Narasi

Moderasi Beragama adalah Khittah Beragama dan Jalan Damai Berbangsa

Agama tidak bisa dipisahkan dari nilai kemanusiaan karena ia hadir untuk menunjukkan kepada manusia suatu jalan mencapai kebahagiaan. Agama diturunkan dalam rangka tegaknya nilai-nilai kemanusiaan yang memancar dari ketuhanan. Tegas kata, semua penganut agama memiliki kewajiban menghormati kemanusiaan sesuai prinsip yang diajarkan oleh agama.

Agama, apapun namanya, tidak akan pernah mengajarkan “boleh melakukan kekerasan dan pemaksaan terhadap pemeluk agama lain”. Karenanya, setiap agama mengajarkan konsep untuk mendorong kerukunan antar agama dan menjaga keseimbangan dalam beragama. Semua agama membawa misi damai dan selamat. Menginginkan manusia hidup dalam ketentraman, baik spiritual maupun sosial, serta keseimbangan yang profan dan sakral. Jika kemudian ada penganut agama yang bersikap tidak moderat, sejatinya bukan agamanya yang keliru, namun ia sendiri yang mendefinisikan ajaran agamanya tidak utuh.

Konsep tersebut saat ini diterjemahkan dengan istilah “Moderasi Beragama”. Dalam agama Islam disebut tawassuth atau moderat yang diambil dari istilah dalam al Qur’an yang menyebut umat Islam sebagai “ummatan wasathan” (Al Baqarah: 143).

Moderasi, berasal dari bahasa Latin moderatio, bermakna ke sedang an, (tidak kelebihan ataupun kekurangan). Ia juga bermakna penguasaan diri. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), moderasi memiliki dua arti, yaitu pengurangan kekerasan dan penghindaran keekstreman.

Sementara dalam bahasa Arab disebut wasath yang berarti posisi tengahan antara dua hal yang saling bertentangan. Dapat juga diartikan sebagai segala sesuatu yang baik dan terpuji sesuai dengan objeknya.

Prinsip moderasi adalah mendorong kerukunan antar umat agama dan menjaga keseimbangan dalam beragama. Oleh karena itu, penting disuarakan apalagi dalam sebuah negara yang multikultural seperti di Indonesia supaya keberagaman dan kemajemukan dilihat sebagai kekayaan bangsa, bukan sebagai ancaman. Bahwa, keragaman agama dan kepercayaan harus hidup berdampingan dalam harmoni.

Nilai-nilai moderasi agama harus dipraktikkan dalam seluruh aspek kehidupan. Di antara nilai-nilai tersebut adalah menjaga martabat kemanusiaan, kemaslahatan umat, keadilan, keberimbangan, dan ketaatan pada konstitusi.

Di Indonesia, hal tersebut diterjemahkan ke dalam Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, dan UUD 45 sebagai asas konstitusional yang melandasi kepribadian dan sikap hidup masyarakat Indonesia dalam kehidupan beragama. Sebagai keniscayaan bagi penduduk Indonesia yang dilingkupi perbedaan agama dan kepercayaan untuk hidup berdampingan dalam harmoni.

Di samping itu pula, kenyataan bahwa nenek moyang bangsa ini telah mengaktualisasikan nilai-nilai moderasi beragama sejatinya menjadi spirit tambahan, sebagai stimulus kesadaran personal untuk menciptakan kebersamaan. Nilai-nilai moral leluhur telah membangun sebuah kesadaran yang menyadari fitrah sosial kemanusiaan.

Hal ini sama sekali tidak bertentangan dengan ajaran dalam setiap agama. Agama apapun tidak pernah mengajarkan sebaliknya. Justru, setiap agama mengajarkan kesadaran beragama untuk membangun pemahaman dan interpretasi bahwa keragaman agama dan kepercayaan adalah fitrah sosial kemanusiaan. Setiap agama mengajarkan untuk saling menghormati dan memahami perbedaan agama dan kepercayaan orang lain.

Seperti telah dikatakan di atas, penafsiran yang tidak utuh terhadap ajaran agama menimbulkan sikap anti moderat. Karenanya, pengetahuan agamanya tumbuh di atas nilai-nilai ketakutan, kecemasan terhadap penganut agama lain, peminggiran minoritas, dan ketakutan terhadap praktik ibadah agama dan kepercayaan lain.

Oleh karenanya, pemahaman dan artikulasi tentang moderasi beragama hendaknya dipamerkan secara menyeluruh dan utuh terhadap setiap pemeluk agama. Moderasi beragama sedikitpun tidak akan mereduksi atau menggerus keimanan dan keyakinan seseorang. Moderasi semata mendorong untuk terciptanya keseimbangan, harmoni dan toleransi antar pemeluk agama dan kepercayaan yang berbeda.

Moderasi beragama memiliki tujuan utama untuk menghindari ekstremisme, kekerasan dan konflik keagamaan, dengan berupaya mencari unsur dan nilai-nilai bersama dan perbedaan dalam agama dan kepercayaan.

Dalam konteks ini kebenaran absolut dalam suatu agama tidak harus dikorbankan. Hal itu tetap diyakini dan diimani, namun tidak harus dibenturkan dengan realitas kebenaran pihak lain. Tidak boleh memunculkan sikap eksklusif yang menolak agama dan kepercayaan yang berbeda. Perbedaan tersebut harus diakui sebagai sunnatullah. Hal ini bukan sebagai bentuk pengkhianatan terhadap keimanan dan keyakinan sendiri, melainkan sebagai ejawantah dari kuatnya keimanan itu sendiri.

Dalam agama Islam ini sangat tegas dikatakan oleh al Qur’an (Al Hujurat: 13). Demikian pula dalam agama Kristen menekankan hal yang tak jauh beda, mengajak umatnya untuk membangun kebersamaan serta mengupayakan kerukunan (Yeremia 29:7 dan Galatia 6:10).

Karenanya, moderasi beragama menjadi keharusan bagi setiap pemeluk agama dan kepercayaan. Terutama dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara untuk menciptakan harmoni dan kedamaian di negara kita yang multikultural ini.

Melihat fenomena yang riuh di ruang keberagamaan kita di Indonesia, maka moderasi beragama merupakan keharusan untuk disosialisasikan secara massif mengingat banyak sekali penganut agama yang keberagamaannya belum cukup berimbang dan berkeadilan yang sangat berpotensi menciptakan disharmoni, baik dalam kehidupan beragama maupun berbangsa.

Abdul Hakim

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

16 jam ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

16 jam ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

16 jam ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

2 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

2 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

2 hari ago