Mungkin tidak terlalu berlebihan ketika Gary R Bunt mengatakan bahwa globalisasi turut membidani lahirnya terorisme. Globalisasi dengan instrumen penting teknologi komunikasi dan informasi telah melahirkan fenomena terorisme baru yang secara fasih memanfaatkan kehadiran teknologi internet. Fenomena baru menggambarkan bagaimana kelompok radikal terorisme saat ini secara cerdas telah memanfaatkan jaringan internet, khususnya website dan media sosial sebagai media propaganda dan rekruitmen.
Jauh sebelum teknologi internet berkembang pesat seperti saat ini, salah satu jubir al-Qaidah pernah berujar internet adalah “Universitas Studi Jihad al-Qaidah” yang menyediakan beragam materi ajaran, ajakan dan strategi. Apa tujuannya? Secara jujur mereka katakan “Dari pada merekrut dan membawa anggota baru ke Afganistan, lebih mudah dan berharga jika memindahkan pusat pelatihan tersebut ke setiap rumah, tempat tinggal dan setiap desa dan perkampungan muslim di berbagai negara”.
Kalau kita baca dalam spektrum yang lebih luas fenomena penggunaan internet oleh kelompok teroris merupakan suatu pola, modus dan strategi baru yang menggejala secara global. Philip Seib dan Dana M. Janbek menyebutkan fenomena ini sebagai terorisme global dengan media baru dari generasi Pasca al-Qaeda. Kekuatan teroris tidak lagi dari jaringan perseorang tetapi melalui hubungan network melalui media yang terhubung secara global. Melalui media baru ini mereka tidak hanya mengirimkan pesan secara lokal, nasional, regional tetapi berskala global yang menjangkau seluruh audiens.
Sejatinya, pemanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi sebagai alat propaganda terorisme sebenarnya bukanlah hal baru. Bruce Hoffman mencatat bahwa kelompok teroris telah lama memanfaatkan ruang dunia maya (cyberspace) dengan mendirikan ribuan website dari berbagai bahasa. Pola mereka semakin intensif mengikuti perkembangan teknologi dan informasi. Jika dulu hanya sekedar website, saat ini mereka juga rajin berbaur dengan media sosial sebagai media efektif menebar pesan provokatif. Perkembangan terkini mereka juga merambah ke media social mesengger. Melalui media ini mereka membangun komunikasi yang lebih intensif dan tertutup.
Pakar komunikasi, Gabriel Weimann (2014), menenggarai salah satu alasan mengapa kelompok teroris menyukai media sosial sebagai media propaganda karena secara demografis banyak dihuni oleh kalangan muda yang menjadi target dan sasaran potensial dalam proses radikalisasi dan rekruitmen. Ya, generasi muda merupakan incaran sekaligus sebagai mata rantai regenerasi terorisme yang tak kunjung selesai.
Cerdas di Dunia Maya
Memang faktor radikalisasi melalui media online memang tidak bisa dijadikan variable tunggal yang menentukan sikap radikal seseorang. Namun, dunia maya dan terorisme menyajikan fakta bahwa pemuda menjadi salah satu target kelompok teroris yang paling rentan. Hadirnya informasi internet yang cocok dengan gaya hidup anak muda hari ini menjadi sangat efektif dimanfaatkan oleh kelompok teroris dalam penyebaran paham mereka. Karena itulah, upaya kontra terorisme di dunia maya dalam konteks ini tidak hanya untuk membentengi generasi muda dari pengaruh paham radikal dan kekerasan, tetapi yang lebih penting mengajak keterlibatan mereka untuk secara cerdas menjadikan internet sebagai senjata menangkal dan melawan propaganda terorisme di dunia maya.
Anak muda harus dicerahkan dengan pengetahuan dan informasi yang benar tentang bahaya terorisme. Kalangan generasi muda saat ini harus didorong untuk memiliki kapasitas dan skill cerdas media agar mampu menyaring, memilah dan memilih secara selektif berbagai informasi dan pengetahuan yang bertebaran di dunia maya. Karena itulah, gerakan “Cerdas di Dunia Maya” merupakan instrument penting bagaimana mencegah keterpengaruhan anak muda dari paham dan ideologi radikalism
Tiga hari bersama generasi muda penggiat dunia maya di Sumatera Utara telah memberikan berapa pelajaran penting bagaimana membangun jejaring komunitas damai di dunia maya. Para generasi muda ini bukan apaptis dalam menghadang laju propaganda radikalisme di dunia maya. Mereka hanya kurang informasi dan pengetahuan yang memadai tentang bahaya dan ancaman terorisme di dunia maya.
Pelatihan Duta Damai Dunia Maya memberikan suatu harapan baru. Indonesia mempunyai potensi besar melalui generasi muda untuk didorong dan dilibatkan dalam proses mencerdaskan masyarakat melalui penggunaan internet yang cerdas dan bijak. Antusiasme mereka selama mengikuti pelatihan ini menghadirkan energi positif untuk terus mewujudkan Indonesia damai bebas dari kekerasan terorisme. Selamat datang para Duta Damai Dunia Maya.
This post was last modified on 7 April 2016 8:34 AM
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…