Narasi

Menyemai Sunnatullah Perbedaan di Sekolah

Perbedaan adalah Sunnatullah yang harus diajarkan kepada anak-anak di Sekolah. Agar mereka mengetahui, bahwa Allah SWT sejatinya membuat sebuah ketetapan, kemutlakan dan keniscayaan yang paling paripurna terhadap perbedaan. Agar senantiasa untuk selalu diimani, dijaga dan dilindungi dengan baik, bukan dicampakkan. Karena perbedaan bukanlah musuh yang harus ditakuti. Perbedaan bukan sebuah keburukan yang harus dienyahkan. Tetapi perbedaan adalah (rahmat) Allah SWT untuk senantiasa kita jaga dengan baik dan sebenar-benarnya.

Ketetapan Allah SWT di dalam menciptakan umat Manusia dengan sebuah perbedaan ditegaskan dalam Al-Qur’an (Qs. Hud:118) “Walau syaa’a rabbuka la ja’alannasah ummataw wahidah, wala yazaluna mukhtalifina” Artinya: “Jikalau Tuhanmu (Allah SWT) menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu. Tetapi, mereka senantiasa berselisih pendapat”. Redaksi ayat lain juga mempertegas “Lakum dinukum waliyadin” Artinya: Untukmu agamamu dan untukku-lah, agamaku”  (Qs. Al-Kafirun: 6).

Dari dua potongan ayat ini, saya kira sudah jelas sekali akan benang merah perbedaan-perbedaan tersebut adalah (kehendak) Allah SWT. Sehingga, membangun semacam (toleransi) tentang apa yang menjadi titik perbedaan kita satu sama lain. Karena, jika perbedaan itu tidak dijaga dengan baik, maka angkara murka, kerusakan dan konflik berdarah akan terjadi di negeri ini. Karena Allah SWT dalam Al-Qur’an selalu menyebutnya orang yang semacam itu adalah (perusak) dan berbuat kezhaliman di muka bumi.

Oleh karena itu, perbedaan itu harus dijaga dan dilindungi dengan baik. Sebagaimana ungkapan Sayyidina Ali bin Abi Thalib bahwasanya “Jika dia bukan saudaramu dalam seiman, maka dia adalah saudaramu dalam kemanusiaan”. Artinya, anak-anak diajarkan supaya menjaga perbedaan, agar mereka kelak bisa menjaga kemanusiaan itu sendiri. Pun kenapa anak-anak di sekolah harus diajarkan supaya ramah perbedaan. Agar kelak setelah dewasa mereka tidak akan berbuat kerusakan dan menghancurkan martabat kemanusiaan itu sendiri.

 Sehingga, dari beberapa ayat Al-Qur’an, hingga dengan kata bijak Sayyidina Ali bin Abi Thalib ini yang menjelaskan betapa pentingnya menjaga perbedaan. Pun betapa sangat pentingnya mengenalkan kepada anak-anak hikayat dan hakikat kebenaran perbedaan tersebut. Seorang anak di Sekolah haruslah diajarkan sejak dini bagaimana untuk bisa bersikap ramah terhadap perbedaan. Karena ini bagian dari sunnatullah yang harus diamini dan dilakoni.

Anak-anak di Sekolah harus ditanamkan pengetahuan tentang perbedaan. Agar, mereka setelah dewasa, tidak gugup akan perbedaan. Pun agar tidak meyakini bahwa perbedaan itu adalah laknat yang harus ditumpaskan. Agar mereka tidak meyakini bahwa perbedaan itu sebagai angkara murka yang harus ditakuti. Perbedaan itu sendiri bukan sesuatu yang membawa penyakit bagi anak-anak. Karena dengan mengajarkan toleransi dan ramah perbedaan. Niscaya anak-anak akan mengerti dan memahami bahwa semua perbedaan merupakan sunnatullah yang harus dirawat dan dilindungi dengan baik.

Di Sekolah, anak-anak tidak cukup dengan mengenali dan membimbing mereka agar membentuk persaudaraan dalam satu lingkup keimanan saya. Karena dengan cara inilah, anak-anak justru memiliki pola-pikir yang pendek. Bahwa dirinya hanya bisa berteman, bermain dan bahkan bergaul dengan mereka yang seiman saja. Sedangkan dengan mereka yang berbeda keimanan, mereka akan menganggap itu sebagai “orang lain” yang tidak paut ditemani dan bahkan boleh dimusuhi.

Pembentukan primordial yang eksklusif dan sempit inilah juga harus dimusnahkan di lingkungan sekolah. Karena sekolah harus melembagakan kesadaran perbedaan. Melalui bimbingan secara intensif dan interaktif akan persaudaraan yang tidak hanya pada ranah keimanan. Tetapi persaudaraan itu sendiri juga meliputi kemanusiaan secara universal. Artinya, bersaudara tanpa ada sekat (pembeda) karena kita satu dalam semangat kemanusiaan.            

Pengenalan hikayat perbedaan dan pemahaman substansi kebenaran terkait perbedaan itu sendiri sejatinya akan membentuk pola-pikir dan karakteristik anak-anak supaya bisa lebih egalitarian dan ramah perbedaan. Karena secara fungsional, mereka akan meyakini sekaligus menyadari bahwa perbedaan itu adalah sunnatullah yang sejatinya Allah SWT sengaja membuatnya. Agar kita bisa bekerja sama, saling memanusiakan, bersatu dan membentuk peradaban. Oleh karena itu, marilah kita bimbing para penerus bangsa agar cinta perdamaian, ramah perbedaan dan kokoh persatuan dalam bingkai NKRI. Semua itu, adalah sunnatullah yang harus kita tegakkan dan ajarkan kepada anak-anak di Sekolah.

This post was last modified on 10 Februari 2021 2:15 PM

Amil Nur fatimah

Mahasiswa S1 Farmasi di STIKES Dr. Soebandhi Jember

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

3 hari ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

3 hari ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

3 hari ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

4 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

4 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

4 hari ago