Narasi

Mewaspadai “Penumpang Gelap” Dalam Wajah Baru FPI

Akhir 2020 lalu, 30 Desember tepatnya, pemerintah resmi membubarkan ormas Front Pembela Islam (FPI). Alasan dari pembubaran itu, karena selama ini selain FPI sering berbuat keonaran dan kerusuhan, FPI juga terbukti mendukung gerakan kelompok Islam keras seperti ISIS dan jaringan Islam teror lainnya.

Namun, tak lama peristiwa pembubaran itu berselang, pihak FPI menanggapi hal itu yang tidak-tidak. Bukannya menyesal dan menjadikan itu sebagai pelajaran lantaran organisasinya dibubarkan karena diduga sering menciptakan keonaran, malah berkoar-koar akan mencintai ormas baru. Mulai dari front pejuang Islam, front pemersatu Islam, hingga yang lain sejenisnya.

Itulah FPI dan orang-orangnya. Tidak pernah kapok meskipun jelas-jelas organisasi kesayangannya bermasalah dan bertentangan dengan konsensus kebangsaan. Embel-embel membela Islam, memperjuangkan Islam dan menjaga Islam selalu mereka teriak-teriakan pun pada kenyataannya mereka tidak merepsentasikan itu semua dalam kehidupan nyata.

Maka dari itu, mereka yang selalu teriak-teriak membela Islam, namun sebenarnya merekalah perusak Islam itu. Sebab, seperti yang sering ditegaskan, Islam tidak pernah mengajarkan umatnya untuk berlaku keras seperti yang sering menjadi ciri khas laku-dakwah FPI. Dalam ungkapan berbeda, bisa dikatakan ‘ialah FPI yang mengatakan membela Islam tapi kenyataannya merusak Islam’.

Karena itu, jika benar FPI ini ingin berdiri kembali dengan wajah barunya, kehati-hatian kita akan kehadirannya patut selalu kita ke depankan. Sebab, pertama, sebagaimana dikatakan Mahfud MD pada pidato pembubaran FPI, imam besar FPI, Habib Rizieq Shihab, terbukti dengan jelas telah mendukung gerakan kelompok ISIS di Indonesia. Apalagi 35 anggotanya telah terbukti pernah tergabung dengan organisasi laknat itu, tentu ini adalah bukti lain untuk kita selalu waspada dengan kehadiran FPI.

Kedua, hal yang perlu kita waspadai dari wajah baru FPI ini adalah “penumpang gelap”nya. Sikap Habib Rizieq Shihab yang tampak pro pada gerakan kelompok ISIS di Indonesia hal itu saya kira cukup potensial terhadap adanya “penumpang gelap” dalam wajah baru FPI.

Pun misalkan FPI tidak dalam posisi pro ISIS, kehadiran “penumpang gelap” dalam wajah baru FPI tetap sangat mungkin. Tersebab suasana hari ini adalah suasana yang keruh bagi FPI. Dan dalam suasana yang keruh ini, kita tidak pernah tahu siapa saja menumpang di dalamnya.

Bisa saja ada yang dari kelompok mereka sendiri atau dari kelompok-kelompok yang tak jelas identitasnya. Hal itu harus selalu menjadi perhatian kita. Dalam air keruh, ular dan buaya pun bisa menyelinap tanpa sepengetahuan kita.

Wajah baru FPI adalah pekerjaan bagi kita untuk selalu mengawasinya. Baik terkait sikap FPI yang selama ini selalu meresahkan atau terkait potensi “penumpang gelap” dalam wajah barunya.

This post was last modified on 5 Januari 2021 1:30 PM

Alfie Mahrezie Cemal

Recent Posts

Penguatan Literasi Digital untuk Ketahanan Pemuda Masa Kini

Kita hidup di zaman yang oleh sosiolog Manuel Castells disebut sebagai Network Society, sebuah jejaring…

21 jam ago

Kontra-Terorisme dan Urgensi Mengembangkan Machine Learning Digital Bagi Pemuda

Di tengah pesatnya kemajuan teknologi informasi, ancaman radikalisme tidak lagi terbatas pada ruang fisik, tetapi…

23 jam ago

Dari Jong ke Jaringan: Aktualisasi Sumpah Pemuda dalam Membangun Ketahanan Digital

Sembilan puluh tujuh tahun silam, para pemuda dari berbagai penjuru Nusantara berkumpul, mengukir sejarah dengan…

23 jam ago

Revitalisasi Sumpah Pemuda dalam Ketahanan Digital

Di tengah gelombang perubahan global yang tak terelakkan, yang dihadirkan oleh revolusi industri 4.0 dan…

2 hari ago

Digitalisasi Sumpah Pemuda; Menjadikan TikTok Sebagai Aparatus Ideologi

Jika ditanya, apa media sosial paling populer bagi gen Z dan gen Alpha, maka jawabannya…

2 hari ago

Ketika Eks Napi Teroris Membumikan Semangat Sumpah Pemuda

  Bagi para eks napi teroris di Republik ini, Sumpah Pemuda bukanlah ikrar pertama mereka.…

2 hari ago