Narasi

Menjadikan Ramadhan sebagai Bulan Anti Kebencian

Guncangan aksi teror yang terjadi di Mako Brimob, Surabaya, dan Sidoarjo, sungguh memilukan, memalukan, sekaligus meresahkan. Kemanusiaan, keislaman, keagamaan, dan keindonesiaan menjadi tercoreng lantaran ‘orang gila’ yang salah pergaulan. Sungguh kini kita benar-benar berduka cita atas kepergian sahabat-sahabat yang menjadi korban. Semoga mereka ditempatkan di surga. Sedang pelakunya terkutuk di neraka.

Melalui kejadian yang menyesakkan itu, kita semakin dituntut untuk menjadi satu, menjadi Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Karenanya, kita perlu mencuci diri dari pikiran-pikiran dan ujaran-ujaran kebencian, terlebih bulan suci Ramadhan.

Dikabarkan, bahwa bulan Ramadhan merupakan “alat mandi” bagi kita yang berlumur dosa, terutama dosa-dosa kebencian dan kedengkian. Bahkan, setelah kita mampu menempuhnya dengan segala jenis pantangan, semua bentuk kekhilafan bisa terampuni. Tanpa terkecuali! Dengan catatan, ikhlas dan Lillah.

Masalahnya, bisakah kita menghadapi segala jenis godaan setan yang “gosipnya” diborgol? Mampukah kita menjaga mata, telinga, mulut, hati, dan tingkah laku tanpa ada rasa benci, iri dan dengki?

Sebagai umat Muslim, tentunya harus bangga dengan datangnya bulan penuh berkah ini. Terlebih, bulan tersebut diklaim sebagai pelipat ganda pahala yang bisa dijadikan “ongkos” untuk menuju ridha dan surga-Nya. Karenanya, sungguh merugi ketika kita sampai menyia-nyiakan dan membiarkan kebencian tetap bersemayam dalam diri di bulan suci.

Lalu, sudahkan kita siap menghadapi bulan penuh berkah tanpa ada rasa kebencian dan kekerasan? Benarkah dengan menahan rasa lapar bisa membuat kita lebih sabar? Atau malah justru semakin membuat kita semakin kasar?

Untuk itu, penting bagi kita mengingat kembali tentang beberapa hal yang telah disabdakan oleh yang mulia, Nabi Muhammad Saw. tentang bekal-bekal menghadapi bulan Syahrut Tilawah (bulan membaca al-Qur’an atau bulan memahami makna-makna al-Qur’an).

Berharap semoga, dengan kita mengingat kembali pesan Rasulullah Saw., kita lebih cerdas dalam menjalankan ibadah puasa Ramadhan. Sehingga, pada akhirnya kita bisa benar-benar mampu meraih keberkahan dan keistimewaan bulan syahdu tersebut dengan tanpa ada kebencian, terlebih kekerasan. Dan, inilah pesan beliau tentang hal-hal yang perlu kita persiapkan menjelang atau pada saat bulan suci.

Pertama, tidak menyia-nyiakan bulan Ramadhan, tetapi menggunakannya dengan sebaik-baiknya. Misal, tidak pernah alpa dalam shalat  tarawih, tidak lupa untuk berburu malam Lailatul Qadar. Meningkatkan sunnah, terutama qiyamul lail (shalat malam).

Kedua, mengingat bahwa pahala di bulan Ramadan dilipat gandakan. Karena, ketika kita melantunkan ayat suci di selain bulan Ramadhan, hanya akan dihitung satu pahala per hurufnya. Tetapi, ketika di bulan suci menjadi sepuluh pahala. Untuk itu, usahakan kita bisa mengkhatamkan al-Quran, minimal satu kali. Lalu, mengamalkan apa yang tertera di dalamnya, terutama pada ayat-ayat toleransi.

Ketiga, belajar melatih kesabaran. Seperti yang kita ketahui, bahwa ketika kita lapar, maka setiap perbuatan dan tingkah laku akan cenderung sensitif. Karenanya, kita harus bisa membedakan antara laparnya orang yang berpuasa dan yang tidak. Di mana orang yang tidak berpuasa akan mengekspresikan kemarahannya, sedang orang yang berpuasa dipastikan hanya akan mengelus dada dan berdoa demi kebaikan-kebaikan.

Keempat, menumbuhkan semangat simpati kita kepada orang lain. Dalam hal ini, bisa dicontohkan dengan berbagi ta’jil (makanan untuk berbuka puasa). Sebab, semakin kita rajin bersedekah, maka rasa kemanusiaan kita akan semakin tumbuh. Sehingga, rasa simpati kita akan terbangun dengan baik, dan akan sulit untuk menjadi orang pelit.

Kelima, meningkatkan amal baik kepada orang lain, terlebih kepada orang tua, keluarga, dan negara. Sebab, seyogyanya kita hidup hanya untuk beribadah dan bermanfaat. Karenanya, hendaknya kita selalu berusaha untuk menolong sesama tanpa pamrih, dan tanpa membeda-bedakan golongan, suku, dan ras.

Keenam, memperbanyak doa dan mengemis ampunan-Nya. Sayyidina Ali bin Abi Thalib pernah mengatakan, “Kalau kamu ingin melihat pendosa, maka bercerminlah.” Jika demikian, maka harus diakui bahwa kita bukanlah orang yang suci dari dosa-dosa. Karena itu, sudah seharusnya kita wajib mempersering untuk membaca istighfar demi keselamatan dan kebaikan.

Bismillah, semoga enam hal penting tersebut bisa kita lakukan di bulan suci Ramadhan. Sehingga, kalaupun kita tidur akan dihitung ibadah, ketika bernafas dinilai bertasbih, dan ketika berdoa diijabahi. Serta, dipastikan gaya ber-Islam kita akan menyejukkan hingga benar-benar rahmatan lil alamin tanpa dipagari oleh dinding-dinding kebencian, kekerasan, dan keserakahan.

Ach Fawaid

Keagamaan di Garawiksa Institute, Yogyakarta

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

1 hari ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

1 hari ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

1 hari ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

2 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

2 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

2 hari ago