Categories: Kebangsaan

Menjadi Pahlawan Tanpa Medan Perang

Bagi saya, pahlawan adalah orang yang berani mengorbankan kenyamanannya sendiri demi memperjuangkan kenyamanan orang banyak. Mereka rela menanggalkan kenyamanan pribadinya hanya agar ada lebih banyak orang yang bisa mendapatkan kenyamanan yang menjadi hak mereka. Pahlawan kemerdekaan adalah salah satu contoh nyata betapa kenyamanan mereka nyaris tidak pernah mereka hiraukan, mereka rela bertarung melawan penjajah hanya agar kemerdekaan bisa dirasakan seluruh masyarakat Indonesia.

Sejarah panjang perjuangan para pahlawan itu tersimpan rapi dalam kenangan dan peninggalan yang masih bisa kita rasakan bersama hingga hari ini, yakni kemerdekaan dan kedaulatan sebagai Indonesia yang berdiri tegap di tengah segala perbedaan yang ada. Meski peristiwa perebutan kemerdekaan telah terjadi lebih dari setengah abad yang lalu, namun semangat perjuangan itu masih tetap terasa hingga kini.

Semangat tersebut harus tetap dijaga karena perjuangan masih tetap diperlukan. Jika dulu para pahlawan berjuang dengan mengusir para penjajah, maka kini perjuangan yang kita lakukan adalah memastikan bahwa penjajah tidak lagi kembali ke negeri ini, baik untuk melakukan penjajahan fisik maupun penjajahan dalam bentuk lainnya.

Di masa modern seperti saat ini, menjadi pahlawan tidak harus selalu berarti bertempur di medan perang, terutama setelah teknologi informasi mengalami perkembangan yang begitu pesat, musuh-musuh pengancam persatuan dan kesatuan bangsa semakin sulit dilihat secara kasat mata, sehingga perjuangan yang diperlukan untuk menjaga keutuhan bangsa ini pun harus dilakukan dengan cara yang berbeda pula.

Saat ini memang tidak ada lagi penjajah yang terlihat secara kasat mata menindas rakyat Indonesia, tetapi hal itu tidak serta merta berarti bahwa tidak ada orang yang menginginkan bangsa ini hancur dan merana. Tidak tampak mata bukan berarti mereka tidak ada. Namun sebagaimana pesan Bung Karno, perjuangan kita saat ini akan lebih sulit daripada perjuangan para pahlawan di masa lalu, karena musuh yang kita lawan saat ini adalah bangsa kita sendiri.

Mereka adalah orang-orang yang lahir dan menikmati seluruh keindahan Indonesia namun alih-alih berterimakasih dan turut menjaga Indonesia, mereka malah sibuk mengingkari keindahan Indonesia dan berusaha sebisa mungkin untuk menghancurkannya. Mereka seolah tidak pernah berhenti membuat seluruh perjuangan para pahlawan di masa lalu menjadi mubadzir; percuma dan sia-sia. Hanya saja mereka lupa, di negeri ini masih ada kita, orang-orang yang begitu mencintai indonesia dan akan serius mempertahankan negeri ini sampai akhir hayat.

‘Peperangan’ yang paling sering dijumpai saat ini terjadi di ranah dunia maya, dunia yang satu ini semakin penuh sesak dengan umpatan dan cacian kebencian. Masyarakat seperti tengah digiring menuju labirin kebencian dan permusuhan yang akhirnya membuat bangsa ini hancur berantakan. Masyarakat mulai dipecah-pecah dalam kotak-kotak perbedaan yang di dalamnya disisipi ajakan-ajakan untuk menghancurkan kotak lain yang dianggap kurang kotak.

Kita sedang digiring untuk lupa Indonesia, lupa pada budaya dan kebiasaan agung bangsa Indonesia. Kepala kita mulai disesaki ajakan-ajakan untuk lebih mementingkan membenci daripada menyayangi. Kita pun diseret untuk menganggap perbedaan sebagai musuh yang harus dihancurkan. Akibatnya, tidak sedikit dari kita yang telah benar-benar lupa cara menjadi orang Indonesia.

Karenanya perjuangan yang perlu kita lakukan saat ini adalah tetap menjadi Indonesia; yang berbudaya dan berbudi luhur. Kita semua bisa menjadi pahlawan tanpa perlu sekalipun angkat senapan perang, karena apapun yang kita lakukan –selama itu untuk menjaga dan membangun negeri– adalah bagian dari perjuangan yang akan menjadikan kita semua pahlawan. Memberikan tempat duduk  kepada orang lain yang lebih membutuhkan di angkutan umum, berbelanja di pasar tradisional, membeli produk-produk lokal, memungut sampah di jalan dan membuangnya ke tempat yang benar, tidak pernah tertarik untuk memancing keributan, dan selalu menghormati perbedaan, adalah sedikit contoh dari perjuangan yang hanya bisa dilakukan oleh pahlawan. Jadi, masih males jadi pahlawan? Semoga tidak.

This post was last modified on 10 November 2015 7:10 PM

Ahmad Vauzi

Aktifis dan pemerhati sosial, aktif melakukan advokasi pemenuhan hak-hak buruh. tinggal dan berkarya di Jakarta.

Recent Posts

Mereduksi Fetakompli Radikalisme dengan Berislam secara Logis

Ada statment yang selalu diserukan oleh kelompok radikal. Bahwasanya: “Khilafah itu adalah bukti kegemilangan peradaban…

3 jam ago

Mengantisipasi Residu Kebangkitan Terorisme di Suriah dengan Ideologisasi dan Diplomasi

Perkembangan mengkhawatirkan terjadi di Suriah. Kelompok pemberontak Suriah menyerbu dan merebut istana Presiden Bashar al-Assad…

1 hari ago

Algoritma Khilafah; Bagaimana Para Influencer HTI Mendominasi Semesta Virtual?

Pasca dibubarkan dan dilarang pemerintah pada medio 2019 lalu, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) telah melakukan…

1 hari ago

Islam Membaca Fenomena Golput : Kegagalan Demokrasi atau Apatisme Politik?

Gawai besar pemerintah untuk menyelenggarakan Pemilihan Umum Daerah (Pilkada) serentak telah usai dihelat 27 November…

1 hari ago

Tantangan dan Peluang Penanggulangan Terorisme di Era Prabowo

Predikat zero terrorist attack di akhir masa pemerintahan Joko Widodo sekilas tampak menorehkan catatan positif…

2 hari ago

Peran Agama dalam Membangun Ketahanan Demokrasi Pasca Pilkada 2024

Pilkada 2024 menjadi salah satu momen penting dalam perjalanan demokrasi di Indonesia. Ajang ini melibatkan…

2 hari ago