Narasi

Proyeksikan Tahun 2018 Sebagai Tahun Persatuan Dan Kedamaian Bangsa

Meminjam kata-kata Bung Karno tentang persatuan untuk menyelamatkan revolusi nasional sangat tepat dengan kondisi bangsa saat ini, bangsa kita akan kembali diuji seperti tiga tahun yang silam, penguatan mental kebangsaan dan nyali persatuan akan kembali dipertaruhkan dimimbar politik. Tahun 2018 sepertinya akan lebih sengit pertarungannya dibanding tahun-tahun kemeren karena bisa jadi ada misi pembalasan dari kubu yang dikalahkan tiga tahun yang lalu. kita menyadarinya bersama bagaimana pertarungan politik di indonesia begitu menyita perhatian dunia, dengan menghadirkan dua kubu yang sangat dominan pengaruhnya di indonesia, antara Joko Widodo mantan Gubernur DKI Jakarta yang dijagokan PDI-P, dan di kubu lainnya KMP (koalisi merah putih) yang dinahkodai Prabowo Subianto mantan Panglima Kostrad pada zaman Presiden Soeharto (1998).

Kita akan menyaksikan kembali bagaimana bangsa ini “terpecah” menjadi dua golongan, golongan pertama memiliki ambisi untuk menguasai kursi putar di istana negara, begitupun golongan kedua tidak kalah ambisinya dari golongan pertama untuk duduk dikursi panas pemimpin bangsa. Tapi beruntung presiden yang terpilih kemaren mampu menunjukkan sikap kebangsaannya sehingga dia (jokowi) berhasil merangkul partai-partai politik yang tadinya menjadi rival berat di pilpres 2014, setelah menang menjadi orang nomer satu di Republik Indonesia maka semuanya bersatu kembali membangun indonesia kuat dengan politik damai asli indonesia.

Lepas dari itu semua masih ada juga yang tidak puas dengan kepemimpinan presiden sekarang, buktinya kasus makar menjadi tabir pembenaran bahwa masih ada yang tidak menerima terpilihnya presiden sekarang menjadi pemimpin bangsa indonesia. Selain makar, sentimen-sentimen keagamaan menjadi tombak untuk melawan pemerintah yang sah bahkan sudah terbukti mampu menjatuhkan orang nomer satu di Jakarta Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) mantan Gubernur DKI Jakarta, dengan modus penistaan agama islam. Ini kasus yang dieksploitasi agama kedalam kepentingan politik sehingga terciptanya sentimen SARA yang berpotensi memecah belah persatuan dan meluasnya lapangan kebencian diantara golongan.

Ciptakan Politik Sehat, Bersatu Untuk Indonesia Damai

“politik bukanlah perebutan kekuasaan bagi partainya masing-masing, bukan persaingan untuk menonjolkan ideologinya sendiri-sendiri. Politik untuk menyelamatkan dan menyelesaikan revolusi indonesia”(Ir.Soekarno)

Kembali penulis meminjam istilah Bung Karno tentang politik dan menyinggung penguasa partai politik, persatuan dan kedamaian adalah satu frekuensi yang sangat pengaruh bagi kelangsungan bangsa indonesia. Maka tidak heran Bung Karno mengatakan bahwa, persatuan bangsalah yang dapat menyelamatkan revolusi nasional dan kedamaian adalah puncak dari persatuan itu. Berpolitik ibarat membangun sebuah benteng yang kokoh untuk melidungi ideologi negara dari berbagai ancaman, jika politik itu tidak berdasar pada dasar negara maka justru akan menghancurkan negara tersebut.

 Tahun 2018 diproyeksikan sebagai tahun politik, dan tentunya pemamfaatan identitas primordialisme dan kultural dikhawatirkan dapat menimbulkan anarkisme sosial yang akan mencederai konsep kebangsaan kita dan tentunya akan membuka lebar-lebar ruang bagi paham radikal, sehingga tindak kekerasan akan semakin gencar terjadi ditengah-tengah rakyat indonesia. Hal seperti itu sudah sering terjadi bahkan sudah menjadi darah daging bagi para bandit-bandit kota, perlawanan mereka terhadap bangsa sudah sering kita lihat dan itu adalah hasil dari eksploitasi agama untuk kepentingan politik sehingga sering terjadi konlik yang melatarbelakangi agama (SARA).

Maka sudah jelas bahwa agama jika tidak digunakan sesuai fitrahnya dan politik sesuai perundang-undangan maka perpecahan menjadi jawabannya, lantas apa yang harus bangsa kita lakukan.? Jawabannya adalah mari kita bersatu membangun bangsa dan memberantas paham-paham radikal sampai ke akar-akarnya, dan terus menumpas aksi kekerasan yang selama ini meresahkan warga. Maka dengan mudah kedamaian akan kita raih bersama dalam satu tujuan damailah indonesia ku.

Semua itu adalah sebuah harapan dan cita-cita di tahun baru ini, tapi yang jelas ada hal yang paling kontras terhadap persatuan dan kedamaian bangsa, juga sebagai alternatif bagi indonesia supaya lebih baik ditahun 2018 ini. Kembali kita pahami wacana di atas bahwa tahun ini adalah tahun politik, dan jelas itu sebuah pertarungan yang tentu menciptakan pergeseran paham bahkan tidak jarang saling menjatuhkan pihak lain. Maka perlunya kita menciptakan politik yang sehat, artinya bahwa politik bukanlah perebutan kekuasaan juga bukan persaingan untuk menonjolkan ideologi partainya masing-masing, tetapi politik untuk menyelamatkan dan menyelesaikan revolusi indonesia.

Amiruddin Mb

Recent Posts

Agama dan Kehidupan

“Allah,” ucap seorang anak di sela-sela keasyikannya berlari dan berbicara sebagai sebentuk aktifitas kemanusiaan yang…

2 hari ago

Mengenalkan Kesalehan Digital bagi Anak: Ikhtiar Baru dalam Beragama

Di era digital, anak-anak tumbuh di tengah derasnya arus informasi, media sosial, dan interaksi virtual…

2 hari ago

Membangun Generasi yang Damai Sejak Dini

Di tengah perkembangan zaman yang serba digital, kita tidak bisa lagi menutup mata terhadap ancaman…

2 hari ago

Rekonstruksi Budaya Digital: Mengapa Budaya Ramah Tidak Bisa Membentuk Keadaban Digital?

Perkembangan digital telah mengubah banyak aspek kehidupan manusia, terutama pada masa remaja. Fase ini kerap…

3 hari ago

Estafet Moderasi Beragama; Dilema Mendidik Generasi Alpha di Tengah Disrupsi dan Turbulensi Global

Didiklah anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka tidak hidup di zamanmu. Kutipan masyhur dari Sayyidina…

3 hari ago

Digitalisasi Moderasi Beragama: Instrumen Melindungi Anak dari Kebencian

Di era digital yang terus berkembang, anak-anak semakin terpapar pada berbagai informasi, termasuk yang bersifat…

3 hari ago