Narasi

Puasa kok Misuh?

Terkadang, kita mampu menahan mulut kita untuk tidak makan dan minum ketika sedang berpuasa. Tetapi terasa begitu sulit untuk menahan mulut kita agar tidak misuh atau memaki-maki terhadap orang lain. Pun, begitu terasa sulit agar kita tidak menggerakkan jari-jemari untuk tidak menyebarkan hoax, kebencian dan provokasi pemecah-belah di dunia maya.

Persepsi kita selalu menyatakan bahwa, dengan tidak makan dan minum, sebetulnya syariat puasa telah terbayar dengan tuntas. Apakah benar begitu? Lalu dengan mudahnya kita menyombongkan diri dan merasa paling baik dengan apa yang telah kita capai. Sehingga, dengan mudahnya memaki-maki dan melakukan ujaran kebencian kepada mereka yang tidak melaksanakan puasa, misalnya.

 Padahal, larangan untuk tidak makan-minum saat puasa sebetulnya “hanya” syarat sah dalam puasa. Bukan inti dari substansi puasa itu sendiri. Karena, ketika kita mampu menahan diri untuk tidak memaki-maki (misuh) terhadap orang lain, tidak menggerakkan jari-jemari menyebarkan hoax dan kebencian di dunia maya serta menahan diri agar tidak terbawa arus dari perbuatan buruk, niscaya itu merupakan inti atau “Final destination” (sublimasi) puasa secara subtansial bagi diri kita sendiri.

Maka, jangan sampai memiliki cara pandang bahwa melaksanakan ibadah puasa itu “intinya” kita hanya sebatas menahan diri agar mulut kita tidak makan-minum. Sedangkan dalam hal lain, seperti memaki-maki, menyebar kebencian, kebohongan dan provokasi pemecah-belah, sangat lancar dilakukan. Lalu, tindakan buruk yang semacam itu dianggap tidak membatalkan puasa.

Padahal, inti dari puasa itu sejatinya menjadi semacam latihan diri agar bisa menahan, menjauhi dan alergi terhadap keburukan. Bukan justru menganggap bahwa sesuatu yang di luar syarat sah puasa itu boleh dilakukan. Layaknya aktivitas memaki-maki (misuh), menyebar kebencian, hoax atau menyebar provokasi pemecah-belah.

Praktik keburukan di atas memang bukan sebagai bagian dari syarat sah dalam puasa. Tetapi, tindakan yang semacam itu sejatinya telah melumpuhkan inti puasa bagi kita. Kita memang mampu melaksanakan ibadah puasa sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan. Tetapi kita sebetulnya telah kehilangan inti dari puasa itu sendiri. Sama hal-nya ketika kita menggali tanah untuk mencari harta karun layaknya emas. Kita hanya berfokus pada proses penggalian-nya, bukan fokus pada apa yang kita cari.

Sehingga, kita hanya bersusah-payah menahan diri untuk tidak makan dan minum. Tetapi kehilangan makna atau tujuan dari menahan makan dan minum itu sendiri. Tidak ada efek samping yang memengaruhi cara ber-sosial kita, cara berpikir kita, serta cara bertindak kita. Semua puasa kita, hanya bersifat “gerakan” atau hanya lolos dalam hal syarat sah saja. Sedangkan medali atau tujuan akhir dari puasa tersebut kita tidak mendapatkannya.

Hal ini diakibatkan oleh persepsi kita yang kadang selalu menjadikan syarat sah puasa sebagai tujuan akhir. Bukan sebagai “proses” dari apa yang dimaksud dengan tujuan akhir tersebut. Kita hanya sibuk untuk menahan diri agar tidak makan dan minum. Tetapi dalam hal relasi sosial, kita sering-kali memaki-maki atau misuh, doyan menyebarkan hoax, ujaran kebencian dan provokasi pemecah belah. Padahal, inti dari puasa agar kita tidak melakukan tindakan yang semacam itu.

Maka, melihat dari dinamika yang semacam ini, sangat penting untuk mengubah paradigma puasa kita. Yaitu dengan menjadikan syarat sah puasa bukan sebagai tujuan akhir. Karena dengan tidak makan-minum, niscaya akan melatih kita dalam proses menahan segala sesuatu yang berkaitan dengan hasrat hawa nafsu, pikiran kotor serta tindakan yang buruk.

Maka, dengan cara seperti ini, kita akan menyadari, bahwa perbuatan buruk layaknya misuh atau memaki-maki, pada hakikatnya merupakan “biang kerok” dari rapuhnya, luntur-nya serta hancurkan puasa yang kita lakukan selama ini.

This post was last modified on 19 April 2021 9:44 AM

Amil Nur fatimah

Mahasiswa S1 Farmasi di STIKES Dr. Soebandhi Jember

Recent Posts

Meluruskan Konsep Al Wala’ wal Bara’ yang Disimplifikasi Kelompok Radikal

Konsep Al Wala' wal Bara' adalah konsep yang penting dalam pemahaman Islam tentang hubungan antara…

16 jam ago

Ironi Kebebasan Beragama dan Reformulasi Hubungan Agama-Negara dalam Bingkai NKRI

Di media sosial, tengah viral video pembubaran paksa disertai kekerasan yang terjadi pada sekelompok orang…

16 jam ago

Penyelewengan Surat Al-Maidah Ayat 3 dan Korelasinya dengan Semangat Kebangsaan Kita

Konsep negara bangsa sebagai anak kandung modernitas selalu mendapat pertentangan dari kelompok radikal konservatif dalam…

17 jam ago

Reinterpretasi Konsep Politik Kaum Radikal dalam Konteks Negara Bangsa

Doktrin politik kaum radikal secara umum dapat diringkas ke dalam tiga poin pokok. Yakni konsep…

2 hari ago

Islam dan Kebangsaan; Dua Entitas yang Tidak Bertentangan!

Sampai saat ini, Islam dan negara masih kerap kali dipertentangkan, khususnya oleh pengusung ideologi khilafah.…

2 hari ago

Melihat Sejarah Kemerdekaan Indonesia: Meremajakan Kembali Relasi Agama dan Negara

Sejarah kemerdekaan Indonesia adalah perjalanan panjang yang dipenuhi dengan perjuangan, keberanian, dan komitmen untuk membebaskan…

2 hari ago