Narasi

Pancasila, Ideologi Pemersatu

Indonesia sebagai negara multikultural memiliki banyak perbedaan, yaitu perbedaan agama, bahasa, suku, ras, dan perbedaan lainnya.  Perbedaan tersebut tidak menjadi penghalang bagi Indonesia untuk bersatu, melaju, dan tumbuh bersama di bawah naungan Pancasila. Bhinneka Tunggal Ika, meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap adalah satu kesatuan, begitulah semboyan bangsa ini. Artinya Indonesia dengan ideologinya Pancasila, merupakan rumah bagi segala bentuk perbedaan.

Tidak ada manusia yang lebih unggul daripada yang lainnya kecuali dilihat dari seberapa besar kontribusinya untuk bangsa dan negara. Namun sayangnya, belakangan ini banyak pihak yang merasa lebih unggul daripada yang lainnya, sehingga mereka merasa berhak untuk menghakimi orang lain. Hal tersebut akan menjadi bencana ketika masing-masing orang merasa paling benar di antara orang yang lainnya, sehingga yang akan terjadi ialah perpecahan.

Perpecahan di antara anak bangsa tentu tidak kita inginkan, oleh karena itu setiap orang harus mampu menahan egonya untuk mengutamakan persatuan Indonesia sesuai dengan sila ke-3 Pancasila. Pancasila bagaikan rumah yang luas untuk dihuni segala bentuk perbedaan yang ada di Indonesia. Bayangkan saja, dari Sabang sampai dengan Merauke terdiri dari pelbagai macam agama, bahasa, suku, ras dan perbedaan lainnya bisa bersatu di bawah naungan Pancasila. Artinya, Pancasila sebagai ideologi bangsa sudah final dan tidak bisa diganggu gugat.

Belakangan memang marak sekali diberitakan adanya beberapa pihak yang mengkampanyekan ideologi selain Pancasila. Sejarah panjang Pancasila yang sudah teruji harusnya membuat banyak pihak berpikir ulang untuk mempromosikan ideologinya, pasalnya tidak ada ideologi lain selain Pancasila yang mampu menjadi rumah dan mempersatukan segala bentuk perbedaan yang ada di Indonesia ini. Pancasila menjadi jalan tengah yang manfaatnya dirasakan tidak hanya oleh orang dari golongan tertentu, tetapi oleh semua orang dari golongan apapun.

Pancasila tidak condong ke kanan ataupun kiri, tetapi Pancasila berada di tengah-tengah dan mampu memayungi semua perbedaan secara merata. Berbeda dengan ideologi lain yang cenderung memecah belah, karena hanya menguntungkan salah satu pihak saja. Nilai-nilai keadilan yang terkandung dalam Pancasila itulah yang membuat semua orang merasa diakui sehingga timbul kecintaannya terhadap tanah air.

Pancasila sebagai ideologi memang sudah final, dan semua orang sepakat dengan itu. Namun, pengimplementasian Pancasila sepertinya masih jauh panggang daripada api. Masih banyak pihak yang bermain api dengan persatuan Indonesia hanya sekadar untuk mencapai ambisinya. Tentu publik masih belum lupa akan Pilkada serentak beberapa bulan lalu yang dipenuhi akan ujaran-ujaran kebencian dan caci maki.

Persatuan di negeri ini tentu jauh lebih mahal harganya bila dibandingkan dengan obsesi beberapa oknum untuk menduduki tampuk kekuasaan. Menggunakan isu SARA (Suku, Agama, dan Ras) untuk menjatuhkan pihak lain tertentu merupakan cara licik yang tidak hanya melukai pihak yang diserang, melainkan turut melakukan tindakan memecah-belah dan kerukunan antarumat.

Oknum-oknum yang berusaha memecah belah persatuan Indonesia adalah musuh dari Pancasila, yang berarti musuh seluruh masyarakat Indonesia. Publik harus lebih jeli lagi mengenali modus-modus dari oknum tersebut agar tidak mudah terhasut. Informasi yang begitu mudah beredar melalui internet tidak boleh ditelan mentah-mentah oleh masyarakat, karena banyak sekali oknum pemecah belah yang bersarang disana. Publik harus lebih jeli menilai dan memvalidasi informasi yang didapatkannya, terutama apabila informasi tersebut bernuansa memecah belah persatuan.

Jika ada pihak yang mengaku mengamalkan Pancasila, namun kesehariannya memecah belah persatuan maka sesungguhnya orang tersebut masih belum memahami Pancasila secara utuh. Pancasila dirancang para founding father  untuk mempersatukan, bukan memecah belah. Berperilaku mengutamakan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi atau golongan berarti turut mengimplementasikan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut jika dilakukan oleh semua pihak maka yang terjadi adalah nilai toleransi yang tinggi, saling menghormati, dan persatuan akan tetap terjaga.

Thoriq Tri Prabowo

Alumnus Magister Interdisciplinary Islamic Studies Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Recent Posts

Nasionalisme, Ukhuwah Islamiah, dan Cacat Pikir Kelompok Radikal-Teror

Tanggal 20 Mei berlalu begitu saja dan siapa yang ingat ihwal Hari Kebangkitan Nasional? Saya…

16 jam ago

Ironi Masyarakat Paling Religius: Menimbang Ulang Makna Religiusitas di Indonesia

Indonesia kembali dinobatkan sebagai negara paling religius di dunia menurut dua lembaga besar seperti CEOWORLD…

16 jam ago

“Ittiba’ Disconnect”; Kerancuan HTI Memahami Kebangkitan Islam

Meski sudah resmi dibubarkan dan dilarang beberapa tahun lalu, Hizbut Tahrir Indonesia alias HTI tampaknya…

19 jam ago

Kebangkitan Nasional, Ki Hadjar Dewantara, dan Kejawen

Nasionalisme, sejauh ini, selalu saja dihadapkan pada agama sebagaimana dua entitas yang sama sekali berbeda…

2 hari ago

Membangun Sinergi Gerakan Nasional dan Pembaruan Keagamaan

Kebangkitan Nasional pada awal abad ke-20 bukan sekadar momentum politis untuk meraih kemerdekaan. Lebih dari…

2 hari ago

Cahaya dari Madinah: Pendidikan dan Moderasi sebagai Denyut Nadi Peradaban

Pada suatu masa, lebih dari empat belas abad silam, Yatsrib, sebuah oasis di tengah gurun…

2 hari ago