Narasi

Persaudaraan dan Kesetiakawanan Nasional: Indonesia Top Model Perdamaian Dunia

Sebagai bangsa yang besar, biarlah  negara di seluruh penjuru dunia “cemburu“ atas ikatan persaudaraan kita yang  kokoh, yang tak dimiliki oleh bangsa manapun. Negara kita Indonesia sangatlah besar, melimpah kekayaannya, baik sumber daya alam (SDA), sumber daya  manusia (SDA), suku, bahasa, maupun sosio kulturalnya. Jadi tak heran jika bangsa kita dipandang lebih dari sekedar “berlian” biasa di mata dunia.

Sebagai warga negara yang baik, tentu Binneka tunggal ika (walau berbeda-beda tetap jua) sebagai pengikat kokoh persaudaraan kita menuju cita-cita kemanusiaan yang luhur adalah suatu keniscayaan yang tidak dapat ditukar dengan apapun. Dengan demikian sebagai konsekuensi logisnya adalah  tidak ada alasan pula bagi kita untuk bertikai, berkonflik apalagi bercerai-berai.

Kedewasaan Persaudaraan Kita

Jika di awal-awal kemerdekaan Bangsa Indonesia sering  terperangkap konflik bahkan “pembunuhan sesama saudara se-bangsa dan se-tanah air”, namun seiring berjalannya waktu, kedewasaan dalam memahami dan memaknai kebersamaan sebagai penguat bukan pemecah-belah tentu persaudaraan dan kesetiakawanan adalah sebagai puncaknya. Biarlah  peristiwa kelam sebagai kekhilafan  bersama menjadi referensi sejarah dan bukti bahwa Indonesia hari ini bukan bangsa “primitif” yang akan selalu bertikai dengan konflik “warisan” pendahulu.

Tak ada suatu hal apapun yang dapat dipertukarkan dengan persaudaraan kita, harta, jabatan apalagi hanya kesalahpahaman karena tak mau mendengar keluh-kesah sesama. Mungkin inilah salah satu alasan terbesar KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) selalu mendengungkan bahwa “tidak ada kekuasaan yang layak dipertahankan mati-matian di atas pertumpahan darah” dan menjadi kalimat terkenal yang mengakhiri periode kepresidenannya sebagai presiden ke-4 Republik Indonesia. (Abu Khwarismi: 2017)

Cukuplah diskriminasi terhadap etnis, suku, agama, ataupun  pada elemen  masyarakat tertentu di negara lain seperti di Timur Tengah saat ini menjadi pelajaran berharga bahwa Indonesia memiliki cara tersendiri dalam menjaga persatuannya di atas perbedaan yang sangat kompleks.

Rahmatan Lilalamin

Kebebasan menjalani keyakinan, pengamalan agama, perayaan hari besar pihak tertentu, saling mendukung dan menjaga satu sama lain adalah kekayaan alamiah Bangsa Indonesia yang tidak dapat ditukarkan dengan apapun. Hal ini sebagai perwujudan tekat bersama untuk menjadikan Indonesia sebagi negara percontohan perdamaian dunia (rahmatan lilalamin). Semaraknya Perayaan  Maulid Nabi Muhammad, Perayaan Imlek, Natal, Nyepi dan perayaan hari-hari besar lainnya di Indonesia sebagi bentuk ikhtiyar untuk memperkokoh  kerukunan  intra dan  inter  religius serta pengakuan  penuh  terhadap kesetiakawanan nasional dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Model inilah  yang hendak dipercontohkan oleh Gus Dur pada dunia yang dibuktikan dengan intrksi President pada tahun 2000 tentang pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional. Juga mengeluarkan kebijakan perlindungan hak-hak buruh domestik maupun migran, dengan mencabut kebijakan yang eksploitatif.

Rakyat Papua mengenang Gus Dur sebagai President yang mengembalikan nama Papua sebagai penghormatan atas jati diri dan martabat mereka, dan dan mencabut nama Irian Jaya. Selama era Gus Dur operasi militer dihentikan, bahkan diberikan dukungan kepada kongres untuk rakyat Papua sebagai upaya penyelesaian damai. Demikian pula upaya damai di Aceh, ditandai dengan kunjungan Sekretaris Negara ke Panglima GAM di markas mereka. Mencabut larangan ekspresi budaya Tionghoa sejak tahun 1967. Kini, masyarakat Tionghoa Indonesia bebas untuk mengekspresikan diri mereka sendiri. (Alissa Wahid: 2017)

Dengan begitu banyak banyak warisan, tidak mengherankan jika Gus Dur dicintai masyarakat Indonesia, dan bahkan masih mempengaruhi Indonesia saat ini. dikala dunia sedang menghadapi tantangan tarik-menarik Islamisme dan Islamfobia, pemikiran dan perjuangan Gus Dur akan selalu relevan dan menjadi inspirasi bahwa Islam sejatinya adalah bagian besar dari dunia, dan bahwa Islam dapat memainkan peran vitalnya untuk mewujudkan tugas besar Nabi Muhammada SAW: Islam sebagai berkat untuk alam semesta (Islam rahmatan lil al-amin).

Kemudian sebagai bangsa yang besar, kita harus menyadari bahwa, dunia saat ini membutuhkan Negara Top Model untuk contoh  perdamaian di atas perbedaan yang konpleks. Dalam hal ini tentu Indonesia dengan berpegang kuat pada prinsip Binneka Tunggal Ika (walau berbeda-beda tetapi satu jua) tidak menutup kemungkinan bahwa Indonesialah Negara Top Model yang di Impikan oleh oleh dunia sebagi tempat utama untuk belajar Perdamaian. Sebagi penerus bangsa tentu kita harus bangga dan ikut andil di dalamnya.

Amrullah Rz

Aktivis pemuda perdamaian tinggal di Sumenep Madura.

Recent Posts

Riwayat Pendidikan Inklusif dalam Agama Islam

Indonesia adalah negara yang majemuk dengan keragaman agama, suku dan budaya. Heterogenitas sebagai kehendak dari…

14 jam ago

Hardiknas 2024: Memberangus Intoleransi dan Bullying di Sekolah

Hardiknas 2024 menjadi momentum penting bagi kita semua untuk merenungkan dan mengevaluasi kondisi pendidikan di…

14 jam ago

Sekolah sebagai Ruang Pendidikan Perdamaian: Belajar dari Paulo Freire dan Sekolah Mangunan Jogjakarta

Bila membicarakan pendidikan Paulo Freire, banyak ahli pendidikan dan publik luas selalu merujuk pada karya…

14 jam ago

Buku Al-Fatih 1453 di Kalangan Pelajar: Sebuah Kecolongan Besar di Intansi Pendidikan

Dunia pendidikan pernah gempar di akhir tahun 2020 lalu. Kepala Dinas Pendidikan Bangka Belitung, pada…

14 jam ago

4 Mekanisme Merdeka dari Intoleransi dan Kekerasan di Sekolah

Masa depan bangsa sangat ditentukan oleh mereka yang sedang duduk di bangku sekolah. Apa yang…

1 hari ago

Keterlibatan yang Silam Pada yang Kini dan yang Mendatang: Kearifan Ma-Hyang dan Pendidikan Kepribadian

Lamun kalbu wus tamtu Anungku mikani kang amengku Rumambating eneng ening awas eling Ngruwat serenging…

1 hari ago