Narasi

Menjadi Khalifah di Muka Bumi: Melindungi Alam dari Penjahat Lingkungan, Menjaga Kehidupan Umat dari Propaganda Radikal

Menjadi khalifah di muka bumi adalah mandat moral dan spiritual yang diberikan Allah kepada manusia. Mandat ini bukan hanya berupa kehormatan, tetapi juga tanggung jawab besar untuk menjaga keberlangsungan alam dan kehidupan umat manusia.

Dalam perspektif Islam, tugas ini berdiri di atas prinsip keseimbangan—keseimbangan antara hablum minal alam (hubungan manusia dengan alam) dan hablum minannas (hubungan manusia dengan sesama manusia).

Dua aspek itu tidak boleh berjalan sendiri-sendiri, apalagi saling menegasikan. Justru keduanya harus seiring, karena alam yang rusak akan merusak kehidupan manusia, dan manusia yang rusak akan merusak alam. Dengan demikian, menjadi khalifah berarti menjaga seluruh sisi kehidupan agar tetap harmonis, adil, dan lestari.

Memahami mandat itu penting khususnya ketika kita melihat realitas dunia hari ini. Kerusakan lingkungan terjadi di mana-mana—mulai dari banjir, tanah longsor, degradasi hutan, hingga perubahan iklim—yang sebagian besar disebabkan oleh ulah manusia.

Di sisi lain, kita juga harus mewaspadai kelompok tertentu yang mengatasnamakan agama untuk merusak kehidupan sosial dengan kekerasan, terorisme, serta tindakan ekstrem yang justru bertentangan dengan nilai-nilai Islam.

Dua bentuk kerusakan ini memiliki akar yang sama: penyimpangan dari nilai-nilai kekhalifahan yang mengajarkan tanggung jawab, akhlak, dan keseimbangan.

Karena itu, memperkuat pemahaman bahwa manusia adalah khalifah harus diarahkan pada dua hal sekaligus: menjaga alam dan menjaga kehidupan umat dari kerusakan sosial, ideologis, maupun moral.

Islam menempatkan alam sebagai amanah yang harus dipelihara. Dalam berbagai ayat, Allah menggambarkan bumi sebagai tempat yang ditundukkan bagi manusia agar bisa dimanfaatkan tanpa harus dieksploitasi.

Manusia diberi kebebasan untuk mengelola alam, tetapi kebebasan itu dibatasi oleh prinsip tidak berlebihan dan tidak menimbulkan kerusakan. Ketika manusia melampaui batas, maka kerusakan akan kembali kepada dirinya sendiri.

Di sanalah letak keseimbangan hablum minal alam: manusia berhak memanfaatkan sumber daya alam, namun harus tetap menjaga keberlanjutan dan tidak merugikan makhluk lain maupun generasi mendatang. Alam bukan objek untuk dieksploitasi tanpa batas, tetapi mitra dalam siklus kehidupan yang harus dijaga dan dihormati.

Namun, menjaga alam saja tidak cukup jika relasi antarmanusia turut rusak. Sebagian kelompok ekstrem bahkan menggunakan isu lingkungan untuk membenarkan tindakan kekerasan. Mereka mengklaim bahwa merusak infrastruktur, mengganggu stabilitas, atau melakukan sabotase energi adalah cara “menjaga bumi dari kerusakan modern.”

Cara pandang ini sangat berbahaya. Menjaga alam tidak boleh dilakukan dengan merusak kehidupan umat. Prinsip hablum minannas jelas melarang tindakan yang menimbulkan ketakutan, kerusakan sosial, atau hilangnya nyawa manusia.

Islam menegaskan bahwa menjaga nyawa satu manusia sebanding dengan menjaga seluruh kehidupan, sementara merusaknya sebanding dengan merusak seluruh kehidupan.

Jadi, tidak ada satu pun pembenaran bahwa menjaga alam dapat dilakukan dengan cara-cara ekstrem yang mengancam kemanusiaan.

Di sanalah agama menuntun manusia untuk mengambil jalan tengah. Syariat Islam mengedepankan keseimbangan antara kemaslahatan alam dan kemaslahatan manusia.

Jika hanya fokus pada alam tetapi mengabaikan kehidupan umat, maka mandat kekhalifahan menjadi timpang. Begitu pula jika hanya fokus pada manusia tetapi merusak alam, maka kehidupan umat juga akan hancur.

Banjir, longsor, krisis pangan, dan bencana lainnya menjadi bukti nyata bahwa kerusakan alam akan langsung berdampak pada manusia. Karena itu, tugas khalifah bukan memilih salah satu, melainkan menjaga keduanya.

Alam yang sehat melahirkan kehidupan umat yang sehat, dan masyarakat yang damai melahirkan tata kelola alam yang beradab.

Saat ini, peran menjadi khalifah semakin relevan ketika kita melihat bagaimana kelompok radikal merusak tatanan sosial dengan dalih agama. Mereka mengajarkan pembacaan agama yang sempit dan mengabaikan nilai Islam yang rahmatan lil ‘alamin.

Mereka memisahkan agama dari kemanusiaan, seolah ajaran Islam hanya tentang ritual dan tidak terkait dengan kasih sayang, persaudaraan, serta pemeliharaan kehidupan. Inilah bentuk pengkhianatan terhadap amanah kekhalifahan.

Sebab, menjadi khalifah berarti menghadirkan kemaslahatan, bukan menebar ketakutan; menghadirkan kedamaian, bukan menciptakan kekacauan; menjaga kehidupan, bukan merampasnya.

Maka untuk itu, umat Islam hari ini harus kembali memahami esensi kekhalifahan dalam makna yang utuh. Kita harus membangun kesadaran ekologis yang berakar pada nilai spiritual sekaligus memperkuat nilai sosial yang mendorong perdamaian dan keadilan.

Dengan menyeimbangkan hablum minal alam dan hablum minannas, manusia dapat menjalankan amanah sebagai khalifah dengan penuh tanggung jawab, keadilan, dan kasih sayang, demi keberlangsungan kehidupan dan terwujudnya rahmat bagi seluruh alam.

Farisi Aris

Recent Posts

Kampanye Khilafah di Momen Bencana; Dari Krisis Ekologis ke Krisis Ideologis

Di tengah momen duka bangsa akibat bencana alam di Sumatera Utara, Aceh, dan Sumatera Barat,…

3 jam ago

Kampanye Ekologi dan Bencana Ekstremisme: Perlukah Diserukan Tokoh Lintas Agama?

Di tengah krisis lingkungan global dan meningkatnya gelombang ekstremisme, masyarakat dunia menghadapi dua ancaman berbeda…

3 jam ago

Ksatria dan Pedagogi Jawa

Basa ngelmu Mupakate lan panemu Pasahe lan tapa Yen satriya tanah Jawi Kuno-kuno kang ginilut…

3 hari ago

Ketika Virus Radikalisme mulai Menginfeksi Pola Pikir Siswa; Guru Tidak Boleh Abai!

Fenomena radikalisme di kalangan siswa bukan lagi ancaman samar, melainkan sesuatu sudah meresap ke ruang-ruang…

3 hari ago

Pendidikan Bela Negara dan Moderasi Beragama sebagai Benteng Ekstremisme

Indonesia, sebagai negara dengan keberagaman etnis, agama, dan budaya, menghadapi tantangan besar dalam menjaga persatuan…

3 hari ago

Narasi Tagut : dari Doktrin ke Aksi Teror-Jurnal Jalan Damai Vol. 1. No. 9 November 2025

Salam Damai, Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas terbitnya Jurnal Jalan…

3 hari ago