Narasi

Menjaga Persatuan di Tengah Gempuran Narasi Konspirasi dan Hoaks

Pada 2 Mei 2023 kemarin, terjadi peristiwa penembakan di kantor pusat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jakarta Pusat. Awalnya, pelaku memaksa bertemu pimpinan MUI, karena tidak diperbolehkan, pelaku melepaskan tembakan air soft gun. Pelaku pun berhasil diringkus polisi, tapi saat ditangkap pelaku pingsan dan akhirnya dilarikan ke puskesmas, sampai dokter menyatakan, bahwa pelaku telah minggal dunia.

Imbas dari peristiwa tersebut, menuai beberapa teori konspirasi dan berita bohong (hoaks). Seperti halnya peristiwa tersebut merupakan desain pemerintah, narasi membrangus MUI, dan cipta kondisi menjelang pemilu. Parahnya berita tersebut dibuat oleh beberapa kolompok intoleran dan pendukung yang mengataskan salah salah satu calon, guna mencari suara di pemilihan nanti. Jika hal demikian dibiarkan terus menerus, tanpa adanya tindakan dari pemerintah maupun masyarakat, maka persatuan Bangsa Indonesia akan terancam pudar.

Menurut Muhammad Nurul Huda, M.H.—dosen Hukum UNISSULA Semarang—, penyebab hoaks yang semakin menggurita di Indonesia disebabkan oleh berbagai persoalan. Pertama, berita tersebut memiliki bernuansa provokatif. Berita-berita  yang memiliki nuansa provokatif merupakan trobosan yang baik dalam penyebaran hoaks. Apalagi sekarang sedang masa-masa pemilu yang rawan akan gesekan karena perbedaan pilihan calon pemimpin, maka dengan sangat mudah masyarakat akan menerima dan menyebarkan berita hoaks, tanpa adanya klarifikasi terhadap berita tersebut.

Kedua, Bangsa Indonesia memiliki kelemahan dalam literasi, artinya masyarakat Indonesia minim membaca dan minim bacaan yang layak. Sehingga masyarakat Indonesia sulit membedakan yang mana hoaks dan mana fakta. Bahkan, impilkasi terbesarnya adalah jika masyarakat Indonesia menerima berita hoaks akan dengan suka rela menyebar luaskanya tanpa berpikir panjang kosekuensi logisnya.

Padahal menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet (APPJI) pada tahun 2022, data pengguna internet di Indonesia sangatlah tinggi, yakni 50 orang atau sekitar 143 juta orang dari 262 juta orang terkoneksi dengan internet. Dengan perbandingan tersebut, jika tidak ada sistem atau tindakan dari pemerintah yang membendung berita hoaks,  maka akan membahayakan kelangsungan bangsa ini. Apalagi Indonesia sejak dulu terkenal dengan budayanya yang rukun, guyub, dan santun, jika tidak dijaga dengan baik, maka frame tersebut akan hilang ditelan zaman.

Jika kita berkaca pada negara Inggris, perbuatan tersebut termasuk dalam kategori kejahatan nasional, maka Negara Inggris benar-benar menyatakan perlawanan terhadap berita hoaks. Tidak hanya Inggris, Amerika pun juga menyatakan perang terhadap perbuatan tersebut, bahkan pelakunya dikenai hukuman yang sangat berat. Sebab, penyebaran berita tersebut akan mengancam stabilitas ekonomi, sosial dan budaya negara.

Namun, bagaimanakah sikap Negara Indonesia dalam menyikapi berita hoaks? Iya, memang Indonesia sudah memiliki UU ITE, tapi dalam realitanya Undang-undang tersebut kurang memberikan secercik cahaya perubahan yang lebih baik bagi bumi pertiwi. Lebih lagi jika dalam pelaksanaanya tidak didukug oleh tenaga ahli dan teknologi yang kurang memadai, maka penyebaran berita hoaks sangat sulit untuk dicari dan dihindari.

Disadari atau tidak, sebenarnya  berita hoaks sudah menjadi konsumsi negeri ini setiap hari dari awal membuka mata untuk melihat dunia maya dan dunia nyata sampai menutup mata. Apalagi dalam penyebaran berita hoaks didukung oleh situasi yang pas, misalnya pemilu, SARA, dan bahkan hari-hari nasional.

Menjaga Persatuan Bangsa

Menurut Septiaji Eko Nugroho—Ketua Masyarakat Indonesia Anti hoax—terdapat berbagai tips agar masyarakat tidak terjebak hoax, yaitu hati-hati dengan judul yang provokatif, mencermati alamat situs, mengecek fakta, dan cek keaslian foto. Intinya adalah saring sebelum sharing. Dengan demikian, akan meminimalisir terjadinya perpecahan bangsa dan persatuan NKRI tetap terjaga. Wallahu a’lam bi al-shawaab

This post was last modified on 8 Mei 2023 2:41 PM

Ahmad Asrori

Recent Posts

Konsep Islam Menentang Tiga Dosa Besar Dunia Pendidikan

Lembaga pendidikan semestinya hadir sebagai rumah kedua bagi peserta didik untuk mendidik, mengarahkan dan membentuk…

1 hari ago

Pemaksaan Jilbab di Sekolah: Praktir yang Justru Konsep Dasar Islam

Dalam tiga tahun terakhir, kasus pemaksaan hijab kepada siswi sekolah semakin mengkhawatirkan. Misalnya, seorang siswi…

1 hari ago

Memberantas Intoleransi dan Eksklusivisme yang Menjerat Pendidikan Negeri

Dua tahun lalu, seorang siswi SDN 070991 Mudik, Gunungsitoli, Sumatera Utara, dilarang pihak sekolah untuk…

1 hari ago

Riwayat Pendidikan Inklusif dalam Agama Islam

Indonesia adalah negara yang majemuk dengan keragaman agama, suku dan budaya. Heterogenitas sebagai kehendak dari…

2 hari ago

Hardiknas 2024: Memberangus Intoleransi dan Bullying di Sekolah

Hardiknas 2024 menjadi momentum penting bagi kita semua untuk merenungkan dan mengevaluasi kondisi pendidikan di…

2 hari ago

Sekolah sebagai Ruang Pendidikan Perdamaian: Belajar dari Paulo Freire dan Sekolah Mangunan Jogjakarta

Bila membicarakan pendidikan Paulo Freire, banyak ahli pendidikan dan publik luas selalu merujuk pada karya…

2 hari ago