Narasi

Memutus Rantai Hoax di Ruang Maya

Hoax dan konten kekerasan di dunia maya adalah hal yang paling membahayakan sekaligus menyebalkan. Teknologi informasi, yang semestinya bermanfaat untuk meningkatkan peradaban manusia, justru kerap disalahgunakan hingga membuat manusia semakin jauh dari sifat beradab. Nilai-nilai kebenaran, kejujuran, dan perdamaian perlahan dikikis oleh kebohongan, dusta, dan kekerasan. Terhadap hal ini, kita tidak boleh tinggal diam. Harus dilakukan perlawanan secara efektif dan sistematis agar perilaku negatif ini tidak terus mengendap dan menyebar.

Pada periode musim panas 2017, Pew Research Center dan Elon University mengadakan penelitian tentang berita palsu dan narasi yang disebarkan secara online. Terkait hal itu, ada juga usaha yang dilakukan untuk menghentikan berita palsu dan narasi tersebut. Pertanyaan yang diajukan kepada responden, dalam 10 tahun ke depan, akankah upaya tersebut membuahkan hasil? Atau sebaliknya bahwa kualitas dan kebenaran informasi online memburuk akibat penyebaran ide yang tidak terpecaya dan berbahaya? Dari 1.116 responden, hasilnya 51% menjawab lingkungan infromasi tidak akan berkembang. Sebanyak 49% menyatakan lingkungan informasi akan membaik (pewinternet.org).

Hasil riset ini memberikan gambaran bahwa mereka yang memiliki pandangan positif terhadap informasi di internet hanya berbeda tipis dengan mereka yang pesimis. Bukti bahwa informasi di jagat maya masih banyak diisi hal negatif sehingga pandangan masyarakat terhadapnya menjadi kurang baik.

Terkait konten negatif di dunia maya, pemerintah makin serius untuk memberantas situs-situs internet yang berbahaya dan tidak bermanfaat (seperti pornografi, hoax, dsb). Salah satu upaya yang dilakukan, melalui Kominfo, adalah mengaktifkan mesin pengais konten negatif. Perangkat teknologi canggih ini bernama Mesin Ais dan mulai beroperasi pada Rabu (3/1/2018). Mesin ini membantu mempercepat proses crawling konten negatif yang selama ini dilakukan secara manual. Jika suatu situs ditemukan konten negatif, maka tim verifikator akan mengkaji ulang. Jika terbukti mengandung muatan negatif, akan disampaikan ke tim eksekutor untuk diblokir.

Dirjen Aptika Kominfo menjelaskan hasil pengujian mesin tersebut. Dalam kurun waktu 3 hari, mesin ini menangkap 1,2 juta URL yang mengandung kata kunci “pornografi”. Dari jumlah ini, 120.000 domain dianalisis lebih lanjut oleh tim verifikator.  Sebagai pembanding, selama bertahun-tahun Kominfo hanya mampu menyaring 750.000 konten pornografi. Tetapi dengan alat ini, hanya tiga hari sudah mencapi 120.000 (www.kompas.com).

Tentu saja, tanggung jawab ini tidak hanya milik pemerintah. Justru masyarakat perlu mengambil peran lebih besar. Pasalnya masyarakat adalah pembaca utama yang disasar oleh pembuat hoax dan narasi kebencian. Jika masyarakat cerdas dan bijak dalam mengkonsumsi informasi, maka hoax dan konten negatif tidak akan menyebar. Sinergi pemerintah dan masyarakat untuk menangkal hoax dan narasi kekerasan akan membuat konten negatif mati dengan sendirinya. Sebaliknya, jika pemerintah dan masyarakat berjalan sendiri-sendiri, niscaya pembuat hoax akan terus bergentayangan.

Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk memutus peredaran hoax dan narasi kekerasan di jagat maya. Pertama, masyarakat perlu terus mengupdate diri terkait modus dan motif yang dilakukan penyebar hoax sehingga bisa membedakan antara hoax dan bukan. Contohnya terkait teks. Dulu, hoax kerap disebarkan dengan menggunakan alamat situs gratis (seperti wordpress dan blogspot). Tetapi kini banyak juga hoax yang ditampilkan dalam situs berbayar. Bahkan sering pembuat hoax mencantumkan situs-situs ternama dan terpecaya sebagai referensi tulisan. Tujuannya membuat pembaca percaya (padahal dalam situs aslinya tidak ada informasi tersebut). Maka kita perlu sangat teliti dengan informasi-informasi yang masuk ke hadapan. Harus disaring berkali-kali sebelum menyebarkannya ke sekitar.

Kedua, masyarakat pun perlu waspada dengan tampilan-tampilan grafis yang masuk ke dalam gadgetnya. Terlebih perkembangan software pengolah gambar yang semakin canggih. Fitnah dan kekerasan dalam menyebar cepat dengan perantara gambar. Dan otak manusia lebih cepat menyerap gambar dibanding tulisan. Gambar hanya membutuhkan beberapa detik untuk dipahami, sementara tulisan perlu dibaca beberapa menit.

Hoax berbentuk gambar pun sangat mudah diproduksi. Siapapun bisa membuatnya. Tinggal mengambil gambar tokoh di internet yang tidak disukai, kemudian diberi tulisan provokatif dan fitnah. Hoax pun siap menyebar. Yang lebih canggih, mengedit gambar hingga seolah-olah nyata. Misalnya foto tokoh nasional yang digabungkan dengan bendera Israel atau bendera PKI. Gambar seperti ini pun dapat menimbulkan keresahan di masyarakat.

Semoga masyarakat dapat semakin bijak dan cerdas dalam mengambil dan menyebarkan informasi di dunia maya. Manfaatkanlah kecanggihan teknologi untuk meningkatkan derajat kehidupan kita. Bukan untuk menyebar dusta dan kebencian kepada orang lain.

Rachmanto M.A

Penulis menyelesaikan studi master di Center for Religious and Cross-cultural Studies, Sekolah Pascasarjana UGM. Jenjang S1 pada Fakultas Filsafat UGM. Bekerja sebagai peneliti.

Recent Posts

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

4 jam ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

4 jam ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

4 jam ago

Politik dan Kesucian: Menyimak Geliat Agama di Pilkada 2024

Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…

4 jam ago

Potensi Ancaman Pilkada 2024; Dari Kekerasan Sipil ke Kebangkitan Terorisme

Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…

1 hari ago

Mencegah Agenda Mistifikasi Politik Jelang Pilkada

Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…

1 hari ago