Narasi

Meneladani Toleransi dari Akhlak Nabi

Di dalam al-Quran, Allah menyatakan bahwa Rasulullah Saw adalah suri teladan terbaik. Contoh pribadi mulia dengan akhlak paling utama bagi seluruh umat manusia. Beliau adalah orang yang jujur, rendah hari, suka menolong, dan masih banyak lagi kebaikan yang ada dalam dirinya. Dan, semua itu dilakukan tidak semata-mata untuk umat yang beragama Islam, melainkan kepada seluruh manusia.

Ketika kita meniti sejarah, perjuangan Muhammad Saw menyebarkan ajaran agama Islam mendapat tekanan luar biasa di Makkah. Yang kemudian Nabi Muhammad mendapatkan petunjuk untuk hijrah atau pindah. Setelah Nabi Muhammad Saw pindah ke Madinah, nabi dihadapkan pada kehidupan baru di kota tersebut. Masyarakat tersebut ada yang menganut agama Nasrani dan juga Yahudi. Namun, meskipun begitu, mereka menghormati Nabi Muhammad Saw dan sebaliknya Rasul pun juga menghormatinya.

Hingga suatu hari, Nabi Muhammad memutuskan untuk mengumpulkan semua umat yang ada di Madinah dari berbagai latar belakang, lalu melakukan tiga hal  pertama Nabi Muhammad membangun Masjid. Kedua mempersaudarakan antara muslim Madinah dan Muslim Makkah yang ikut dengannya. dan yang ketiga, membuat piagam Madinah yang berisi 45 pasal, isinya berhimpun menjadi satu dan berkomitmen menjadi bangsa yang satu. Di sebutkan juga bahwa pada abad 14, Rasulullah telah menyebut penduduk kota Madinah yang bukan hanya muslim sebagai ummatan wahidan  atau bangsa yang satu. Itulah salah satu alasan mengapa yang dibangun di Rasulullah di Madinah bukan Darul Islam atau negara Islam, tetapi Darussalam yaitu negara perdamaian.

Kisah di atas seharusnya di baca lebih mendalam dan dipahami secara meluas oleh seluruh jajaran masyarakat. Sebab, dengan begitu masyarakat bisa mengerti serta memahami bagaimana sosok yang selalu menjadi panutan dalam ajaran Islam tidak pernah melakukan kejahatan intoleransi.  Bahkan sejarahnya sangat tertulis dengan jelas, beliau mempersatukan peradaban manusia yang berangkat dari latar belakang yang berbeda-beda menjadi satu-kesatuan.

Baca Juga : Tolak Intoleransi Sejak Dari Diri Sendiri

Selaras dengan itu, ada juga sebuah hadits yang mengatakan, suatu hari jenazah orang Yahudi melintas di depan Nabi Muhammad Saw dan para sahabat. Nabi Muhammad pun berhenti dan berdiri. Para sahabat terkejut, kemudian bertanya: “Kenapa engkau berhenti Ya Rasulullah?, sedangkan itu adalah jenazah orang Yahudi”. Nabi kemudian menjawab: “Bukankah dia manusia?” (HR. Bukhari Muslim).

Ketika Rasulullah Saw tiba-tiba berdiri, tentu saja para sahabat kaget. Namun, para sahabat akhirnya paham, ternyata Rasulullah Saw tidak mengikuti ritual pemakaman orang Yahudi tersebut. Beliau cuma berdiri, tidak sampai mengantarkan ke liang lahat dengan berbagai ritual. Sederhananya, apa yang dilakukan oleh Muhammad Saw adalah menghargai dan menghormati jenazah orang Yahudi tersebut.

Betapa indahnya ketika sikap saling menghormati selalu tertanam dalam diri manusia. Gambaran sederhananya, kita akan menemukan sikap-sikap saling mengasihi dan mencintai. Kasih sayang dan dorongan untuk tolong-menolong pasti akan menjadi sumber utamanya. Sebab, tidak ada yang lebih baik lagi selain sama-sama memanusiakan manusia. Pun kita beragama juga karena agar kita memiliki akhlak dan nurani yang baik. Lantas mengapa harus bersikap intoleransi?

Memahami hal itu, agama seharusnya bisa menjadi energi positif untuk membangun nilai toleransi, guna mewujudkan negara yang adil dan sejahtera, serta hidup berdampingan dalam perbedaan. Untuk itu kita perlu menyadari, meski setiap agama tidak sama, namun pasti setiap agama mengajarkan kebaikan dan toleransi. Sejalan dengan itu, baik dalam kehidupan beragama ataupun kehidupan dalam dunia majemuk harus dan siap untuk menerima kenyataan bahwa dalam masyarakat ada cara hidup, berbudaya, dan keyakinan agama yang berbeda-beda.

Untuk itu, Jangan pernah merasa benar dengan apa yang kita lakukan, karena belum tentu apa yang kita anggap benar itu baik untuk orang lain. Sudah seharusnya kita bersama-sama meneladani akhlak yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. Agar menemukan benih-benih cinta dalam bermasyarakat dan bersosial. Hingga setiap dari kita bisa menyebarkan pentingnya kemanusiaan.

Sudiyantoro

Penulis adalah Penikmat Buku dan Pegiat Literasi Asli Rembang

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

21 jam ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

21 jam ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

21 jam ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

2 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

2 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

2 hari ago