Narasi

Milenial, Saatnya Menjadi Pahlawan

Beberapa hari lalu, pernyataan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, yang mempertanyakan sumbangsih milenial kepada bangsa, menarik untuk didiskusikan. Pasalnya, pernyataan itu bukan hanya bermasalah. Tetapi, lebih dari itu, pernyataan ini seakan-akan menjustifikasi bahwa keberadaan milenial hari ini seperti tiada guna bagi bangsa.

Dalam pandangan penulis, pernyataan Bu Mega memang bermasalah. Namun, tidak sepenuhnya salah. Sebab, di satu sisi, pernyataan tersebut bisa dimaknai sebagai tesis yang berdasar. Artinya, dengan membaca pernyataan putri sang proklamator kemerdekaan itu, dan lalu diseimbangi dengan melihat kenyataan terhadap beberapa perilaku kaum milenial yang kurang baik, seperti kebanyakan nongkrong  yang tiada guna ketimbang banyak membaca dan menulis, pernyataan itu menemukan titik temunya.

Karena itu, untuk menepis pernyataan-pernyataan dan sentimen-sentimen kurang baik seperti pernyataan Bu Mega itu kepada kaum milenial, mumpung hari ini adalah momentum hari pahlawan, penulis rasa penting bagi kaum milenial untuk refleksi diri merenungkan eksistensinya. Guna menjadi generasi yang menebar manfaat dan kedamaian bagi bangsa dan negaranya. Lebih-lebih juga harus bisa menjadi pahlawan laiknya Bung Tomo dan kawan-kawan yang telah susah payah memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari tangan penjajah.

Bahkan, dalam hemat penulis, jika milenial punya keinginan yang tinggi untuk menjadi pahlawan milenial bagi kehidupan berbangsa kita saat ini, kaum milenial punya banyak peluang dan potensi untuk menjadi pahlawan yang membanggakan. Seperti yang dikatakan banyak pemerhati, kaum milenial mempunyai keahlian yang lebih ketimbang generasi Z dalam mengoperasikan tekhnologi yang sedang berkembang pesat seperti saat ini.

Nah, di sinilah peluang besar milenial itu untuk menjadi pahlawan. Dengan mengetahui banyak tentang ragam tekhnologi, milenial bisa memanfaatkan kecerdasan tekhnologinya itu untuk menjadi generasi yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Misalkan, dengan mengampanyekan pentingnya bermedia sosial dengan bijak dan ramah. Atau, bisa juga mengampanyekan pentingnya bersikap toleransi di tengah kondisi bangsa yang plural dan lainnya melalui media sosial masing-masing.

Dengan itu, kaum milenial bisa menjadi kaum yang penuh sumbangsih bagi negeri ini. Bukan generasi yang nir-sumbangsih seperti yang dikatakan Bu Megawati Soekarnoputri itu. Dan, gelar pahlawan, juga pantas disematkan kepadanya. Mengingat, makna pahlawan hari ini, bukan hanya bermakna orang-orang yang berkorban di masa revolusi kemerdekaan. Tetapi, juga untuk ia (kaum milenial yang rela berkorban untuk keberlangsungan NKRI). Wallahu a’lam.

This post was last modified on 12 November 2020 6:44 PM

Rusdiyono

Recent Posts

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

5 jam ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

5 jam ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

6 jam ago

Politik dan Kesucian: Menyimak Geliat Agama di Pilkada 2024

Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…

6 jam ago

Potensi Ancaman Pilkada 2024; Dari Kekerasan Sipil ke Kebangkitan Terorisme

Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…

1 hari ago

Mencegah Agenda Mistifikasi Politik Jelang Pilkada

Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…

1 hari ago