Tahun ini, kita memeringati Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-72. Hari-hari sekitar peringatan kemerdekaan lekat dengan suguhan simbol-simbol kebangsaan yang bias kita lihat di lingkungan sekitar kita. Mulai dari masyarakat yang memasang bendera merah-putih di depan rumah masing-masing, bekerja bakti dan gotong-royong membersihkan lingkungan, mempercantik gapura, diadakannya pelbagai lomba, dikumandangkannya lagu-lagu kebangsaan, sampai pelaksanaan upacara bendera.
Itu semua menciptakan suasana tersendiri dan membawa imajinasi kita tentang bangsa ini. Semangat kemerdekaan yang tergambar lewat pelbagai peristiwa sosial tersebut membuat masyarakat Indonesia yang berada di mana pun, merasa tergugah untuk kembali menaruh perhatiannya pada bangsanya. Momentum kemerdekaan seakan kembali mengingatkan kita akan eksistensi dan identitas kita sebagai sebuah bangsa. Momentum kemerdekaan pada gilirannya membawa pikiran kita pada segala hal tentang bangsa ini; mulai sejarah perjuangan para pahlawan, sejarah lahirnya bangsa, hingga pelbagai kekayaan yang ada pada bumi Nusantara ini. Semua berkelebat dalam pikiran, membawa kita pada rasa bangga sekaligus haru yang luar biasa.
Kita seakan diingatkan dengan betapa besarnya bangsa ini. Betapa luasnya bumi Nusantara ini. Betapa beragamnya masyarakat negara ini. Secara geografis, negara kita terbentang luas, berada tepat di garis Khatulistiwa, dengan letak yang sangat strategis di antara dua benua dan dua samudera; benua Asia dan benua Australia, dan antara samudera Hindia dan samudera Pasifik. Negara kita terdiri dari kurang lebih 17.508 pulau, dengan jumlah penduduk sekitar 258 juta jiwa yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Selanjutnya, keistimewaan dari segi geografis ini membawa kekayaan tersendiri bagi bangsa ini, berupa tanah yang subur, indah, kaya sumber daya, dan bervariasi. Mulai dari pegunungan, perbukitan, tepian pantai atau pesisir, dataran rendah, padang rumput, perdesaan, perkotaan, hingga pedalaman hutan.
Di samping secara geografis, kekayaan Indonesia juga terletak pada keragaman bangsa atau masyarakatnya. Bangsa kita terdiri dari beragam latar belakang, baik suku, ras, agama, kepercayaan dan lain sebagainya. Terkait suku bangsa, Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010 mencatat sekurang-kurangnya ada sekitar 1.340 suku bangsa yang mendiami pulau-pulau di Indonesia. Masing-masing suku memiliki keunikan, baik budaya, sistem nilai maupun kepercayaan yang berbeda-beda. Belum lagi adanya perpindahan penduduk yang menyebabkan percampuran budaya serta munculnya dinamika kehidupan di dalamnya. Benar-benar sebuah bangsa yang besar, kaya, dan beragam.
Membayangkan itu semua, tak ada hal lain yang muncul dalam dada kita pertama kali selain rasa syukur, haru, sekaligus bangga. Terlebih, jika kita melihat ke belakang, melihat sejarah lahirnya bangsa ini, yang harus diperjuangkan hidup-mati oleh para pejuang, juga melalui perjalanan panjang munculnya pelbagai gerakan, perkumpulan, perundingan, dan dialog antar pelbagai golongan dan elemen bangsa, hingga akhirnya kita bisa lepas dari belenggu penjajahan dan sepakat untuk bersatu dalam sebuah negara kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Meski sekarang kita hidup puluhan tahun setelah masa-masa tersebut, spirit perjuangan para pahlawan, semangat para pejuang kemerdekaan, dan para pendiri bangsa tersebut akan tetap hidup dan menjadi memori kolektif yang akan terus tertanam dalam batin dan jiwa kita semua sebagai bangsa Indonesia. Sebuah memori yang setiap saat bisa kita putar, bahkan berputar dengan sendirinya dalam pikiran kita setiap kali melihat simbol-simbol atau suasana kebangsaaan, termasuk saat momentum peringatan kemerdekaan sekarang ini. Memori yang bisa muncul seketika saat mendengar lagu-lagu kebangsaan, teriakan lantang pidato Bung Karno, derap langkah Tentara Nasional, hingga kelebat bendera merah-putih di pinggir-pinggir jalan.
Mensyukuri
Lantas, apa yang bisa dilakukan ketika kita merasakan memori tersebut? Hal mendasar yang bisa kita lakukan sebagai wujud syukur atas karunia luar biasa berupa negeri yang luas, indah, dan kaya ini adalah kesadaran untuk selalu menjaga dan merawatnya. Kita tentu tak ingin keindahan dan kekayaan yang dimiliki bangsa ini, baik kekayaan alam maupun kekayaan budayanya rusak karena kita mengabaikannya. Kita juga tak ingin kemajemukan bangsa yang terbingkai harmonis dalam semangat persatuan tersebut memudar, bahkan terkoyak hanya karena egoisme kelompok, intoleransi, dan pertikaian di masyarakat.
Di sinilah, maka dibutuhkan kesadaran bersama oleh semua elemen bangsa untuk selalu menjaga dan merawat kekayaan tersebut. Dibutuhkan adanya kesadaran nasional yang harus tertanam dalam diri setiap warga bangsa untuk selalu mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal tersebut bisa diwujudkan seluruh elemen bangsa dengan terus memegang teguh empat pilar kebangsaan, yakni Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Keempat-empatnya merupakan pilar penyangga yang harus ditegakkan dengan kokoh untuk mewujudkan terciptanya rasa aman, nyaman, tentram, dan damai bagi seluruh masyarakat Indonesia, sekaligus jaminan tegaknya bangunan besar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Refleksi
Konkretnya, empat pilar tersebut bisa diamalkan seluruh masyarakat Indonesia dengan terus mengembangkan sikap serta laku toleran dan saling menghargai, terutama dalam menjalin hubungan dengan saudara sebangsa yang beragam tersebut. Pelbagai fenomena di masyarakat belakangan, di mana gejala intoleransi serta kekerasan terasa menguat, seperti mudahnya orang membatasi ekspresi keberagamaan orang lain, saling menghina dan mencaci di media sosial, bahkan mudahnya orang menghilangkan nyawa orang lain yang melakukan kesalahan, juga teror yang dilakukan kelompok berpaham radikalisme, merupakan catatan bersama yang mestinya bisa membuat kita melakukan refleksi.
Semua itu berpangkal dari belum adanya kesadaran kita sebagai manusia sekaligus bangsa Indonesia, yang harus memiliki kebijaksanaan dalam melihat segala bentuk perbedaan maupun kesalahan orang lain. Sikap egois, hilangnya nalar, dan pelbagai sikap frontal yang lebih mengedepankan amarah sudah semestinya disingkirkan. Kita lebih membutuhkan sikap ramah, toleran, kooperatif dan terbuka terhadap dialog, serta kebijaksanaan. Sikap-sikap yang mendukung terciptanya harmoni sosial dan kedamaian di masyarakat. Berapa kali kita harus diingatkan, sampai benar-benar sadar bahwa perbedaan dalam tubuh bangsa Indonesia bukan alasan untuk saling bertikai, melainkan untuk saling mengenal, bersinergi, dan bergandengan tangan menjaga bangsa ini? Bahwa perbedaan tak boleh menjadi kelemahan, melainkan harus menjadi sumber kekuatan untuk membangun bangsa ini?
This post was last modified on 16 Agustus 2017 2:56 PM
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…