Tokoh

Merajut Kerukunan dengan Tawa; Belajar dari Tretan Muslim

Tretan Muslim telah menjadi salah satu konten kreator yang dikenal kerap melontarkan kritik melalui komedi perihal fenomena sosial-keagamaan di Indonesia. Kritik-kritik tersebut banyak dia sampaikan melalui konten-konten video yang diunggah di kanal youtubenya, Tretan Universe. Hingga kini, Tretan Muslim telah memperoleh lebih dari 1,5 juta subscriber dengan jumlah penonton ratusan ribu hingga jutaan pervideonya.   

Tretan Muslim memiliki konten yang sangat relate dengan isu toleransi antar umat beragama di Indonesia yaitu konten crossfaith culinary. Sesuai dengan namanya, dalam konten ini Tretan Muslim melakukan makan bersama dengan sahabat-sahabat dari agama selain Islam. Episode yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah Tretan Muslim melakukan kunjungan ke Vihara untuk berdialog santai yang diselingi canda-tawa kemudian melakukan makan bersama dengan sahabat-sahabat dari Agama Buddha.

Dari konten crossfaith culinary Tretan Muslim tersebut, paling tidak ada dua pelajaran penting yang bisa kita jadikan inspirasi untuk merajut kerukunan antar umat beragama yang bisa menginspirasi Indonesia, yaitu memahami unsur-unsur rumah ibadah non muslim, dan makan bersama dengan non muslim.

Memahami unsur-unsur penting dalam rumah ibadah non muslim

Pada saat mengunjungi Maha Vihara Saddharma Bogor, Tretan Muslim berdialog dengan bertanya apa nama suatu objek yang terdapat di dalam Vihara beserta fungsi dan filosofinya. Selain itu juga tentang bagaimana cara umat agama Buddha beribadah.

Di luar Vihara Tretan Muslim mendapati banyak tumbuh bunga Teratai. Dari dialog yang terjadi, dijelaskan bunga teratai adalah simbol dari hukum sebab akibat kejiwaan sesaat, bahwa ketika seseorang berbuat kejahatan maka pada dasarnya secara langsung akibatnya sudah ada hanya tinggal menunggu waktu untuk terlihat dan dapat dirasakan.

Selain itu, dialog juga berkenaan dengan bagaimana proses peribadatan dalam agama Buddha. Dijelaskan kepada Tretan Muslim bahwa dalam proses peribadatan Buddha, jemaah laki-laki dan perempuan dipisah sehingga bisa beribadah dengan lebih khidmat.

Dengan memahami unsur-unsur tersebut, maka akan muncul sikap hormat dan toleransi. Dengan memahami, maka akan mempererat persaudaraan sesama umat beragama, karena dibangun di atas pemahaman yang jelas sehingga akan menghilangkan resistensi kepada agama lainnya. Hal inilah yang hendak ditunjukkan oleh Tretan Muslim bahwa antar umat beragama di Indonesia seharusnya bisa bersahabat dengan hangat dan penuh canda tawa. Bersahabat dan bercanda dalam perbedaan.

Jika kita melihat ke Al-Qur’an, sikap yang ditunjukkan oleh Tretan Muslim ini merupakan cerminan dari QS. Al-An’ām [6]:108 yang memuat melarang setiap umat Islam memaki sesembahan agama lain. Larangan ini didasarkan pada alasan bahwa jika seorang muslim memaki sesembahan agama lain, maka mereka juga akan memaki ajaran Islam hingga melampaui batas. Oleh karena itu, antar umat beragama harus saling menghormati ajaran atau teologi masing-masing.

Makan bersama dengan non muslim

Sesuai dengan namanya yaitu crossfaith culinary, maka segmen utamanya adalah makan bersama. Sebelum makan bersama, Tretan Muslim sempat menanyakan apakah agama Buddha sekte Nichiren Syousyu memiliki sajian menu khusus yang dihindangkan dalam ritual keagamaannya. Diketahui bahwa Moci menjadi sajian wajib ada dalam memperingati kelahiran Buddha Nichiren.

Kemudian pada saat di meja makan, Tretan Muslim disambut hangat oleh Pandita Utama Vihara sembari menjelaskan makanan-makanan yang telah dihidangkan dimasak secara terpisah antara makanan yang halal bagi umat Islam dengan yang tidak halal. Sikap Pandita ini tentunya menjadi contoh bahwa persahabatan antar umat beragama dibangun di atas prinsip saling menghormati ajaran atau teologi masing-masing.

Selain itu, aktivitas makan bersama sejatinya adalah simbolisme semangat kebersamaan dan kerukunan dalam masyarakat Indonesia yang majemuk. Di meja makan setiap orang duduk bersama tanpa sekat untuk bersama-sama menikmati dan mensyukuri nikmat Tuhan. Sehingga tidak hanya bisa saling menerima perbedaan, tetapi juga disatukan dalam ikatan sebangsa, setanah air, dan sama-sama makhluk Tuhan yang bertugas menjadi khalifah di bumi.

Akhirnya, Tretan Muslim melalui konten crossfaith culinary telah berhasil menunjukkan kepada kita bagaimana cara berinteraksi dengan damai, penuh kasih sayang, penuh canda-tawa, dan tanpa permusuhan antar sesama umat beragama di Indonesia.

This post was last modified on 21 April 2023 8:13 PM

PMD

Admin situs ini adalah para reporter internal yang tergabung di dalam Pusat Media Damai BNPT (PMD). Seluruh artikel yang terdapat di situs ini dikelola dan dikembangkan oleh PMD.

Recent Posts

Refleksi Harkitnas; Redefinisi Kebangkitan Islam di Tengah Fenomena Banalitas Keagamaan

Salah satu fenomena menarik dalam lanskap keberagaman Indonesia pasca Reformasi adalah perubahan perilaku beragama di…

21 jam ago

Cobalah Kritis pada Diri, Ketika Agama Semata-mata Menjadi Ornamen Pribadi

"Satu ons praktik lebih berharga daripada berton-ton khotbah," demikian pernah diungkapkan oleh Mahatma Gandhi. Kutipan…

23 jam ago

Perusakan Makam Kristen di Bantul, Normalisasi Kebencian yang Terlembaga?

Sebuah insiden yang diduga bakal menambah daftar panjang intoleransi terjadi lagi belum lama ini. Sebanyak…

24 jam ago

Hikayat Akhir Zaman; Bedah Narasi Eskatologis Kelompok Radikal Teroris: Jurnal Jalan Damai Vol. 1. No. 3 Mei 2025

Salam Damai, Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas terbitnya Jurnal Jalan…

1 hari ago

Benarkah Nasionalisme Modern Bertentangan dengan Ukhuwah Islamiyyah?

Salah satu debat klasik di kalangan umat Islam adalah tentang nasionalisme dan ukhuwah Islamiyyah. Sebagian…

2 hari ago

Menghindari Banalitas Beragama; Menuju Kebangkitan Nasional yang Bermakna

Kebangkitan nasional selalu dikenang sebagai momen kolektif ketika kesadaran sebagai bangsa Indonesia mulai menyatu dalam…

2 hari ago