Narasi

Mewaspadai Gerakan Radikalis Bertopeng SARA

Akhir-Akhir ini, negeri kita tercinta sedang dilanda isu-isu yang kurang menyenangkan, mulai dari isu penistaan agama, menjadikan agama sebagai ladang bisnis, menjadikan agama sebagai kedok kepuasan hawa nafsu dan lain-lain. Kasus AAG, Kanjeng Dimas sampai dengan kasus yang menerpa gubernur DKI sudah menjadi viral di dunia maya. Berbagai macam konten ditebarkan di dunia maya mulai ajakan untuk menegakkan syariat Islam, unjuk rasa besar-besaran, dan lain-lain yang dibumbui dengan isu-isu kebencian, separatis, faham takfiri, dan lain sejenis. Tentunya, momen-momen seperti inilah yang ditunggu-tunggu oleh para teroris, radikalis, dan gerakan separatis untuk menyusupkan ajaran kebencian melalui dunia maya.

Isu pelecehan agama yang sangat digembor-gemborkan merupakan isu yang sangat sensitif untuk memancing kemarahan masyarakat agamis, khususnya umat Islam. Tidak heran dengan mudah menemukan gambar-gambar dan tulisan-tulisan di dunia maya yang berisi ajakan untuk jihad memerangi orang kafir. Misal, jihad pada tanggal 4 November dengan mengajak umat Islam seluruh dunia untuk berpartisipasi ke Jakarta dengan tujuan unjuk rasa damai guna mengawal proses hukum terkait dugaan penistaan agama. Padahal tujuannya hanyalah untuk mengawal proses hukum yang dilakukan oleh kepolisian terhadap isu dugaan pelecehan ayat suci al-Qur’an, al-Maidah ayat 51 yang dilakukan oleh gebernur DKI sampai mengajak seluruh umat ismal di dunia.

Menjadi kegelisahan akademik penulis adalah apa dibalik isu ini? Padahal yang terkena kasus hanyalah satu orang dan yang mau berunjuk rasa puluhan ribu orang bahkan menurut beberapa sumber, umat Islam yang akan bergabung bergabung untuk berpartisipasi dalam kegiatan unjuk rasa mencapai 50 ribu dari berbagai organisasi (merdeka.com,02/2016). Jangan-jangan gerakan separatis dibungkus isu SARA sudah mulai menyusup ke dalam tubuh umat Islam?

Beberapa kecurigaan ini merupakan hal yang realistis jika mengacu pada keinginan para teroris, radikalis, dan separatis untuk menghacur negeri Indonesia ini dari tubuh umat Islam. Segala cara dilakukan untuk memecah belah persatuan dan kesatuan umat Islam. Setiap momen dimanfaatkan untuk menghacurkan dan mengajak orang lain mengikuti paham radikalis dan separatis. Padahal umat Islam dilarang bercerai-berai dan berpecah belah. Seperti dalam firman Allah yang artinya “dan berpeganglah kalian kepada tali Allah dan janganlah bercerai berai (Al-Imron.103)” karena bercerai berai merupakan awal dari kehancuran.

Begitu dengan negara Indonesia, jika masyarakatnya bercerai berai, maka  negeri ini dengan mudah akan dikalahkan oleh golongan teroris, radikalis, dan gerakan separatis. Dengan mudah pula mereka (teroris, radikalis, dan separatis) menghancurkan, menghasut, dan mengadu domba rakyat Indonesia yang majemuk ini yang kemudian dapat berdampak pada ketidak tenangan, kenyamanan dan kedamaian hidup berbangsa dan bernegara.

Kebhinnekaan merupakan sunatullah yang harus disyukuri, dirawat, dan dijadikan alat pemersatu bangsa. Dengan kebhinikaan, bangsa Indonesia menjadi bangsa yang kaya raya, ribuan budaya, ratusan bahasa, suku, pulau yang menyatu dari sabang sampai merauke. Benderanya merah putih, tanah air Indonesia, dan bahasa nasionalnya adalah bahasa Indonesia. semua itu harus dirawat dan dijaga dari rong-rongan pihak manapun, termasuk rong-rongan dari para teroris, radikalis, dan separatis.

Merawat kebhinnekaan ini merupakan tanggung jawab bersama untuk terus memupuk dan menggalakkan nilai-nilai kebhinnekaan sebagai bagian dari senjata pemersatu bangsa yang unik dan menarik. Merawat kebhinnekaan yaitu dengan saling menghargai, mendukung, menghormati kepercayaan orang lain dengan tidak mengganggu dalam melaksanakan ibadah, dan saling mengalah untuk kemaslahatan. Hal ini harus dapat dikembangkan di lembaga pendidikan, di kantor, atau di rumah.

Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk tidak menanamkan nilai-nilai kebhinnekaan dalam kehidapan agar supaya rakyat indonesia dapat bersatu dan menjunjung tinggi negara kesatuan republik Indonesia. Selain itu selalu waspada terhadap gerakan teroris, radikalis, dan separatis merupakan bagian dari cinta tanah air. Sedangkan cinta tanah air merupakan bagian dari iman.

This post was last modified on 3 November 2016 10:07 AM

Samsul Ar

Samsul Ar. Mahasiswa Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Aktif di FKMSB (Forum Komunikasi Santri Mahasiswa Banyuanyar). Tinggal di Yogyakarta.

Recent Posts

Kesiapsiagaan Merupakan Daya Tangkal dalam Pencegahan Terorisme

Ancaman terorisme yang terus berkembang bukanlah masalah yang dapat diselesaikan dengan pendekatan konvensional atau sekadar…

2 hari ago

Zero Attack; Benarkah Terorisme Telah Berakhir?

Dalam beberapa tahun terakhir, dunia tampak lebih tenang dari bayang-bayang terorisme yang pernah begitu dominan…

2 hari ago

Pembelajaran dari Mitologi Kuda Troya dalam Ancaman Terorisme

Di tengah sorotan prestasi nihilnya serangan teror dalam beberapa tahun terakhir, kita mungkin tergoda untuk…

2 hari ago

Jejak Langkah Preventif: Saddu al-Dari’ah sebagai Fondasi Pencegahan Terorisme

Dalam hamparan sejarah peradaban manusia, upaya untuk mencegah malapetaka sebelum ia menjelma menjadi kenyataan bukanlah…

3 hari ago

Mutasi Sel Teroris di Tengah Kondisi Zero Attack; Dari Faksionalisme ke Lone Wolf

Siapa yang paling diuntungkan dari euforia narss zero terrorist attack ini? Tidak lain adalah kelompok…

3 hari ago

Sadd al-Dzari’ah dan Foresight Intelijen: Paradigma Kontra-Terorisme di Tengah Ilusi Zero Attack

Selama dua tahun terakhir, keberhasilan Indonesia menangani terorisme dinarasikan melalui satu frasa kunci: zero terrorist…

4 hari ago