Narasi

Peace Education: Menebarkan Kedamaian di Dunia Maya

“UNESCO’s activities, projects and partners in education for peace and non-violence work with a holistic approach to establish and nurture the respect and skills needed to build of peace”.

(UNESCO’S Work on Education for Peace and Non-Violence: 03)

Kebutuhan internet seolah menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat Indonesia. Hampir setiap aktivitasnya tidak jauh-jauh dari yang namanya internet, misalkan belanja, makan dan minum, traveling, hang out, masak, mendidik, komunikasi dengan pujian, dan bahkan dengan cacian atau bullying. Dunia maya sangat memudahkan kita dalam hal apapun dan kapanpun, ia tak terbatas ruang dan waktu. Kita hampir tidak ikhlas jika kehidupan sehari-hari kita tidak dilengkapi dengan internet atau dikurangi menit penggunaan internetnya.

Hal yang menjadi pertanyaan ialah kenapa dunia maya justru digunakan untuk mengintimidasi, bullying, dan mendiskriminasi orang lain? Dunia maya hampir diidentikan dengan kosa kata yang negatif tersebut akibat dari ulah oknum-oknum tertentu. Padahal berdasarkan Global Peace Index 2018 dari Institute For Ecomoics & Peace, Indonesia yang merupakan negara cinta damai berada di urutan 55 dengan skore 1.853 masuk kategori “High”. Skor tersebut justru menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya, ini artinya ada faktor-faktor lain yang sudah menyebabkan menurunnya skor perdamaian (Institute for Economics & Peace. Global Peace Index 2018: Measuring Peace in a Complex World, Sydney, June 2018: 8).

Bisa jadi disebabkan konflik online yang berujung pada offline atau sebaliknya. Oleh karena itu, dengan adanya dunia maya yang bersifat netral ini, sebaiknya digunakan untuk mendidik masyarakat Indonesia agar lebih akrab dan saling menghormati siapapun.

Peace education merupakan usaha sadar yang diarahkan untuk menumbuhkan budaya damai dan menghindari kekerasan. Peace education perlu digenjot lagi pelaksanaannya baik secara offline maupaun dunia maya untuk memberikan wawasan dan pengawasan secara istikomah kepada warganet. Peace education ini perlu mengarah pada multidimensi, sehingga bisa mengedukasi warganet sesuai background masing-masing dan pada nantinya menemukan kesadarannya.

Produksi Konten Damai

Peace education tidak akan bisa tercapai tujuannya jika yang melaksanakan hanya segelintir orang. Bagi masyarakat Indonesia, perlu bersatu-padu untuk melakukan itu secara bersama-sama seperti yang dilakukan UNESCO. Setiap orang harus memproduksi konten-konten tentang perdamaian. Kita perlu menebarkan perdamaian dalam bungkus apapun agar bisa meredam berbagai potensi konflik. Produksi konten ini juga sebagai output dari pendidikan yang sudah didapatkannya, sekaligus mengasah keterampilannya dalam membangun budaya damai.

Konten yang ditransmisikan melalui dunia maya, baik itu tulisan, video, audio, gambar, diagram, tabel, dan lainnya harus bernilaikan perdamaian. Konten yang perlu disebarkan ialah mengenai saling menghormati kepada siapapun, dialog, musyawarah-mufakat, lapang dada, sabar, istikomah, rendah hati, tidak sombong, bersyukur, dan positif thinking. Konten ini terdiri dari teori-teori dan kisah-kisah inspiratif serta langkah-langkah praktiknya, sehingga bisa mendorong siapapun untuk mengikutinya dengan mudah.

Produksi konten damai yang dikemas dengan budaya pop akan semakin menarik para remaja milenial dan bahkan secara universal. Misalkan dalam bentuk novel, cerpen, dan video pendek, itu semua bisa dikonsumsi oleh semua orang dan lebih mudah untuk dipahami. Konten-konten dalam bentuk gambar disertai caption tentang perdamaian juga menjadi daya tarik sendiri dan daya dorong untuk berlaku seperti yang ada di caption. Terlebih caption itu diambil dari tokoh-tokoh besar di Indonesia, tentu akan bisa lebih memikat.

Peace education yang dikemas dalam budaya pop dan ditransmisikan melalui dunia maya menjadi satu varian pendidikan yang tidak bisa dilepaskan dengan dunia offline juga. Harapan dari peace education ini ialah agar rating perdamaian di Indonesia bisa meningkat dan konten perdamaian di dunia maya bisa mendominasi. Skill-skill masyarakat Indonesia untuk meningkatkan kedamaian juga bisa semakin baik.

Arief Rifkiawan Hamzah

Menyelesaikan pendidikan jenjang magister di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Pernah nyantri di Ponpes Al-Hikmah 1 Benda, Sirampog, Brebes dan Ponpes Darul Falah Pare, Kediri. Saat ini ia sebagai Tutor di Universitas Terbuka.

Recent Posts

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

8 jam ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

8 jam ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

8 jam ago

Politik dan Kesucian: Menyimak Geliat Agama di Pilkada 2024

Dunia politik, pada dasarnya, adalah sebuah dunia dimana orang menjadi paham akan manusia dengan segala…

8 jam ago

Potensi Ancaman Pilkada 2024; Dari Kekerasan Sipil ke Kebangkitan Terorisme

Sebuah video rekaman detik-detik “carok” di Sampang, Madura beredar di media sosial. Kekerasan itu terjadi…

1 hari ago

Mencegah Agenda Mistifikasi Politik Jelang Pilkada

Dalam ranah politik jelang Pilkada 2024, kita dihadapkan pada fenomena yang mengkhawatirkan, yakni potensi meningkatnya…

1 hari ago