Narasi

Merawat Kebhinekaan di Jagat Maya

Derasnya arus Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) tidak hanya berdampak positif, tetapi juga mulai memicu efek negatif. Laju kilat TIK ini membuat informasi tumpah ruah. Namun di sisi lain, malah menebar kesesahan masyarakat. Belakangan ini, media sosial (medsos) ataupun konten di jagat maya kerap diisi oleh ujaran kebencian, bullying, dan adu domba yang mengancam sendi-sendi perdamaian serta mengkikis bangunan kebhinekaan.

Subdirektorat Cyber Crime menyebutkan setidaknya ada 300 konten di medsos teridentifikasi menyebarkan berita hoax. Berbagai berita tersebut sengaja disajikan lebih mengedepankan hasutan, kebencian, adu domba, black campaign, propaganda, dan kebohongan publik tanpa merujuk realitas sebenarnya.

Berita hoax pun rentan digunakan oleh oknum yang tak bertanggungjawab untuk sarana mengadu domba, pemecah belah umat, dan bahkan perang saudara. Belum lagi, berbagai tindak kekerasan yang sekarang ini memenuhi pemberitaan baik media cetak maupun elektronik. Bahkan, korban dan pelakunya pun sudah menyasar ke kalangan anak-anak. Generasi muda yang kini terkena pengaruh buruk gadget ataupun virus internet, mudah meniru tindakan negatif.

Akar Persoalan

Patut dipahami bahwa agenda besar kehidupan berbangsa dan bernegara ini ialah menjaga kedamaian, persatuan, dan kesatuan bangsa serta membangun kesejahteraan bagi seluruh warga negara tanpa terkecuali. Cukup berat memang mewujudkan agenda suci nan mulia ini. Mengingat masih banyak persoalan yang belum tuntas diberantas. Negeri ini ibarat manusia sakit keras yang menderita komplikasi dengan berbagai bentuk penyakit. Di tengah-tengah persoalan seperti bidang ekonomi, kesehatan, dan pendidikan, Indonesia malah terserang konfik permusuhan yang menyerempet SARA.

Konflik dan pertikaian yang melanda negeri ini jelas akan memporak-porandakan bangunan kedamaian. Tugas setiap orang ialah membangun kembali simpul-simpul perdamaian. Kerinduan untuk hidup damai dan mencegah berbagai tindak kekerasan bisa menjadi tali pengikat persaudaraan yang kuat dan kokoh guna membangun kehidupan damai. Segala bentuk kekerasan, termasuk kekerasan  baik verbal maupun psikis di dunia maya harus kita hindari dan cegah.

Kita harus sadar bahwa kemajuan iptek bukanlah ukuran satu-satunya bagi kemajuan kesadaran manusia. Kecanggihan iptek tidak menjamin meningkatnya kesadaran, empati, dan menghargai satu sama lain. Bahkan, sangat mungkin untuk berpotensi sebaliknya, yang mana membuat kefitrahan manusia hilang. Akibatnya timbul berbagai bentuk tindakan anti-kebhinekaan. Kefitrahan manusia akan muncul apabila keberimanan ummat beragama benar-benar diresapi, dihayati, dan diamalkan. Tidak peduli berbeda agama, ideologi, ras, suku, dan warna kulit.

Membumikan Toleransi Dinamis

Kita juga harus membumikan perdamaian lewat kerukunan serta persatuan dan kesatuan bangsa. Kerukunan antar umat beragama bisa terjadi manakala setiap pemeluk agama memahami esensi toleransi. Kata toleransi mungkin terkesan mudah dilakukan. Namun, implementasi di kalangan masyarakat yang heterogen nampaknya sangat sulit diterapkan. Pasalnya, masyarakat cenderung emosional jika menyerempet masalah idiologi ataupun keyakinan. Masyarakat seharusnya memiliki dorongan hasrat kolektif untuk bersatu padu. Karena sejatinya, sikap toleransi merupakan ciri kepribadian luhur bangsa Indonesia yang harus kita jaga, pupuk, dan diterapkan dalam kehidupan ini.

Situasi Indonesia yang sedang dalam masa pembangunan ini, tentu toleransi antar bangsa dan umat beragama sangatlah penting. Toleransi yang dimaksud dalam hal ini ialah bukanlah toleransi statis yang pasif, melainkan toleransi dinamis yang aktif. Islam mengajarkan toleransi antar-umat beragama, sebagaimana Q.S Al-Kafirun (109): 6 dan Al-An’am (6): 108.

Mari kita jadikan keberagamaan sebagai jalan untuk merajut kerukunan dalam perdamaian. Karena semakin taat seseorang kepada Tuhannya, seharusnya semakin menghargai dan menghormati orang lain. Kepribadian luhur merupakan nilai inti dari kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena kepribadian yang baik ialah cerminan dari kehormatan, ketinggian, dan kemuliaan seseorang. Dengan kepribadian baik kedamaian dan ketentraman akan terwujud.

Internalisasi Nyata Pendidikan

Pendidikan karakter juga harus menjadi panglima dalam upaya merawat kebhinekaan di dunia maya. Langkah nyata di dalam praktik pendidikan, mulai dari pendidikan keluarga, sekolah, sampai lingkungan masyarakat. Keluarga sebagai sekolah pertama memegang peranan vital dalam membentuk karakter anak. Orang tua harus bisa menjadi kontrol bagi anak-anaknya dalam penggunaan internet dan medsos. Orang tua juga harus bisa membatasi anaknya untuk tidak kecanduan internet dan meningkatkan pengawasan pada mereka.

Sementara pendidikan literasi di sekolah bisa dilakukan menggencarkan budaya literasi media dan pembelajaran kritis. Ini tentu harus ditunjang dengan sistem pembelajaran yang interaktif berbasis teknologi serta beri pemahaman mereka tentang bagaimana bermedsos yang baik. Demikian juga masyarakat harus bisa menciptakan lingkungan sadar kebhinekaan. Harapannya dengan adanya sinergitas antara keluarga, sekolah, dan masyarakat, kebhinekaan akan terawat termasuk di dunia maya, semoga.

Suwanto

Penulis merupakan Peneliti Multiple-Representation Learning di PPs Pend.Kimia UNY, Interdisciplinary Islamic Studies di Fak. Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga, dan Culture Studies di UGM

Recent Posts

Konsep Islam Menentang Tiga Dosa Besar Dunia Pendidikan

Lembaga pendidikan semestinya hadir sebagai rumah kedua bagi peserta didik untuk mendidik, mengarahkan dan membentuk…

14 jam ago

Pemaksaan Jilbab di Sekolah: Praktir yang Justru Konsep Dasar Islam

Dalam tiga tahun terakhir, kasus pemaksaan hijab kepada siswi sekolah semakin mengkhawatirkan. Misalnya, seorang siswi…

14 jam ago

Memberantas Intoleransi dan Eksklusivisme yang Menjerat Pendidikan Negeri

Dua tahun lalu, seorang siswi SDN 070991 Mudik, Gunungsitoli, Sumatera Utara, dilarang pihak sekolah untuk…

14 jam ago

Riwayat Pendidikan Inklusif dalam Agama Islam

Indonesia adalah negara yang majemuk dengan keragaman agama, suku dan budaya. Heterogenitas sebagai kehendak dari…

2 hari ago

Hardiknas 2024: Memberangus Intoleransi dan Bullying di Sekolah

Hardiknas 2024 menjadi momentum penting bagi kita semua untuk merenungkan dan mengevaluasi kondisi pendidikan di…

2 hari ago

Sekolah sebagai Ruang Pendidikan Perdamaian: Belajar dari Paulo Freire dan Sekolah Mangunan Jogjakarta

Bila membicarakan pendidikan Paulo Freire, banyak ahli pendidikan dan publik luas selalu merujuk pada karya…

2 hari ago