Globalisasi membawa dampak positif dan negatif kesemua lini kehidupan, termasuk dalam mencari informasi. Sejak berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi memasuki era informasi, semua informasi dari berbagai belahan dunia bisa didapatkan dalam hitungan detik melalui akses internet. Cukup memainkan gadget, informasi apapun seperti berita, IPTEK, oleh raga, lifestyle, bahkan persoalan agama bisa dicari di sini.
Salah satu dampak negatif perkembangan IPTEK adalah belajar agama melalui internet. Untuk informasi lain di luar pembelajaran agama tentu tidak bermasalah. Namun, khusus untuk belajar agama di sinilah masalahnya. Kenapa? Karena dalam belajar agama pertemuan seorang murid dengan guru, kyai, atau ulama menjadi sangat penting. Karena peran guru selain sebagai panutan untuk dicontoh murid, ia juga menjadi penilai kelayakan pemahaman keagamaan si murid.
Belajar agama memang tidak bisa disamakan dengan belajar ilmu umum lainnya. Belajar agama memerlukan mata rantai (sanad) keilmuan, mulai dari guru, gurunya guru, gurunya lagi, terus sampai Muallif (pengarang kitab), dan bahkan hingga Rasulullah saw. Teori ini sudah baku di dunia keilmuan Islam mengikuti teori sanad muttasil (mata rantai tersambung) dalam keilmuan hadits. Fungsinya agar ajaran Islam tetap otentik dan memiliki kualitas dan mutu yang terjaga dari generasi sahabat sampai akhir zaman. Mata rantai keilmuan agama tidak boleh terputus (munqoti’), harus tersambung terus kepada Rasulullah sang pembawa ajaran Islam.
Kini banyak orang sekarang lebih suka belajar agama secara instan, juga tak bertanggung jawab. Banyak orang lebih memilih belajar agama hanya dari internet, seperti lewat google atau situs lain yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Selain masalah tersebut di atas, teknologi komunikasi dan informasi juga dapat memberikan kontribusi positif di ‘tangan’ yang benar. Dalam banyak disiplin ilmu selain agama teknologi dapat dijadikan sebagai media edukasi yang sangat membantu dunia pendidikan. Media edukasi itu adalah pemanfaatan teknologi seperti Blogging, Microblogging (twitter), Wikis, Photo/Slide Sharing, Audio/Video Sharing, Syndication of content through RSS, Social Bookmarking, Sosial Networks, other tools (Skype), dan Mobile Technologies.
Hasil penelitian Sayid Qutub tentang Cyber Terorism menjelaskan bahwa jaringan terorisme internasional tidak terlepas dari perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dan memanfaatkan jaringan internet. Tujuannya untuk kepentingan individu atau kelompok tertentu demi melumpuhkan infrastruktur internasional. Mereka juga menekan dan mengintimidasi kegiatan pemerintah serta masyarakat sipil untuk menunjukkan eksistensi dipanggung dunia.
Sebagai alternatif jika memang jika memang terpaksa mencari tahu atau belajar soal agama di internet, maka beberapa website damai di bawah ini bisa dijadikan acuan. Mengapa? Karena web-web berikut tidak pernah terbukti memprovokasi pembacanya untuk mengkafirkan atau menebar kemurkaan kepada pihak lain.
sumber : pelajar.damai.id
penulis : Abdullah Hamid (Kontributor Portal damai.id)
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…
Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…
Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…
Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…