Narasi

Politik Identitas dan Upaya Mencari Titik Temu

Identitas menurut Jeffrey Week adalah berkaitan dengan yakni tentang persamaan dengan sejumlah orang dan apa yang membedakan seseorang dengan yang lain. Pendapat tersebut menekankan pentingnya identitas bagi tiap individu maupun kelompok. Identitas manusia fitrahnya beragam dan menjadi kekuatan komunal dalam bermasyarakat. Identitas dewasa ini, seringkali menjadi polemik karena faktor kurangnya kesadaran universal terhadap kebhinekaan. Padahal idealnya, dalam identitas yang berbeda itu kita harus mencari kesamaan dan titik temu agar mampu menelurkan kedamaian di tengah menguatnya politik identitas di masyarakat.

Secara historis politik identitas bukan produk yang baru. Wiwin mengatakan bahwa politik identitas sudah mulai mencuat ketika pascakolonial. Sedangkan politik identitas dalam kajian ilmu politik merupakan hal yang baru. Politik identitas mendasarkan diri pada perbedaan-perbedaan yang timbul dari perbedaan tubuh, dan perbedaan konsepsi ideologis. Hal ini baru diterapkan pada kajian ilmu politik mengemuka setelah disimposiumkan pada suatu pertemuan internasional Asosiasi Ilmuan Politik Internasional di Wina. Dalam pandangan Foucault, politik identitas menyebar merupakan akibat dari runtuhnya masyarakat terencana yang merupakan gerakan kontrol demografis objektif.

Identitas terbentuk secara biologis dan sosiologis. Identitas tidak dapat dijauhkan dari diri setiap individu dan kecenderungan individu memilih keterwakilan dirinya berdasarkan kesamaan menjadi hal yang lumrah. Hal ini yang kemudian digunakan oleh elit politik dalam mendulang suara. Communal pride menjadi senjata ampuh dalam menguatkan suatu identitas kelompok.

Mengurai narasi politik dan Identitas

Dalam konteks saat ini, banyak terjadi eksploitasi identitas sebagai kendaraan bagi politisi dalam kontestasi politik. Seringkali hal tersebut mampu memicu konflik antar golongan. Dalam konteks politik, bagaimana golongan dengan identitas tertentu memang merasa perlu diwakili oleh seseorang dengan identitas yang sama? kenyataan di lapangan banyak politisi yang memanfaatkan hal tersebut untuk kepentingan suksesi politiknya.

Baca Juga : Nabi Muhammad, Demokrasi dan Solidaritas Keumatan

Dalam kehidupan sosial terdapat sekat-sekat identitas yang menunjukkan perbedaan antara satu kelompok dengan kelompok lain. Seringkali ciri khusus dari sebuah identitas ini digunakan untuk kepentingan politik praktis. Kecenderungan manusia yang memilih pemimpin sesuai dengan ciri yang identik dengan dirinya, entah dalam hal agama, suku ataupun ras dimanfaatkan untuk menggalang suara dalam pemilihan eksekutif maupun legislatif. Pertanyaan selanjutnya apakah hal tersebut salah? Padahal keputusan untuk memberikan suara kepada siapapun adalah hak setiap individu yang dijamin oleh konstitusi.

Dalam undang-undang yang mengatur tentang pemilihan umum baik eksekutif maupun legislatif di daerah maupun pusat tidak ada larangan penggunaan politik identitas sebagai materi kampanye. Mempermasalahkan politik identitas selalu hanya masalah moral, dengan prespektif yang seringkali sepihak.

Penggunaan identitas sebagai alat politik tidak perlu dipermasalahkan. Edukasi terhadap calon konstituen politiklah yang seharusnya dilakukan. Pada akhirnya keputusan masyarakat untuk memilih yang menentukan siapa yang akan mendapatkan kursi kekuasaan. Karena perjuangan kelompok tertentu di pemerintahan melalui keterwakilan dari anggota kelompoknya memang perlu. Menunjukkan identitas menjadi masuk akal dilakukan oleh politisi dalam upaya untuk memperkenalkan dirinya kepada masyarakat yang ingin suara-suara dari kelompoknya terwakilkan di pemerintahan.

Pada implementasinya dalam konstelasi politik, politik identitas ini ditolak oleh sebagian kalangan karena digunakan oleh golongan mayoritas. Bagaimana jika penganut penghayat kepercayaan lokal seperti sunda wiwitan, kejawen, maupun aliran minoritas lain menggunakan identitasnya untuk menarik minat konstituen? Apakah akan sama responnya?

Penggunaan identitas sebagai alat politik merupakan sebuah kebebasan, selanjutnya menjadi keputusan masing-masing politisi apakah akan menggunakan identitas sebagai penggalangan suara dari masyarakat. Karena pada identitas bisa juga menjadi bagian dari visi yang diperjuangkan oleh politisi dari kursi jabatannya. Apalagi hal tersebut tidak dilarang oleh konstitusi. Maka dari itu, fungsi dari identitas adalah untuk mencari titik temu dan memobilisasi suatu kelompok. Menjadi catatan penting bahwa jangan sampai identitas menjadi akar konflik di masyarakat, karena sejatinya identitas merupakan entitas perekat bukan entitas yang memecah belah.

Ferdiansah Jy

View Comments

Recent Posts

Agama Cinta Sebagai Energi Kebangsaan Menjinakkan Intoleransi

Segala tindakan yang membuat kerusakan adalah tidak dibenarkan dan bukan ajaran agama manapun. Kita hidup…

3 hari ago

Bagaimana Menjalin Hubungan Antar-Agama dalam Konteks Negara-Bangsa? Belajar dari Rasulullah Sewaktu di Madinah

Ketika wacana hubungan antar-agama kembali menghangat, utamanya di tengah menguatnya tuduhan sinkretisme yang dialamatkan pada…

3 hari ago

Menggagas Konsep Beragama yang Inklusif di Indonesia

Dalam kehidupan beragama di Indonesia, terdapat banyak perbedaan yang seringkali menimbulkan gesekan dan perdebatan, khususnya…

3 hari ago

Islam Kasih dan Pluralitas Agama dalam Republik

Islam, sejak wahyu pertamanya turun, telah menegaskan dirinya sebagai agama kasih, agama yang menempatkan cinta,…

3 hari ago

Natal sebagai Manifestasi Kasih Sayang dan Kedamaian

Sifat Rahman dan Rahim, dua sifat Allah yang begitu mendalam dan luas, mengandung makna kasih…

3 hari ago

Ketika Umat Muslim Ikut Mensukseskan Perayaan Natal, Salahkah?

Setiap memasuki bulan Desember, ruang publik Indonesia selalu diselimuti perdebatan klasik tak berujung: bolehkah umat…

4 hari ago