Narasi

Menimbang Dampak Maslahat-Mudharat Fatwa Jihad ke Palestina

IUMS (International Ulama Muslim Scholars) beberapa waktu yang lalu, mengeluarkan sebuah fatwa seruan Jihad ke Palestina. Mendesak seluruh umat Islam untuk melawan pendudukan (Israel), baik secara militer, ekonomi dan politik. Bahkan, memprovokasi negara-negara mayoritas muslim di seluruh dunia untuk turun tangan menanggapi seruan jihad perang tersebut.

Menyikapi fatwa tersebut, tentunya kita tidak bisa dengan mudah menerima (taklid buta) fatwa tersebut sebagai kemutlakan hukum yang harus diikuti. Sebab, kita harus menimbang dampak maslahat-mudharat-nya fatwa jihad tersebut. Apabila fatwa jihad tersebut cenderung pada dampak mudharatnya, maka fatwa tersebut tak layak untuk diikuti. Begitu juga sebaliknya.

Jika kita kuliti, fungsi dari fatwa jihad ke Palestina yang dikeluarkan oleh IUMS ini cenderung akan membawa dampak mudharat. Mengapa demikian? Karena akan melahirkan perilaku dhirar. Yakni akan membawa kehancuran bagi diri sendiri (negara sendiri) akibat kecamuk perang. Serta merugikan orang lain, termasuk (rakyat Palestina) yang telah lama menderita dan sengsara akibat perang itu.

Di dalam Islam, perilaku dhirar (membuat kekacauan) yang dapat merugikan banyak pihak merupakan perilaku yang dilarang. Sebagaimana dalam potongan sebuah Hadits  Rasulullah SAW, bahwasanya: La dharara wala dhirara. Apa yang kita kenal dalam prinsip usul Fiqh, bahwa: kita tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membahayakan orang lain.

Dalam konteks membaca dan menimbang fatwa seruan jihad perang ke Palestina. Jelas, fatwa tersebut cenderung akan melahirkan banyak kemudharatan. Yakni akan berpotensi merobek stabilitas perdamaian global dan akan melahirkan krisis kemanusiaan yang berkepanjangan.

Kita harus sadar. Bahwa berjuang, mendukung dan berada di samping perjuangan Palestina adalah tugas kemanusiaan kita bersama. Bahkan di Indonesia, perjuangan dan dukungan untuk Palestina telah menjadi amanat UUD 1945.  Tetapi, kita harus menjamin, solidaritas perjuangan dan dukungan itu terhindar dari perilaku dhirar tersebut, bukan justru terjerumus dalam perilaku dhirar yang akan melahirkan masalah baru yang dapat merugikan orang banyak.

Merefleksikan Fatwa Jihad Palestina dalam Semangat Kebangsaan

Membela Palestina lewat perang, berarti memberikan kesengsaraan yang sama terhadap rakyat Palestina. Di sinilah pentingnya merefleksikan semangat seruan jihad untuk Palestina yang dikeluarkan IUMS ke dalam semangat kebangsaan. Yakni semangat jihad yang lebih menjunjung kemanusiaan, perdamaian, kemaslahatan dan terhindar dari kemudharatan.

Berulang-kali Saya selalu tegaskan, yang rakyat Palestina inginkan itu bukan peperangan. Mereka sejak lahir hingga dewasa telah menderita akibat perang. Seruan jihad perang sama-halnya memberikan penderitaan yang sama. Terus berjuang mengecam segala bentuk agresi Israel atas Palestina di dunia International, mendukung kemerdekaannya dan membantu kemanusiaan terhadap rakyat Palestina. Semua itu semangat jihad yang adiluhung dan tidak membahayakan siapa-pun, termasuk rakyat Palestina itu sendiri.

Yang harus kita hindari dan jauhi dari seruan fatwa jihad Palestina yang dikeluarkan IUMS itu adalah perilaku dhirar (potensi kemudharatan yang muncul dalam fatwa tersebut). Yakni perilaku yang akan dapat membawa (kerusakan, kehancuran dan penderitaan) bagi kita sendiri (negara sendiri) mau-pun orang lain (rakyat Palestina). Bahkan seluruh negara jika ikut terjerumus dalam kekeruhan pertumpahan darah yang tak menemukan ujung penyelesaian.

Seperti yang telah ditegaskan dalam beberapa argumentasi di atas. Bahwa, fatwa jihad ke Palestina ini setelah kita telaah, amati dan membaca konsekuensi sosial di baliknya. Sejatinya fatwa jihad tersebut cenderung pada kemudharatan. Dalam arti fungsional, fatwa tersebut tidak boleh kita jadikan legitimasi untuk bertindak kekacauan mengatasnamakan jihad Islam untuk Palestina.

Sitti Faizah

Recent Posts

Agama Cinta Sebagai Energi Kebangsaan Menjinakkan Intoleransi

Segala tindakan yang membuat kerusakan adalah tidak dibenarkan dan bukan ajaran agama manapun. Kita hidup…

1 minggu ago

Bagaimana Menjalin Hubungan Antar-Agama dalam Konteks Negara-Bangsa? Belajar dari Rasulullah Sewaktu di Madinah

Ketika wacana hubungan antar-agama kembali menghangat, utamanya di tengah menguatnya tuduhan sinkretisme yang dialamatkan pada…

1 minggu ago

Menggagas Konsep Beragama yang Inklusif di Indonesia

Dalam kehidupan beragama di Indonesia, terdapat banyak perbedaan yang seringkali menimbulkan gesekan dan perdebatan, khususnya…

1 minggu ago

Islam Kasih dan Pluralitas Agama dalam Republik

Islam, sejak wahyu pertamanya turun, telah menegaskan dirinya sebagai agama kasih, agama yang menempatkan cinta,…

1 minggu ago

Natal sebagai Manifestasi Kasih Sayang dan Kedamaian

Sifat Rahman dan Rahim, dua sifat Allah yang begitu mendalam dan luas, mengandung makna kasih…

1 minggu ago

Ketika Umat Muslim Ikut Mensukseskan Perayaan Natal, Salahkah?

Setiap memasuki bulan Desember, ruang publik Indonesia selalu diselimuti perdebatan klasik tak berujung: bolehkah umat…

1 minggu ago