Bulan Agustus adalah bulan kegembiraan bagi kita semua sebagai rakyat Indonesia. Di mana, bulan ini, tepatnya pada 17 Agustus 2023, kita akan kembali merayakan kemerdekaan Indonesia yang telah mencapai usia yang ke-78 tahun. Usia yang matang bagi bangsa ini untuk terus melaju, demi Indonesia maju di tahun emas 2045.
Tentunya, saat ini kita perlu merenungi/merefleksikan semangat yang mendasari kemerdekaan itu. Yaitu persatuan, kebersamaan dan saling merangkul bersama adalah (kunci fundamental) kemerdekaan kita yang tengah mulai retak akibat maraknya propaganda ideologis dari luar. Maka, di sinilah pentingnya merefleksikan makna kemerdekaan, sebagaimana ada 3 makna kemerdekaan dalam Al-Qur’an.
Pertama, makna kemerdekaan dalam Al-Qur’an tentu bersifat paradigmatis. Sebagaimana, Al-Qur’an meniscayakan makan/orientasi merdeka yaitu kita bebas dari segala bentuk perilaku/propaganda membenarkan kezhaliman (Qs. Al-Hujurat:13. Kita bisa merdeka dari segala narasi, ideologi, pemikiran/provokasi yang sifatnya membangun pola dis-orientasi kemanusiaan (Qs. Luqman:13). Sekaligus merdeka dari bentuk-bentuk penindasan hak sosial-ekonomi (Qs. AlHumazah:1-4).
Makna kemerdekaan yang dimaksud dalam ayat di atas, itu tidak terlepas dari perjuangan Nabi Muhammad SAW dalam misi kenabian. Bagaimana, Nabi Muhammad SAW dihadapkan oleh kondisi-sosial di tengah masyarakat Arab Jahiliah yang zhalim, melanggar kemanusiaan dan penindasan secara ekonomi. Nabi Muhammad SAW berjuang di tengah kondisi yang semacam itu, untuk merdeka di tengah bentuk-bentuk penjajahan di atas.
Kedua, merdeka dari nilai spiritualitas yang “menyesatkan”. Ini tidak terlepas dari perjuangan spiritualitas Nabi Ibrahim dalam pencariannya menemukan kebenaran teologis sejati. (Qs. Al-An’am:76-79) menjabarkan satu kisah bagaimana perjuangan Nabi Ibrahim mampu berjuang untuk merdeka untuk menemukan kebenaran di tengah belenggu keyakinan para nenek moyangnya yang menyembah berhala.
Tentu secara kontekstual, makna kemerdekaan dapat kita refleksikan adalah kita harus merdeka dari segala propaganda kebencian, intoleransi dan pemecah-belah yang mengatasnamakan “kebenaran agama” atau diklaim sebagai ajaran teologis. Ini adalah satu hal yang kontekstual mengacu ke dalam kebenaran Al-Qur’an tentang ajaran yang menyesatkan untuk kita tinggalkan.
Sebagaimana di negeri ini, ada begitu banyak “ajaran sesat” ber bungkus kebenaran agama. Membenarkan kezhaliman mengatasnamakan ajaran Tuhan. Maka, kalau kita mengambil makna esensial kemerdekaan dalam perjuangan spiritualitas Nabi Ibrahim tersebut, adalah merdeka dari segala ajaran yang menyesatkan dalam konteks menjaga persatuan dan keragaman di Indonesia tercinta ini.
Ketiga, makna kemerdekaan dalam AL-Qur’an condong menekankan prinsip merdeka dari perilaku penindasan atau yang kita kenal saat ini perilaku (sentiment) berbasis identitas primordial. Banyak fakta sosial perilaku “penindasan” saat ini dianggap kebenaran seperti intoleransi dan diskriminasi berbasis keagamaan. Maka, hal yang pokok di dalam (Qs. Ibrahim:6 dan al-A’raf:127 dan al-Baqarah:49) adalah merdeka dari perilaku/bentuk penindasan yang mengacu ke dalam fakta-fakta yang telah saya sebutkan.
Ayat di atas berkaitan dengan perjuangan Nabi Musa dalam membebaskan bangsanya dari kekejaman yang dilakukan Fir’aun pada masa itu. Maka, secara kontekstual saat ini, kita perlu membebaskan bangsa ini dari segala bentuk penindasan yang bersembunyi dalam berbagai macam motif. Seperti penindasan dalam motif kebenaran agama menghalalkan diskriminasi, intoleransi, kebencian terhadap agama lain.
Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk merefleksikan 3 makna kemerdekaan dalam perspektif Al-Qur’an yang telah disebutkan di atas demi Indonesia emas 2045. Yaitu kita perlu menjaga kemerdekaan NKRI itu dengan tetap menghindari dari segala propaganda ideologis yang membenarkan kezhaliman mengatasnamakan agama. Merdeka dari nilai ajaran agama yang menyesatkan (membawa mudharat) bagi keutuhan NKRI dan merdeka dari penindasan dalam bentuk intimidasi/diskriminasi/intoleransi terhadap identitas/kelompok yang berbeda di negeri ini.
This post was last modified on 15 Agustus 2023 6:53 PM
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…