Narasi

Menolak Rasisme, Mengamalkan Ayat Persaudaraan

Kamis (19/7) lalu, Parlemen Israel mensahkan Undang-undang (UU) Negara Nasional yang cukup kontroversial. Bagaimana tidak, dalam UU tersebut, disebutkan bahwa Israel sebagai “tanah air historis orang Yahudi” dan mengatakan bahwa Yahudi memiliki hak untuk menentukan nasibnya sendiri di sini. Tentu saja, UU ini sarat dengan muatan diskriminasi berdasarkan etnis tertentu, yang membahayakan keberadaan etnis lain.

Menyadari bahwa UU tersebut bermuatan diskriminasi, banyak pihak yang mengecam peraturan tersebut. Reuven Rilvin, Presiden Israel, menolak rancangan tersebut –hal yang jarang terjadi di Israel. “Apa benar kita mau mendukung diskriminasi dan eksklusivitas lelaki dan perempuan berdasarkan etnisnya?” kata Rilvin. (dw.com)

Jika kita mengikuti perkembangan konflik di Israel dan sekitarnya (Palestina), tentu akan menilai undang-undang ini hanya akan memperkeruh keadaan. Mereka yang terlibat dalam konflik dan juga masyarakat dunia semakin meyakini bahwa Israel –dengan UU tersebut- tidak ada itikad baik untuk menciptakan perdamaian dunia. Saeb Arekat, sekretaris jendral Organisasi Pembebasan Palestina PLO, menyebut undang-undang ini sebagai “undang-undang yang berbahaya dan rasis” yang “secara resmi melegalkan apartheid dan secara hukum mendefinisikan Israel sebagai sistem apartheid.”

Tentu saja, hal ini sangat membahayakan persatuan bangsa. Keturunan Arab di Israel yang mencapai jumlah sekitar 17,5 persen juga terancam keberadaannya. Dengan pengesahan UU tersebut –yang juga menghapus bahasa Arab sebagai salah satu bahasa resmi-, menciderai warga keturunan Arab yang telah lama mengabdikan diri untuk Negara.

Mengamati kebijakan Parlemen Israel, kita patut bersyukur karena hidup di Indonesia. Berbagai suku, etnis, agama, aliran kepercayaan, golongan, dan kaberagaman apapun, bisa tumbuh-kembang dengan subur di negara-bangsa Indonesia. Kita semua berkomitmen di bawah sang saka merah putih, untuk bersatu padu membangun negeri dan negara-bangsa. Menanggalkan nasionalisme sempit, demi cita-cita yang lebih luhur.

Menolak Rasisme

Akan tetapi, kita tidak boleh lengah dengan kelebihan yang dimiliki negara-bangsa Indonesia. Karena, diakui, ada banyak kasus diskriminasi berdasarkan ras (rasisme) yang menimpa saudara-saudara kita. Bahwa hanya karena perbedaan kulit, seseorang diperlakukan berbeda dengan lainnya.

Adalah Benediktus Fatubun, mahasiswa asal Papua yang kesulitan mencari kos di Yogyakarta. Dia mengaku selalu berhenti di kala ada tulisan “Menerima Kos Kosong” atau “Masih ada Kamar Kosong”. Namun, setiap ia mengetuk pintu, tuan rumah selalu menjawab bahwa kamar sudah penuh. (bbc.com)

Hal ini tentu menjadi keprihatinan bersama. Bahwa komitmen awal negara-bangsa ini dibentuk adalah untuk mempersatukan semua warga negara, tidak mengenal latar belakang suku, ras, agama, maupun golongan. Namun pada kenyataannya, masih tetap ada diskriminasi yang menimpa saudara kita dari Papua.

Diskriminasi dengan alasan apapun tidak bisa dibenarkan. Negara juga telah menjamin keamanan setiap warganya. Ketika kita bicara Indonesia, tidak perlu lagi mengungkit-ungkit latar belakang geografis dan sukunya, tetapi lihatlah orang atau kelompok tertentu sebagai warga negara Indonesia. Sehingga, tidak ada diskriminasi atas nama apapun. Bukankah Bapak Bangsa kita telah bersusah payah membangun Indonesia, dengan merangkul semua perbedaan yang ada?

Dalam Islam pun, persatuan sangatlah diutamakan, dan sebaliknya, perpecahan sangat dikecam. Dalam salah satu ayat al-Qur’an disebutkan: … Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal… (QS. al-Hujurat: 13)

Dengan tegas, al-Qur’an juga menyebutkan bahwa pada dasarnya, manusia telah diciptakan berbeda-beda. Perbedaan itu diciptakan bukan sebagai dalih untuk berperang membinasakan yang lainnya, tapi sebaliknya, agar kita bisa saling mengenal. Dengan saling mengenal, kita bisa membangun peradaban bersama-sama, dengan semangat persaudaraan.

Maka dari itu, perlakukan disriminasi berdasarkan ras amatlah bertentangan dengan ruh ayat a-Qur’an. Karenanya, wajib dilawan!

 

Latifatul Umamah

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

5 jam ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

5 jam ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

5 jam ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

1 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

1 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

1 hari ago