Analisa

Panduan Kontra Radikalisasi di Lingkungan Kerja (2) : Mengenali Modus dan Sumber Radikalisasi

Sebelumnya saat menanggapi kasus DE, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD memberikan sinyal ada celah kebobolan yang dialami pemerintah dan BUMN terhadap gerakan dan penyebaran ideologi ekstrem di lingkungan kerja. Peningkatan skil pegawai tidak disertai pula aspek jaminan ideologi dan mental sehingga celah ini menjadi lahan subur infiltrasi kelompok radikal.

Selain itu patut dipahami bahwa penangkapan DE dengan afiliasi ISIS menjadi fenomena baru. Biasanya kelompok radikal yang menerapkan strategi taqiyah dan tamkin di lingkungan pemerintahan berasal dari kelompok dengan afiliasi Al-Qaeda atau JI di Indonesia. Namun, DE membuktikan kelompok ISIS pun juga merangsek masuk dalam ruang yang mereka anggap sebagai thagut.

Karena itulah, penting di sini bagi para pegawai dan pekerja untuk mengenali dan mewaspadai modus, strategi dan sumber radikalisasi yang dilakukan kelompok radikal di lingkungan kerja baik pemerintahan maupun swasta.

Modus Kelompok Radikal di Lingkungan Kerja

Ada beberapa cara yang dilakukan oleh individua tau kelompok dalam menyebarkan ajaran dan pemahaman radikalisme di lingkungan kerja.

  • Pendekatan personal dan pertemanan

Marc Sageman mengemukakan bahwa relasi pertemanan dapat menjadi ruang yang menghubungkan individu dengan jaringan terorisme. Mereka akan mendekati individu dengan menjadi teman kerja dan mentor dalam pekerjaan. Selanjutnya mereka akan mencari kesamaan minat, hoby hingga kepercayaan untuk membangun ikatan yang lebih dalam.

  • Mengajak dalam kelompok ekslusif

Setelah ditemukan kesamaan pandangan, mereka akan mengajak individu masuk dalam satu pertemuan yang terbatas. Menggelar diskusi, pendalaman materi, dan tukar pendapat untuk memberikan satu kesamaan dan identitas bersama. Di sinilah proses indoktrinasi dilakukan.

  • Memberikan pemenuhan kebutuhan dan pengakuan

Setelah aktifitas rutin berjamaan dilakukan, mereka akan memberikan kebutuhan emosional dan pengakuan sebagai kelompok dan keluarga baru. Hal ini dilakukan untuk menjaga loyalitas dan kebersamaan.

  • Mengajak dalam kegiatan sosial

Tahapan berikutnya membahas isu-isu aktual politik dan kemasyarakatan. Individu diajak untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial yang sejalan dengan pandangan mereka. Isu-isu kemanusiaan dibungkus untuk menanamkan empati dan kepedulian untuk melakukan perubahan.

  • Mengajak dalam pelatihan dan perencanaan

Setelah tumbuh empati dan semangat heroisme, individu akan diajak lebih jauh dalam ruang yang sangat tertutup dan rahasia. Mereka bisa saja dilatih secara fisik dan sudah berhenti kerja. Banyak cerita karyawan yang sudah resign atau tidak ada kabar kemudian ditangkap oleh aparat keamanan.

Sumber Radikalisasi di Lingkungan Kerja

Sumber atau ruang radikalisasi di lingkungan kerja memiliki kesamaan dengan proses radikalisasi di lingkungan masyarakat. kanalisasi radikalisasi itu dapat di bagi dalam dua sarana konvensional dan digital.

  • Cara Lama (konvensional) :

Dalam pendetakan ini sumber radikalisasi dilakukan dengan beberapa cara:

  1. Melalui pertemuan umum (ceramah, pidato, khutbah) yang memberikan pandangan tentang seharusnya kondisi ideal dan keburukan sistem saat ini.
  2. Melalui pertemuan terbatas dimanfaatkan di sela-sela istrahat kerja atau memanfaatkan tempat ibadah di lingkungan kerja.
  3. Melalui selebaran dan bulletin yang disebarkan ke pegawai dan karyawan sebagai bahan bacaan agar tertarik pada ide-ide radikalisme.
  4. Melalui kegiatan di luar kantor yang mengatasnamakan pembinaan dan perekatan emosional antara pegawai/karyawan.
  5. Melalui kegiatan sosial dan mengajak memanfaatkan badan amal kelompok untuk bergabung dalam solidaritas isu-isu sentimen SARA.
  • Cara baru (digital):

Dalam pendekatan ini sumber radikalisasi dilakukan dengan cara memberikan rekomendasi terhadap website, akun dan kanal media sosial.

  1. memberikan rekomendasi website, akun media sosial dan ceramah-ceramah yang layak diikuti.
  2. Memasukkan dalam kanal/grup media sosial yang berisi tentang ide, ajaran, paham dan isu-isu aktual yang disebar setiap saat. Di sinilah mereka diajak untuk saling berinteraksi dan berkomunikasi.
  3. Memasukkan dalam grup media sosial yang lebih terbatas jika individu sudah menampakkan militansi dan kesiapan untuk melakukan aksi.

Bersambung.. Mengenali Teman yang Terpapar dan Bagaimana Mencegahnya

This post was last modified on 22 September 2023 12:19 PM

Abdul Malik

Redaktur pelaksana Pusat Media Damai BNPT

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

9 jam ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

9 jam ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

9 jam ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

1 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

1 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

1 hari ago