Narasi

Milenial Pancasilais; Kreator (“Khalifah”) Perdamaian Bangsa

Sebagai dasar dan falsafah bangsa, Pancasila mesti menjadi nilai yang tertanam dan dalam diri setiap warga negara. Ini menjadi hal paling mendasar yang menentukan sejauh mana bangsa ini bisa terus tegak berdiri dan bergerak maju. Sebaliknya, jika nilai-nilai Pancasila tergerus dan bahkan dilupakan oleh bangsa ini, maka akan berdampak negatif bagi kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara kita.

Nilai-nilai persaudaraan, persatuan, dan kebersamaan (gotong-royong) yang menjadi bagian penting Pancasila, merupakan simpul-simpul utama yang bisa mengikat bangsa Indonesia dengan segala keragaman dan kemajemukannya. Maka, ketika nilai-nilai tersebut goyah, bahkan terlepas, tentu berdampak pada munculnya berbagai persoalan kebangsaan seperti perselisihan, pertikain, dan sebagainya. Di titik inilah, milenial mesti tampil mengawal, sekaligus menjadi penyebar nilai-nilai Pancasila itu sendiri.

Milenial menarik dicermati karena menjadi generasi yang mendominasi. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memperkirakan jumlah populasi milenial di Indonesia mencapai 90 juta jiwa, atau lebih dari sepertiga dari total jumlah penduduk Indonesia. Dengan jumlahnya yang mendominasi tersebut, milenial tak sekadar menjadi generasi yang akan banyak berpengaruh dalam pertumbuhan perekonomian bangsa. Lebih dari itu, di tangan milenial pula, masa depan perdamaian bangsa ke depan ditentukan.

Baca juga : Pancasila sebagai Thariqah Menjadi Khalifah

Milenial menjadi generasi yang menentukan sejauh mana bangsa ini di masa depan bisa terus memegang komitmen bersatu dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Oleh sebab itu, bangsa ini memerlukan “Milenial Pancasilais”, para pemuda produktif yang tak sekadar kreatif menciptakan perubahan-perubahan terkait dunia kerja atau perekonomian, namun juga milenial yang mampu menjaga Indonesia tetap damai, harmonis, dan kuat di masa depan.

Sosok “Milenial Pancasilais” tentu tak muncul begitu saja. Untuk menjadi sosok pribadi yang memiliki kesadaran nilai-nilai kebangsaan, serta terejawantah dalam sikap dan tindakan, diperlukan proses penanaman nilai-nilai Pancasila sejak kecil. Di sinilah terlihat pentingnya menanamkan nilai-nilai Pancasila sejak belia, baik oleh keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Sehingga orang bisa tumbuh dan berkembang dengan karakter Pancasila yang kuat; seperti kesadaran menghormati perbedaan, menjunjung tinggi kasih sayang kemanusiaan, keadilan, keadaban, persatuan, musyawarah, dan lain sebagainya.

Ketika milenial tumbuh dengan karakter tersebut, ia akan menjadi lentera yang memancarkan cahaya persaudaraan dan perdamaian pada sesama. Di masyarakat, ia akan menjadi inisiator persaudaraan dan penjaga keharmonisan. Dan tentu, dengan karakternya sebagai generasi milenial yang kreatif, inovatif, dan lekat dengan kecanggihan teknologi komunikasi, milenial diharapkan turut berkontribusi, bahkan menjadi kreator utama penyebar nilai-nilai kebangsaan melalui berbagai wadah dan media.

“Khalifah” penjaga bangsa

Melihat posisi strategis yang dipikul oleh generasi milenial tersebut, maka sudah semestinya milenial memiliki kesadaran menjaga bangsa. Bahkan, milenial perlu memaknai peran penting tersebut sebagai bagian dari peran manusia sebagai khalifah di bumi. Kitab suci Al Qur’an mengabarkan bagaimana Allah Swt. menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi yang bertugas selain beribadah, juga sebagai pengatur atau pengelola sistem kehidupan agar tercipta kehidupan harmonis, damai, sesuai petunjuk-Nya.

Tugas manusia dalam mengelola kehidupan tersebut bisa menjadi refleksi dan inspirasi bagi milenial dalam menjalankan peran menjaga bangsa. Dengan potensi yang ada pada manusia, terutama akal budinya, untuk mencerap, mencerna, dan mengembangkan pengetahuan, manusia diberi wewenang menjalankan kehidupan di bumi sesuai petunjuk-Nya. Dan milenial, dengan segala kreativitas, keberanian, dan karakteristik khasnya, menjadi modal berharga untuk mengawal persatuan, persaudaraan, dan perdamaian bangsa.

Menjaga bangsa ini tentu butuh dasar. Di sini, dasar negara Pancasila menjadi semakin terlihat urgensinya sebagai prinsip yang mesti terus ditumbuhkan, dikembangkan, dan dikawal milenial.  Sebagai dasar dan falsafah bangsa, Pancasila juga menjadi pemersatu keberagaman Indonesia. Dengan nilai-nilai keadilan, persaudaraan, penghormatan pada perbedaan, Pancasila menciptakan tali-tali pengikat yang membuat perbedaan bukan menjadi persoalan, namun potensi dan energi menciptakan dialog dan musyawarah demi tercapainya tujuan bangsa.

Pancasila, dengan kata lain, menjadi benteng yang menghindarkan bangsa ini dari berbagai ancaman perpecahan, seperti kebencian, permusuhan, dan pertikaian. Pancasila, dengan demikian menjadi nilai-nilai yang mesti ditanamkan dan disebarkan milenial. Nilai-nilai Pancasila, seperti ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah, keadilan, merupakan nilai-nilai pokok yang mesti diterjemahkan oleh para milenial, tak hanya untuk diresapi dan diejawantahkan dalam laku diri. Lebih dari itu, juga untuk disebarkan secara luas melalui berbagai wadah, media, dan cara-cara milenial yang terkini.

Al Mahfud

Lulusan Tarbiyah Pendidikan Islam STAIN Kudus. Aktif menulis artikel, esai, dan ulasan berbagai genre buku di media massa, baik lokal maupun nasional. Bermukim di Pati Jawa Tengah.

View Comments

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

5 jam ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

5 jam ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

5 jam ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

1 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

1 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

1 hari ago