial kerap menyajikan kita pemandangan yang serba cepat berubah. Satu…

23 jam ago

Rejuvenasi Pancasila di Tengah Fenomena Zero Terrorist Attack

Tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila. Peringatan itu merujuk pada pidato Bung Karno…

23 jam ago

Menjernihkan Makna “Zero Terrorist Attack” : Dari Penanggulangan Aksi Menuju Perang Narasi

Dalam dua tahun terakhir, Indonesia patut bersyukur karena terbebas dari aksi teror nyata di ruang…

23 jam ago

Sesat Pikir Pengkafiran terhadap Negara

Di tengah dinamika sosial dan politik umat Islam, muncul kecenderungan sebagian kelompok yang mudah melabeli…

6 hari ago

Dekonstruksi Syariah; Relevansi Ayat-Ayat Makkiyah di Tengah Multikulturalisme

Isu penerapan syariah menjadi bahan perdebatan klasik yang seolah tidak ada ujungnya. Kaum radikal bersikeras…

6 hari ago