Narasi

Mewujudkan Perdamaian Melalui Pendidikan Perdamaian

Masih teringat tentang konflik di Sampit, Kalimantan. Konflik yang terjadi perseteruan antara suku Daya dan Madura. Konflik tersebut hanya satu dari beberapa konflik yang di latar belakangi perbedaan suku, agama dan ras. Konflik SAR semacam ini tidak bisa dihindari dari negeri ini, sebab Indonesia diberikan anugrah beranekaragam Suku, Agama dan ras.

Mengawali kehidupan damai adalah dengan program pendidikan perdamaian yang disalurkan dengan resolusi konflik dan pemahaman multikultural, termasuk suatu kegiatan yang didasarkan pada kemampuan individu dalam berpendapat. Mencoba memahami dan mengerti orang lain dan hal-hal yang mendasari pemikiran mereka akan bermanfaat sebagai alat yang bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah, misalnya rasisme, diskriminasi atau mengganggu orang lain (Hakvoort dalam Zamroni, 2002:35).

Pendidikan perdamaian  merupakan salah satu upaya pembelajaran yang bisa memberikan kontribusi dan mampu menciptakan warga negara yang lebih baik di dunia ini. Proses transformasi keduanya sama yaitu dengan cara menanamkan filosofi yang mendukung dan mengajar tanpa kekerasan, yang juga berarti menjaga lingkungan dan kehidupannya sendiri sebagai manusia. Pendidikan perdamaian memberikan alternatif dengan mengajarkan kepada siswa bagaimana kekerasan bisa terjadi dan menginformasikan pengetahuan kepada siswa tentang isu-isu kritis dari pendidikan perdamaian yaitu menjaga perdamaian (peacekeeping), menciptakan perdamaian (peacemaking), dan membangun perdamaian (peacebuilding) (halaman 134).

Kegiatan yang berhubungan dengan keberadaan pendidikan perdamaian seharusnya tidak terbatas pada sekolah atau institusi pendidikan saja. Isu ini seharusnya dipahami dalam perspektif yang lebih luas baik dalam dimensi nasional maupun internasional. Bersama-sama dengan upaya yang dilakukan oleh staf sekolah, komunitas dan yang terbenting adalah keluarga seharusnya bergabung satu sama lain dalam rangka membuat perdamaian permanen dan efektif.

Gus Dur sangat menekankan kepada pendidikan yang bersifat kekeluargaan. Di mana pendidikan yang dibangun dengan landangan kasih-sayang. Pendidikan tidak mengenal senior atau junior, melainkan pendidikan harus berdasarkan cinta dan humanisme.

Peranan keluarga dalam memberikan pemahaman yang utuh mengenai konsep, makna dan penerapan perdamaian sangat signifikan dan dapat menjadi latar atau pondasi sebuah keyakinan atas prinsip perdamaian di dalam hati anak-anak kita. Hal ini menjadi modal dasar sebuah tatanan nilai perilaku dalam skala kecil di tingkat paling bawah yaitu diri dan keluarga. Pendidikan individual dimulai dari keluarga dan dilanjutkan oleh sekolah dan lingkungan sosial.

Proses untuk memperoleh pengetahuan yang penting, keterampilan dan perilaku yang baik diawali dari keluarga sampai pada pendidikan dasar dan dilanjutkan oleh media dan lingkungan sosial. Semua pengetahuan, keterampilan dan tingkah laku yang diperoleh secara langsung akan mempengaruhi cara pandang terhadap kehidupan. Dengan kata lain, keyakinan dan nilai-nilai yang diperoleh dalam setiap fase pembelajaran bukan hanya membentuk karakter seseorang tetapi berkontribusi untuk membentuk dunia yang lebih baik.

Orang dewasa adalah role model bagi anak-anak. Anak  mengidentifikasikan diri dengan lingkungan dan orang dewasa di sekitarnya. Mereka mengambil nilai tidak hanya yang disosialisasikan secara verbal tapi juga yang dicontohkan dalam perilaku keseharian.

Anak belajar menghargai jika ia tumbuh dalam asuhan kasih sayang. Anak belajar melawan jika ia tumbuh dalam penindasan. Anak menjadikan kekerasan sebagai jalan keluar persoalan jika ia tumbuh dengan cara kekerasan. Anak tumbuh dalam asuhan manusia dewasa untuk ditumbuhkan kodrat manusiawinya. Jika kita ingin memutus rantai kekerasan yang ada dalam kehidupan kita, bukan dimulai dengan mengajarkan apa itu kekerasan pada anak. Orang dewasalah yang harus belajar untuk tidak melakukan tindak kekerasan. Apalagi memanfaatkan anak secara struktural maupun biologis sebagai pihak yang lemah untuk sasaran tindakan kekerasan itu.

Sebaliknya limpahan kasih sayang, perhatian dan perlindunganlah yang harus diberikan agar anak tumbuh dalam atmosfer yang penuh dengan cinta kasih dan perdamaian. Di masa depan mereka akan menginternalisasikan nilai-nilai luhur itu dalam kehidupan mereka, dan tentu saja mewariskannya pada generasi berikutnya. Makna anak sebagai investasi moral luhur seperti inilah yang seharusnya kita perjuangkan.

Novita Ayu Dewanti

Fasilitator Young Interfaith Peacemaker Community Indonesia

Recent Posts

Makna Jumat Agung dan Relevansinya dalam Mengakhiri Penjajahan di Palestina

Jumat Agung, yang diperingati oleh umat Kristiani sebagai hari wafatnya Yesus Kristus di kayu salib,…

21 jam ago

Jumat Agung dan Harapan bagi Dunia yang Terluka

Jumat Agung yang jatuh pada 18 April 2025 bukan sekadar penanda dalam kalender liturgi, melainkan…

21 jam ago

Refleksi Jumat Agung : Derita Palestina yang Melahirkan Harapan

Jumat Agung adalah momen hening nan sakral bagi umat Kristiani. Bukan sekadar memperingati wafatnya Yesus…

21 jam ago

Belajar dari Kisah Perjanjian Hudaibiyah dalam Menanggapi Seruan Jihad

Perjanjian Hudaibiyah, sebuah episode penting dalam sejarah Islam, memberikan pelajaran mendalam tentang prioritas maslahat umat…

2 hari ago

Mengkritisi Fatwa Jihad Tidak Berarti Menormalisasi Penjajahan

Seperti sudah diduga sejak awal, fatwa jihad melawan Israel yang dikeluarkan International Union of Muslim…

2 hari ago

Menguji Dampak Fatwa Aliansi Militer Negara-Negara Islam dalam Isu Palestina

Konflik yang berkecamuk di Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023 hingga hari ini telah menjadi…

2 hari ago