Narasi

Milenial Bersatu Hadang Gerakan Radikal di Dunia Maya

Dunia maya kini menjadi tempat yang sangat strategis bagi para radikalis melakukan provokasi dan doktrinasi. Dengan kecanggihan teknologi, para radikalis sukses “mencuci” otak para pengujung dunia maya, utamanya para generasi milenial. Konten-konten yang mereka ciptakan pun beragam, mulai dari tulisan, meme bahkan video. Melalui konten-konten tersebut, para radikalis terus menyebarkan bibit-bibit kebencian ke seluruh penjuru dunia. Sifat dunia maya yang tak terbatas, semakin memperluas persebaran narasi-narasi kebencian yang diciptakan oleh mereka.

Sebagai bukti, kita tidak bisa lupa dua perempuan belia yang ditangkap oleh kepolisian pasca tragedi terorisme di Mako Brimob Kelapa Dua Depok tahun 2018. Dua perempuan tersebut bernama Dita Siska Millenia dan Siska Nur Azizah. Dita berusia 18 tahun sementara Siska 22 tahun. Dua perempuan tersebut ditangkap dikarenakan hendak menyerang polisi dengan menggunakan sebuah gunting. Keduanya, diketahui telah berbaiat kepada Abu Bakar al Baghdadi, pimpinan ISIS. Dan keduanya, sama-sama mendapatkan pengaruh ISIS dari dunia maya. Mereka aktif mengikuti berbagai kajian di salah satu grup aplikasi chating yang membahas ilmu tauhid, akidah, jihad hingga upaya memerangi thogut. Selain mereka, tentu saja, masih banyak Dita dan Siska di luar sana, yang menjadi “radikal” akibat konten-konten ciptaan para radikalis di dunia maya.

Tidak Bisa Dibendung

Kemajuan teknologi hari ini tidak bisa dibendung. Lajunya perkembangannya sangat cepat sekali. Selaras dengan hal itu, doktrinasi dan provokasi dari kaum radikalis di dunia maya juga tidak bisa dibendung. Mereka tiap hari terus memproduksi konten-konten provokasi dalam berbagai bentuk. Dihapus satu, akan muncul kembali puluhan ribu. Oleh karena itu, cara yang tepat untuk menghadang “cuci otak” mereka di dunia maya adalah dengan melawannya menggunakan cara yang sama. Gunakan strategi atau kekuatan musuh untuk menghancurkan musuh itu sendiri. Begitu kata Sun Tzu.

Di sinilah peran utama yang harus dimainkan oleh para milenial dalam menghadang pengerakan kaum radikal di dunia maya. Milenial hari ini adalah generasi yang sangat akrab sekali dengan gadget dan teknologi. Dari bangun sampai bangun tidur lagi, ada smartphone di dalam gengaman tangan mereka. Itu merupakan potensi yang harus digunakan untuk melawan “cuci otak” kaum radikalis. Kalau kaum radikalis melakukan “cuci otak” untuk mengubah seseorang menjadi monster yang siap melakukan teror di mana pun dan kapan pun, maka milenial juga harus melakukan “cuci otak” untuk memberikan pengetahuan, semangat, dan pentingnya gerakan melawan gerakan radikalisme kepada para pengunjung dunia maya.

Duta Damai BNPT

Cara yang pertama, mereka harus bersatu dan berjejaring membentuk kelompok milenial yang peduli terhadap gerakan radikal. Atau bisa bergabung dengan duta-duta damai dunia maya yang dibentuk oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Hampir setiap kota-kota besar di Indonesia, terdapat duta-duta damai dunia maya yang sudah dibekali dengan soft skill dan wawasan kebangsaan oleh BNPT. Dengan bergabung dengan duta damai, milenial akan semakin kuat dan kompak dalam melakukan penghadangan terhadap gerakan radikal di dunia maya. Apalagi, mereka mayoritasnya juga merupakan milenial.

Kedua, kreatif menciptakan konten kontra narasi. Duta-duta damai di berbagai kota di Indonesia ini sudah berjejaring. Mereka terbiasa melakukan kontra narasi di dunia maya melalui web-web mereka. Sebatas ini, sepengetahuan penulis, mereka mayoritas melakukannya dalam bentuk tulisan, meskipun ada beberapa dalam bentuk meme dan video tapi jumlahnya masih sedikit. Inilah yang harus diperbaharui. Konten-konten kontra narasi melawan gerakan radikal harus diperbanyak lagi dan harus tambah kreatif serta inovatif. Konten-konten dalam bentuk meme dan video dengan durasi singkat harus diperbanyak. Sebab, konten dalam bentuk visualisasi lebih gampang diserap daripada dalam bentuk tulisan yang membutuhkan waktu untuk membaca dan memahami.

Ketiga, militan menyebarkan. Setelah konten diciptakan, bagian selanjutnya adalah menyebarkan! Perlu diketahui bahwa para radikalis memiliki militansi yang tinggi dalam melakukan penyebaran konten-konten radikal. Mereka menggunakan berbagai saluran seperti media sosial, youtube dan aplikasi chating. Inilah yang harus ditiru oleh para milenial. Para milenial yang sudah bergabung dengan duta damai juga harus memiliki militansi yang tinggi dalam menyebarkan konten kontra narasi. Sebab, hanya dengan itu, kontra narasi akan sampai ke berbagai seluruh penjuru Indonesia dengan bantuan jaringan internet. Tanpa militansi yang kuat, konten kontra narasi hanya akan menjadi koleksi pribadi di laptop.

Tentu saja, ketiga cara tersebut akan berjalan dengan adanya niat. Tanpa adanya niat, cara tersebut hanya akan menjadi wacana yang tak kunjung terlaksana. Bagaimana, diam tanpa melakukan pergerakan? Atau bergerak membuat perubahan? Tentukan pilihan sekarang! Salam damai!

 

Nur Rokhim

Alumnus Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga. Aktif di Lembaga Ta’lif wa Nasyr (LTN) NU DIY.

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

21 menit ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

23 menit ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

25 menit ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

1 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

1 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

1 hari ago