Perempuan, Kartini, Dan Gerakan Literasi Damai

Kartini telah menjadi pahlawan pejuang emansipasi perempuan di Indonesia. Setiap tanggal 21 April diperingat hari Kartini sebagai bentuk peringatan sekaligus sebagai bentuk kebangkitan kaum perempuan, terlebih dalam mendapatkan hak berpendidikan di Indonesia. Pemikiran Kartini yang ditulis melalui surat-menyurat kepada temannya di Belanda, kemudian dibukukan dengan judul Duistenis Tot Licht, (Habis gelap, terbitlah terang) merupakan kumpulan curahan isi hati Kartini untuk menentang feodalisme, menentang poligami, dan memperjuangkan hak akses pendidikan bagi kaum perempuan. Melalui karya tersebut, sejumlah kaum perempuan bangkit untuk sama-sama memperjuangkan hak-hak mereka dan melalui karyanya itulah, kartini telah banyak  mengispirasi banyak kalangan.

Kartini telah menjadi icon perempuan hebat di Indonesia. Karya-karya kartini dipublikasikan diberbagai media cetak maupun media elektronik, kemudian dibaca oleh banyak kalangan sehingga pembaca terinspirasi untuk memperjuangkan hak-hak perempuan sebagaimana Kartini memperjuangakannya. Kartini menggunakan media koresponden sebagai bentuk penyaluran aspirasinya dibidang Gender dan hak asasi manusia. artinya kartini menggunakan kekuatan literasi agar orang lain tersadarkan dengan akan hak-haknya.

Di era sekarang, kekuatan literasi disalah gunakan oleh orang-orang yang ingin menghancurkan persatuan dan kesatuan bangsa. Melalui media sosial, mereka menyebarkan berita hoax, ujaran kebencian, adu domba, dan radikalisme dalam bentuk narasi provokatif agar orang lain tergugah untuk melalukannya. Misalnya dengan mangatakan “pemeritahan Indonesia merupakan pemerintahan kafir, khilafah harus ditegakkan agar negara menjadi sejahter dan seterusnya” dapat memyebabkan pembaca terpengaruh kemudian berdampak pada saling membenci antar sesama bangsa Indonesia yang kemudia berujung pada aksi radikal.

Minimnya penggiat literasi kaum perempuan.

Tentu saja perempuan-perempuan yang menjadi penggerak literasi tidak berbanding lurus dengan laki-laki bahkan masih di dominasi kaum lelaki. Data pada tahun 1999, kaum perempuan hanya berkontribusi sekitar 5-18% dari buku yang terbit. Penerbit Gramedia, memaparkan data tahun 1999 adalah dari 514 buku yang terbit, perempuan hanya berkontribusi sekitar 58 buah atau sekitar 11,29%, selebihnya didominasi kaum laki-laki. Begitu juga dengan penerbit Mizan, dari 336 buka yang diterbikan, hanya 20 buku (5,96%) penulis perempuan, dan selebihkan di dominasi laki-laki (jajat Burhanuddin, xi). Dari data tersebut menunjukkan bahwa, penggerak literi masih di dominasi laki-laki.

Padahal, gerakan literasi ini penting untuk memupuk semangat juang kaum perempuan terlebih semangat untuk menciptakan kedamaian dan perdamaian di dunia maya dan juga untuk melawan konten-konten radikal yang sering kali menjangkiti pembaca pemula termasuk juga anak. Kaum perempuan tidak hanya menjadi ibu rumah tangga, mengurusi dapur dan kasur. Tetapi juga menjadi pelopor dalam gerakan literasi untuk menciptakan kedamaian di negeri ini. Sebagaimana perjuangan Kartini untuk membangkitkan kesadaran berpendidikan bagi kaum perempuan melalui korespondensinya.

Kartini Modern, Penggerak literasi damai di dunia Maya

Di era sekarang, korespondensi Kartini dapat diterjamahkan dan diimplementasikan kedalam tulisan-tulisan di dunia maya. Misal facebook, tweeter, Instagram dan lain sebagainya. Seorang perempuan dengan followers ratusan bahkan ribuan dapat menjadi agen perubahan perdamaian di dunia maya. Tulisan-tulisan singkat dan padat yang berisi pesan-pesan perdamaian berguna untuk memberikan pemahaman dan kesadaran bagi followers agar tidak terjebak dengan isu-isu hoax, ujaran kebancian (hate speech), dan radikalisme.  Followers merupakan jamaah di dunia maya. Followers bagaikan anggota pengajian yang selalu aktif melihat status dan tweetan orang yang diikuti (pemilik akun). Sehingga dengan mudah mengikuti dan menyebarkan status dan tweetan pemilik akun, Jika statusnya baik, maka apa yang di-share-kan kepada orang lain juga baik dan begitu juga sebaliknya.

Sebagai perempuan, tentu saja dapat melahirkan generasi gemilang. Dengan didikan dan perjuangannya. perempuan tidak hanya menjadi ibu rumah tangga, tetapi perempuan dapa menjadi penggerak terbuntuknya tatanan keluarga yang baik. Seorang ibu dapat melahirkan pemimpin-pemipin hebat seperti Soekarnoe, Hatta, Abdurrohman Wahid (Gusdur), dan tokoh-tokoh hebat lainnya. Karena pendidikan pertama bagia anak berasal dari seorang ibu. Selain itu, menuliskan pesan-pesan singkat, dengan gaya bahasa dan alur cerita yang menjadi ciri khas perempuan kemudian disebarkan di dunia maya merupakan bagian penting untuk melawan radikalme di dunia maya.

Oleh karena itu, Dengan menuliskan konten-konten posistif di dunia maya, seorang perempuan telah berjuang melawan radikal di dunia maya. Memberikan pendidikan anti radikal bagi orang lain melalui karya positif sehingga generasi penerus bangsa dapat tercerahkan sehingga bangsa Indonesia menjadi bangsa yang damai dan tentram merupakan Kartini di dunia zaman now. Wallahu a’alam

This post was last modified on 27 April 2018 12:01 PM

Samsul Ar

Samsul Ar. Mahasiswa Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Aktif di FKMSB (Forum Komunikasi Santri Mahasiswa Banyuanyar). Tinggal di Yogyakarta.

View Comments

Recent Posts

Pentingnya Etika dan Karakter dalam Membentuk Manusia Terdidik

Pendidikan memang diakui sebagai senjata ampuh untuk merubah dunia. Namun, keberhasilan perubahan dunia tidak hanya…

22 jam ago

Refleksi Ayat Pendidikan dalam Menghapus Dosa Besar di Lingkungan Sekolah

Al-Qur’an adalah akar dari segala pendidikan bagi umat manusia. Sebab, Al-Qur’an tak sekadar mendidik manusia…

22 jam ago

Intoleransi dan Polemik Normalisasi Label Kafir Lewat Mapel Agama di Sekolah

Kalau kita amati, berkembangbiaknya intoleransi di sekolah sejatinya tak lepas dari pola normalisasikafir…

22 jam ago

Konsep Islam Menentang Tiga Dosa Besar Dunia Pendidikan

Lembaga pendidikan semestinya hadir sebagai rumah kedua bagi peserta didik untuk mendidik, mengarahkan dan membentuk…

2 hari ago

Pemaksaan Jilbab di Sekolah: Praktir yang Justru Konsep Dasar Islam

Dalam tiga tahun terakhir, kasus pemaksaan hijab kepada siswi sekolah semakin mengkhawatirkan. Misalnya, seorang siswi…

2 hari ago

Memberantas Intoleransi dan Eksklusivisme yang Menjerat Pendidikan Negeri

Dua tahun lalu, seorang siswi SDN 070991 Mudik, Gunungsitoli, Sumatera Utara, dilarang pihak sekolah untuk…

2 hari ago