Narasi

Dakwah Kok Melaknat, Ngikut Siapa?

“..Seandainya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, pastilah mereka akan menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (QS Ali Imram[3]:159).  Ayat ini ditujukan kepada Nabi Muhammad. Potongan ayat ini dimulai dengan kata seandainya (لو)  yang dalam tata bahasa Arab menunjukan: kemustahilan. Artinya Nabi mustahil bersikap keras dan berhati kasar dalam berdakwah.

Metode dakwah Nabi adalah dakwah dengan kasih sayang, lemah-lembut, dan penuh dangan cinta dan kedamaian. Beliau selalu menjaga perasaan objek dakwahnya. Jika dakwahnya diterima, beliau selalu bersyukur, tetapi jika dakwahnya ditolak, Nabi bersabar, mendoakan mereka dengan kebaikan, Nabi tidak mendendam, apalagi melaknat objek dakwahnya.

Ketika Nabi mengajak Penduduk Thaif agar mengikuti risalahnya. Penduduk Thaif menolak, mengusir Nabi, sebagian ada yang melempar dengan batu sampai badan Nabi berdarah. Nabi tetap bersabar. Datang Jibril mengusulkan agar menimpakan Gunung kepada Penduduk Thaif. Nabi langsung menolak usulan itu sambil menjawab: “Mereka melakukan itu kerena mereka belum tahu.” Suatu jawaban yang sangat indah dan menyejukkan.

Nabi bukan hanya cinta kepada sahabat-sahabatnya, tetapi kepada orang yang menolak keras dakwahnya pun Nabi selalu menunjukkan kasih sayang. Sebab Nabi menyadari bahwa tugasnya hanyalah sekadar menyampaikan, bukan memasukkan hidayah kepada hati manusia. Diterima atau tidak, itu bukan urusannya. Itu adalah urusan Tuhan.

Kesadaran seperti inilah yang membuat Nabi tidak mudah marah, melaknat, dan bersikap arogan. Nabi tidak pernah mamaksakan, apalagi dengan nada mengancam diiringi dengan kata-kata kasar dan kotor kepada orang yang menolak dakwahnya. Intinya, kunci dakwah Nabi adalah kasih sayang dan kelembutan.

Dakwah Kok Melaknat

Fenomena sebagian ustad dan penceramah agama hari ini justru berbalik 360 derejat dengan dakwah Nabi. Dakwah agama tetapi isinya jauh dari nilai-nilai agama. Dakwah di media sosial hari ini dipenuhi caci-maki, ucapan kotor, kata-kata kasar, serta ujaran kebencian lainnya.

Katanya dakwah, yang seharusnya mengajak, tetapi isinya justru melaknat. Jika berseberangan dengan kelompoknya, langsung dicaci-maki. Jika ada ulama yang mengkritik metode dakwah mereka, langsung diserbu dengan ucapan kasar dan kotor, tak jarang mereka mencap ulama itu sebagai ulama abal-abal.

Sikap arogansi, seolah-olah merekalah satunya-satunya pemilik kebenaran, adalah ciri dari gerakan dakwah mereka. Tanpa merasa bersalah dan berdosa, mereka sering mengumpat bahkan mendoakan pihak lain yang mereka anggap sebagai musuh.

Media sosial pernah ramai, pasalnya acara Maulid Nabi, yang seharusnya diisi dengan pesan hikmah dan teladan Nabi, malah isinya kata-kata kotor, busuk, dan kasar. Anehnya, acara itu diisi dengan doa agar pihak yang mereka tuduh sebagai musuh cepat mati.

Ngikut Dakwah Siapa?

Kita patut bertanya: dakwah model begituan, ngikut dakwah siapa? Nabi? Tentu tidak. Nabi tidak pernah –bahkan Al-Quran sendiri menggunakan kata seandainya (menunjukkan mustahil) –melaknat. Nabi tidak pernah mendoakan pihak lain dengan doa yang buruk. Nabi tidak pernah mengumpat objek dakwahnya dengan kata-kata kotor dan busuk.

Nabi tidak pernah memarahi yang menolak dakwahnya dengan kata-kata kasar. Nabi tidak pernah merasa dendam kepada pihak yang memusuhinya. Nabi tidak pernah merasa arogan dan mendaku sebagi satu-satunya pemilik kebenaran.

Jika demikian, dakwah model kalian itu, ngikut siapa? Dalam sejarah dakwah agama –apa pun agamanya –pembawa risalah tidak pernah mendakwahkan agamanya dengan caci-maki, melaknat, marah-marah, apalagi memaksa dan mengancam.

Coba perhatikan bagaimana  Nabi Musa dan Nabi Harun berdakwah kepada Firaun. “Pergilah kamu berdua kepada Firaun, sesungguhnya dia telah melampaui batas. Maka bicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah-lembut, mudah-mudahan dia ingat dan takut.” (QS Thaha [20): 43-44).

Tidak ada manusia sekejam, setengil, sekasar, dan seburuk Firaun. Firaun itu mengaku Tuhan. Ia mendaku pemilik kebenaran. Sangat sombong dan bengis. Orang dengan model seperti ini, Allah masih menyuruh Musa dan Harun agar menyampaikan pesan ilahi dengan lemah-lembut.

Kepada yang suka berdakwah dengan melaknat itu kita bertanya: apakah manusia sekarang lebih kejam, lebih sadis, dan lebih kasar dari Firaun sehingga layak didakwahi dengan kata-kata kasar? Tentu tidak. Manusia objek dakwah mereka adalah manusia biasa yang sedikit pun tidak menyerupai Firaun.

Jika kepada Firaun yang tengil dan sadis itu saja diwajibkan agar berdakwah dengan lemah-lembut, apalagi kepada manusia selain Firaun, maka dakwah kepada mereka harus dengan kata-kata lemah-lembut dan penuh dengan kasih sayang. Bukan malah melaknat dan marah-marah.

Sampai di sini bisa kita jawab. Dakwah mereka bukan mengikuti Nabi dan Rasul lainnya, melainkan mengikuti hawa nafsu dan kepentingan mereka saja.   

This post was last modified on 3 Desember 2020 3:33 PM

Ahmad Kamil

Recent Posts

Sesat Pikir Pengkafiran terhadap Negara

Di tengah dinamika sosial dan politik umat Islam, muncul kecenderungan sebagian kelompok yang mudah melabeli…

4 hari ago

Dekonstruksi Syariah; Relevansi Ayat-Ayat Makkiyah di Tengah Multikulturalisme

Isu penerapan syariah menjadi bahan perdebatan klasik yang seolah tidak ada ujungnya. Kaum radikal bersikeras…

4 hari ago

“Multikulturalitas vis-à-vis Syariat”, Studi Kasus Perusakan Makam

Anak-anak tampak menjadi target prioritas kelompok radikal teroris untuk mewariskan doktrin ekstrem mereka. Situasi ini…

4 hari ago

Bertauhid di Negara Pancasila: Menjawab Narasi Radikal tentang Syariat dan Negara

Di tengah masyarakat yang majemuk, narasi tentang hubungan antara agama dan negara kerap menjadi perbincangan…

5 hari ago

Penangkapan Remaja Terafiliasi ISIS di Gowa : Bukti Nyata Ancaman Radikalisme Digital di Kalangan Generasi Muda

Penangkapan seorang remaja berinisial MAS (18 tahun) oleh Tim Densus 88 Antiteror Polri di Kabupaten…

5 hari ago

Jalan Terang Syariat Islam di Era Negara Bangsa

Syariat Islam dalam konteks membangun negara, sejatinya tak pernah destruktif terhadap keberagaman atau kemajemukan. Syariat…

5 hari ago