Narasi

Pers Melawan Hoax dan Permusuhan

Bill Kovach dan Tom Rosenstiel (2001), dalam karyanya The Elements of Journalism, menjelaskan tentang 9 elemen dalam jurnalistik. Element tersebut adalah: Pertama, kewajiban pertama dari jurnalisme adalah menyampaikan kebenaran; kedua, loyalitas jurnalisme ditujukan untuk warga negara; Ketiga, esensi dari jurnalisme adalah disiplin verifikasi; Keempat, para jurnalis harus mempertahankan independensinya dari apa yang mereka liput; Kelima, para pelakunya harus menjaga independensi dan mengawasi kekuasaan; Keenam, jurnalisme harus menyediakan forum bagi kritik dan kompromi publik; Ketujuh, jurnalisme harus membuat suatu hal yang penting dan menarik; Kedelapan, jurnalis harus menjaga berita secara komprehensif dan proporsional; Kesembilan, jurnalis harus melatih kesadaran personal mereka.

Elemen di atas, jika diterapkan secara konsisten oleh pers kita, maka akan menjadikan pers sebagai bagian penting dalam mencerdaskan rakyat. Mereka akan membantu masyarakat dalam menciptakan kesejahteraan dan kehidupan bangsa yang lebih baik. Sebaliknya, jika elemen tersebut diabaikan oleh pers, maka tidak ada kontribusi signifikan yang akan diciptakan. Media massa sekedar hadir tanpa memiliki visi khusus dalam pembangunan negara ini. Salah satu tanggung jawab yang mesti dipikul oleh pers saat ini adalah menangkal peredaran hoax dan ujaran kebencian yang menjamur di masyarakat. Kini, betapa mudahnya kita mendapatkan informasi hoax dan beragam narasi permusuhan di layar gadget. Jika kondisi ini tidak ditangani dengan memadai, maka peradaban manusia Indonesia tidak akan bergerak maju. Stagnan pada peradaban yang penuh caci-maki.

Disinilah peran vital pers untuk membersihkan ruang publik dari hoax dan ungkapan permusuhan. Memang, sudah ada beberapa media yang melakukan inisiatif dalam menangkal hoax ini. Salah satunya melalui rubrik yang menelaah apakah informasi yang sedang viral di masyarakat termasuk hoax atau tidak. Misalnya situs berita detik.com memiliki kanal hoax or not. Saat beredar tudingan bahwa Ijazah SMA Presiden Joko Widodo palsu, wartawan mereka langsung menginvestigasi dan menemukan fakta bahwa ijazah tersebut memang asli. Jadi informasi yang menyatakan ijazah Jokowi adalah palsu merupakan sebuah hoax. Media lain yang memiliki perhatian terhadap hoax adalah Jawa Pos. Baik versi cetak maupun versi onlinenya terdapat rubrik “Hoax atau Bukan”. Dengan semakin banyaknya pers yang melakukan hal ini, maka secara perlahan masyarakat akan semakin sadar tentang pentingnya melakukan disiplin verifikasi terhadap segala informasi yang hadir di depannya.

Baca juga : Pers Vs (Hoaks, Gosip, Kampanye Hitam)

Selain hal di atas, tantangan lain adalah membenahi internal pers itu sendiri. Banyak media online, yang memiliki induk berupa media cetak, kerap  menurunkan berita-berita bombastis dengan tujuan menggaet views. Jika versi cetaknya cenderung dilakukan dengan penuh seksama, maka versi onlinenya sekedar mencari kecepatan dalam memberitakan suatu peristiwa. Selain itu, karena dibatasi oleh jumlah halaman, media cetak terpaksa selektif saat memberitakan peristiwa. Berbeda dengan versi onlinenya. Ruang yang begitu luas dan kemudahan melakukan up date setiap saat menjadikan media online memuat banyak sekali pemberitaan dan informasi. Dan kadang apa yang diberitakan tanpa melalui proses seleksi yang ketat. Akibatnya, masyarakat disuguhkan dengan informasi yang kurang bermanfaat.

Media online pun banyak menggunakan metode click bait untuk mendatangkan pengunjung ke situsnya. Maka dibuatlah berita-berita yang menimbulkan rasa penasaran. Tidak peduli apakah berita tersebut berguna untuk publik atau tidak. Kondisi ini semakin diperparah dengan hadirnya beragam media siluman. Pers daring abal-abal ini tidak memiliki susunan redaksi dan tidak melakukan peliputan sebagaimana layaknya media yang ada. Media jenis ini kerap memposting informasi tidak bermutu. Bahkan ada juga media yang hadir sekedar untuk melakukan provokasi yang menyebarkan narasi-narasi kebencian. Jenis media terakhir ini yang sengaja diciptakan pihak-pihak yang gemar memprovokasi dan memecah belah masyarakat.

Untuk mengatasi masalah di atas, beberapa langkah yang bisa dilakukan pers di Indonesia adalah: Pertama, membedakan diri mereka dari media online abal-abal. Caranya dengan konsisten memberitakan berita dan informasi yang bermanfaat, berimbang, dan tidak bersifat provokatif. Kedua, konsisten mengedukasi masyarakat untuk menjauhkan diri dari hoax dan tidak melakukan ujaran kebencian. Bisa juga dengan melakukan melakukan liputan investigatif terhadap pihak-pihak yang gemar memproduksi hoax dan ujaran kebencian. Ketiga, melakukan serangan balik terhadap narasi yang penuh kebencian. Caranya dengan membuat narasi-narasi alternatif tentang persatuan bangsa. Dengan beberapa langkah ini, kita berharap semakin minim perputaran hoax dan ungkapan permusuhan di ruang publik.

Rachmanto M.A

Penulis menyelesaikan studi master di Center for Religious and Cross-cultural Studies, Sekolah Pascasarjana UGM. Jenjang S1 pada Fakultas Filsafat UGM. Bekerja sebagai peneliti.

View Comments

Recent Posts

Pentingnya Etika dan Karakter dalam Membentuk Manusia Terdidik

Pendidikan memang diakui sebagai senjata ampuh untuk merubah dunia. Namun, keberhasilan perubahan dunia tidak hanya…

1 hari ago

Refleksi Ayat Pendidikan dalam Menghapus Dosa Besar di Lingkungan Sekolah

Al-Qur’an adalah akar dari segala pendidikan bagi umat manusia. Sebab, Al-Qur’an tak sekadar mendidik manusia…

1 hari ago

Intoleransi dan Polemik Normalisasi Label Kafir Lewat Mapel Agama di Sekolah

Kalau kita amati, berkembangbiaknya intoleransi di sekolah sejatinya tak lepas dari pola normalisasikafir…

1 hari ago

Konsep Islam Menentang Tiga Dosa Besar Dunia Pendidikan

Lembaga pendidikan semestinya hadir sebagai rumah kedua bagi peserta didik untuk mendidik, mengarahkan dan membentuk…

2 hari ago

Pemaksaan Jilbab di Sekolah: Praktir yang Justru Konsep Dasar Islam

Dalam tiga tahun terakhir, kasus pemaksaan hijab kepada siswi sekolah semakin mengkhawatirkan. Misalnya, seorang siswi…

2 hari ago

Memberantas Intoleransi dan Eksklusivisme yang Menjerat Pendidikan Negeri

Dua tahun lalu, seorang siswi SDN 070991 Mudik, Gunungsitoli, Sumatera Utara, dilarang pihak sekolah untuk…

2 hari ago