Di hadapan 50 orang peserta kegiatan deradikalisasi luar lapas bertempat di Makassar, hari rabu tanggal 4 Nopember 2015 lalu, seorang peserta yang sangat ‘radikal’ menyampaikan ulasan dan tanggapan terhadap materi paparan saya tentang wawasan kebangsaan. Secara panjang lebar peserta tersebut menyatakan bahwa keterpurukan yang terjadi di Indonesia saat ini disebabkan karena tidak ada kepastian hukum bagi setiap orang sebagai warga negara. Kemudian ia mengakhiri ulasannya dengan tegas menyatakan bahwa NKRI tetap harus dijaga dan dilindungi, tetapi harus menerapkan syariat Islam dan menambahkan kata syariah dibelakang NKRI, menjadi NKRI Syariah
Fenomena menjamurnya istilah Syariah di Indonesia setelah muncul ekonomi syariah sebagaimana dapat dengan mudah ditemukan pada perbankan syariah, gadai syariah, dan banyak lagi istilah dunia perekonomian dan perbankan digandengkan dengan kata syariah di belakangnya. Namun yang pasti, hingga kini belum ada kolam renang syariah atau panti pijat syariah.
Peserta itu menarik perhatian saya, meski berpenampilan sangat konservatif, tampil dengan jenggot yang panjang, baju gamis putih yang panjang, namun pemikiran dan tutur kata yang sangat moderat, wasatiyah, mencerahkan dan jauh dari umpatan yang penuh kebencian dan permusuhan. Peserta tersebut dengan tegas menyarankan agar BNPT mensosialisasikan bentuk negara Kesatuan Republik Indonesia dengan tambahan kalimat syariah di belakangnya.
Sebuah pemikiran yang unik dan sedikit lucu, hanya karena banyaknya istilah perekonomian dan perbankan yang menambahkan kata syariah, mendorong peserta ini berpikiran singkat. Hal ini mungkin pula terjadi banyak orang lain; belum memiliki wawasan yang memadai tentang syariah, hanya memiliki memiliki semangat penegakannya saja karena menganggap istilah syariah adalah turunan langsung dari tuhan.
Kembali ke peserta tersebut, ia mencontohkan banyaknya peraturan daerah (perda) dengan label syariah yang dibuat oleh banyak pemerintah pada tingkat kabupaten, seperti perda syariah tentang larangan miras, perda zakat, dll. Pada satu sisi, aplikasi aturan yang sesuai dengan syariah secara perdata banyak yang ditetapkan oleh para legislator di tingkat kabupaten. Namun di sisi lain, syariah tinggal sebuah nama yang selalu menjadi alat dalam memperbanyak dukungan politik dari masyarakat, karena niat menggunakan syariah sarat dengan nuansa politik, tidak dipahami makna syariah secara komprehensif. Di sinilah letak keunikan dan kejanggalan penggunaan kata syariah.
Masyarakat jangan sampai gagap mengira bahwa banyaknya kata syariah yang digunakan dan dipajang di banyak kepentingan adalah jaminan bahwa penerapan substansi syariah sudah terlaksana dan diterapkan dalam masyarakat. Karena pada hakekatnya syariat Islam sudah ditegakkan dalam banyak aspek kehidupan tanpa ada kata syariah sebagai pajangannya, sebab Tuhan menciptakan syariah untuk memelihara jiwa, agama, akal, keturuan dan harta.
Jika dalam hidup manusia senantiasa memelihara kedamaian, ketenangan dan ketenteraman, maka sesungguhnya kita telah melaksanakan dan menerapkan nilai-nilai syariah. Semua manusia sangat setuju dengan penerapan syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Namun yang tidak sesuai dengan falsafah ideologi bangsa Indonesia adalah melakukan formalisasi syariat Islam, karena negara kesatuan Indonesia bukan negara agama, bukan pula negara ateis; Indonesia adalah negara yang secara konstitusional mengakui keberadaan dan keagungan agama di Indonesia.
Pengakuan keberadaan keberagamaan dalam konstitusi merupakan bagian dari penerapan syariat Islam, sebab Tuhan menganjurkan untuk menjaga dan memelihara eksistensi agama. Tuhan tidak menciptakan segala sesuatu secara seragam, agar kita dapat mengambil pelajaran dan hikmah yang dalam atas keragaman yang ada, sehingga bukan keseragaman yang menjadi target dalam kehidupan.
Bentuk negara Kesatuan Republik Indonesia juga merupakan salah satu aplikasi dari penerapan syariat Islam, sebab Tuhan memerintahkan agar kita membentuk pemerintahan (dalam bahasa Arab: khilafah). Khilafah di Indonesia ada dalam bentuk Republik. Poin inilah yang harus dipahami oleh setiap orang yang masih saja berkutat dengan ilusi khilafah. Bukan kata syariah dan istilah khilafah yang Tuhan perintahkan untuk dipajang, tetapi aplikasi nilai yang terdapat dalam syariah dan khilafah yang lebih utama diterapkan. Sama halnya dengan praktek kehidupan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw.
Tugas kita bersama sebagai warga negara, juga sebagai khalifah (wakil) Tuhan di atas dunia ini, adalah menginternalisasikan nilai-nilai syariah dalam segala aspek kehidupan, agar kita semua merasakan kedamaian, ketenangan dan ketenteraman serta hidup secara harmonis bersama makhluk Tuhan lainnya, bersama manusia ciptaan Tuhan lainnya yang juga memiliki keimanan. Sesungguhnya orang-orang yang memiliki keimanan adalah bersaudara.
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…