Narasi

Pancasila: Vaksin Imunitas Bangsa, Benteng Menangkal Radikalisme

Di tengah krisis akibat pandemi yang tidak kunjung surut, masih saja ada kelompok yang memanfaatkan kondisi wabah untuk menebar propaganda radikalisme. Menebarkan janji-janji manis ideologi transnasional khilafah islamiyyah sebagai sistem ketatanegaraan.Patut disyukuri NKRI senantiasa berdiri kokoh dengan Pancasila sebagai dasar negara. Simbolisme persatuan dalam kebinekaan yang kita butuhkan dalam detak napas perjalanan kebangsaan.

Goenawan Mohammad menyatakan, ”Kita membutuhkan Pancasila kembali karena ia merupakan rumusan yang ringkas dari ikhtiar bangsa kita yang sedang meniti buih untuk dengan selamat mencapai persatuan dalam perbedaan…. Kita membutuhkan Pancasila kembali untuk mengukuhkan, kita mau tak mau perlu hidup dengan sebuah pandangan dan sikap yang manusiawi—yang mengakui peliknya hidup bermasyarakat. Kita membutuhkan Pancasila kembali karena merupakan proses negosiasi terus-menerus dari sebuah bangsa yang tak pernah tunggal, tak sepenuhnya bisa ”eka”, dan tak ada yang bisa sepenuhnya meyakinkan, dirinya, kaumnya, mewakili sesuatu yang Maha benar. Kita membutuhkan Pancasila kembali: seperti saya katakan di atas, kita hidup di sebuah zaman yang makin menyadari ketidaksempurnaan nasib manusia.”

Imunitas Kebangsaan

Oleh karena bangsa Indonesia adalah bangsa berideologi Pancasila, maka setiap nilai-nilai sila harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Artinya, penggunaan hak-hak sipil dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara haruslah selalu disertai dengan rasa tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa, menurut keyakinan agama masing-masing, haruslah menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sesuai dengan martabat dan harkat kemanusiaan, haruslah menjamin dan memperkokoh persatuan bangsa dan harus dimanfaatkan untuk mewujudkan keadilan sosial (Pejabat Presiden Soeharto, 1967).

Baca juga : Pancasila : Vaksin Pemersatu yang Dikagumi Negara Islam

Pancasila adalah vaksin imunitas atas beragam problematika kebangsaan yang olehnya NKRI senantiasa berdiri tegak hingga sekarang. Melalui Pancasila inilah, selanjutnya semua perbedaan dapat dirangkul dalam konsep persatuan dan kemufakatan. Pancasila ialah wujud kompromi beragam ideologi Fakta sejarah mencatat, meskipun Pancasila pernah dihadapkan secara vis a vis dengan ancaman ideologi sosialisme dan komunisme, serta juga sempat ditentang para pengusung ideologi Islam pada masa awal kemerdekaan, Republik Indonesia dengan ideologi Pancasila masih tegak beridiri sampai saat sekarang, dan menyatukan elemen-elemen bangsa.

Di sisi lain, Pancasila ialah falsafah kebangsaan mengakomodasi berbagai aspirasi warga negara. Hal ini menjadi catatan penting, mengingat guna menunjang kemajuan negara, konfrontasi aspirasi dan kritik sangat diperlukan meskipun dengan batasan-batasan toleransi. M. Natsir pernah berujar (Kusuma dan Khairul, 2008):

Toleransi tanpa konfrontasi sesungguhnya bukanlah toleransi yang kita maksud, karena itu hanya berarti mengelakkan persoalan… Yang kita perlukan ialah konfrontasi dalam suasana toleransi sehingga dari pembenturan antara ide-ide dan pemikiran yang kita ajukan masing-masing sampai kepada kebenaran.“

Dari sini, jelas bahwa keberadaan Pancasila dalam sistem politik di Indonesia merupakan bentuk penyatuan kebinekaan NKRI secara jenius dan bijaksana. Pancasila berdiri secara netral dan fleksibel di antara beragam ideologi. Pancasila juga berdiri sebagai falsafah yang digali dari berbagai budaya di Nusantara. Pancasila juga selaras dengan agama-agama dan aliran kepercayaan yang berkembang di Indonesia.

Lihatlah, bagaimana dahulu NKRI terpecah menjadi bermacam-macam kerajaan. Tetapi, kini semua kerajaan Nusantara itu telah menyatu dalam naungan NKRI. Artinya, Pancasila menjadi perekat persatuan yang tidak bisa tergantikan. Maka itu, jika kita menginginkan NKRI tetap utuh dan tidak pecah, Pancasila harus menjadi komitmen utuh titik temu keberagaman kita.

Dalam konteks ini, setidaknya ada dua hal agar Pancasila dapat diletakkan sebagai dasar pengukuh kebersamaan dalam mengentaskan NKRI dari segala problematika kebangsaan. Pertama, bagaimana menempatkan diri bersama orang lain yang berbeda latar belakang identitas. Kedua, bagaimana memperlakukan orang lain yang sedang khilaf dan menyikapi dengan bijaksana demi terjalinnya rasa kesetiakawanan dan semangat persatuan.

Epilog

Tidak mudah merangkai keberagaman yang majemuk tersebut dalam tubuh satu Indonesia, maka formulasi Pancasila sebagai dasar negara merupakan keniscayaan yang harus dipertahankan. Meskipun dalam tataran praktik politik, pelaksanaan demokrasi Pancasila masih perlu dilakukan penyempurnaan. Praktik korupsi, salah kaprah penegakan hukum, serta ketidakmerataan keadilan dan kesejahteraan sosial merupakan wujud konkrit betapa implementasi nilai-nilai Pancasila masih harus diperbaiki. Hanya saja, sejauh ini Pancasila telah menjadi falsafah berbangsa dan bernegara yang mampu merawat NKRI dengan mempersatukan perbedaan.

Sejarah mencatat, kelapangdadaan para Founding Fathers NKRI dalam melihat prospek Pancasila sebagai pemersatu beragam golongan menjadi kunci keberlangsungan NKRI yang tetap berdiri kokoh. Dalam perdebatan panjang sila pertama Pancasila yang awalnya berbunyi “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya” diubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa” atas usul Ki Bagus Hadikusumo, Ketua Hoof Bestur Muhammadiyyah karena keberatan dari suatu kelompok atas tambahan tujuh kata tersebut, yang dikhawatirkan dapat menjadi ancaman perpecahan bagi negara yang saat itu baru mengawali peraihan cita-cita kemerdekaan.

Dari itu, jelas bahwa Pancasila telah berperan banyak dalam mengatur stabilitas kehidupan warga negara Indonesia (WNI), dalam penataan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Tentunya, kita tidak ingin mengotori nilai-nilai kebangsaan Pancasila yang suci dengan ideologi radikalisme dan terorisme yang akrab dengan kekerasan dan perpecahaan.

Maka, Pancasila harus kita jaga dan ditempatkan sebagai vaksin anti-radikalisme. Artinya, nilai-nilai Pancasila harus kita praktikkan serta pemahaman terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila juga harus disebarluaskan dalam kehidupan sehari-hari. Agar, Pancasila dapat menjadi menjadi benteng kokoh menangkal radikalisme-terorisme. Inilah ikhtiar untuk memutus dan mematahkan narasi dan nalar ideologi radikalisme-terorisme yang kian tumbuh subur di jagat digital.  Wallahu a’lam.

This post was last modified on 24 Juni 2020 12:34 PM

Mohammad Sholihul Wafi

Alumni PP. Ishlahusy Syubban Kudus.

Recent Posts

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

14 jam ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

14 jam ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

14 jam ago

Politik dan Kesucian: Menyimak Geliat Agama di Pilkada 2024

Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…

14 jam ago

Potensi Ancaman Pilkada 2024; Dari Kekerasan Sipil ke Kebangkitan Terorisme

Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…

2 hari ago

Mencegah Agenda Mistifikasi Politik Jelang Pilkada

Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…

2 hari ago