Narasi

Radikalisme Agama! Rasio Ketuhanan atau Hawa Nafsu?

Mengkritisi praktik kejahatan kemanusiaan yang mengatasnamakan agama itu sangat penting. Karena di satu sisi, praktik kejahatan tersebut akan mencoreng kehormatan dirinya dan agama-Nya. Di sisi lain akan berdampak buruk kepada tatanan sosial yang berlangsung. Agama memiliki substansi rasio-rasio Ilahiah untuk diaplikasikan sebagai jalan keselamatan dan kenyamanan umat manusia.

Jika ada sekelompok orang yang melakukan kekerasan dengan mengatasnamakan agama dan keagungan-Nya. Niscaya ini merupakan pemalsuan dokumen agama. Karena ini sangat bertolak belakang terhadap jalan keselamatan dan kenyamanan tersebut. Niscaya hawa nafsu dirinya yang bekerja. Bukan rasio ketuhanan. Dia berusaha memaksakan kehendak untuk memunculkan esensi agama yang palsu demi kepentingan dirinya.

Rasio ketuhanan adalah manifestasi dari sebuah kebenaran agama yang bisa memunculkan karakter umat-Nya yang berkepribadian baik. Pribadi-pribadi yang baik itu akan dibentuk dengan pengalaman-pengalaman spiritual menuju Tuhan yang kita sebut sebagai (experience of religions). Karena rasio ketuhanan dapat dibentuk dengan pengalaman, pengetahuan yang luas, penghayatan, serta pentafakkurran diri. Sehingga ekspresi yang muncul adalah kebaikan dalam berpikir, bertindak, serta sikap-sikap yang bijaksana dalam dirinya yang akan membias kepada orang lain.

Imam Al-Ghazali dalam konsep tasawufnya menjelaskan, tentang rasio ketuhanan dalam diri manusia itu ada dan dapat kita gapai dengan melaksanakan perjalanan spiritual. Beliau menyebutnya sebagai perjalanan cinta menuju sang kekasih. Perjalanan ini adalah pertemuan yang sangat luar biasa. Yaitu antara relasi seorang hamba dengan Sang Pencipta.

Baca Juga : Mengembangkan Konsep “Ummatan Wasathan” untuk Mencegah Perpecahan Bangsa

Antara perasaan yang dicintai dan yang mencintai. Sehingga ini akan mentransformasi ke dalam batiniah (hati) yang akan memunculkan karakteristik kebaikan dalam dirinya secara lahiriah. Maka rasio ketuhanan adalah hasil perjalanan cinta yang telah diekspresikan dalam dirinya. Maka yang akan muncul adalah kebaikan bukan kejahatan.

Tidak jarang di antara mereka yang melakukan praktik kekerasan dengan mengatasnamakan Tuhan. Ini justru tumbang ketika kita memahami yang sebenarnya apa yang disebut dengan rasio ketuhanan dalam diri manusia itu justru akan berdampak baik kepada dirinya dan orang lain.

Sedangkan mereka yang melakukan kekerasan justru akan menghancurkan semangat kebaikan tersebut. Sehingga, kita perlu kritis bahwa gerakan radikalisme adalah gerakan pembajakan agama yang bersifat militan dalam bertindak untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan dengan nafsu yang bergejolak.

Hawa nafsu dalam diri manusia sejatinya sangat menjadi perhatian dan kewaspadaan penuh. Karena ini sangat dikhawatirkan akan menghasilkan tindakan yang telah terjadi seperti terorisme, bom bunuh diri, dan kekejian terhadap orang lain. Pola berpikir yang diikuti hawa nafsu adalah cara bagaimana untuk mencapai sesuatu keinginan dengan segala jalan selama garis membentang untuk mendapatkan.

Tidak jarang mereka haus akan kekuasaan rela melegitimasi agama demi kepentingannya. Bahkan tidak jarang mereka yang (hate) (sentiment) terhadap orang lain justru mereka melegalkan agama sebagai pembenar dari praktik penganiayaan.

Fakta-fakta yang terkumpul dalam praktik kekerasan yang mengatasnamakan agama dan keagungan-Nya, sangat jauh dari ekspresi-ekspresi rasio ketuhanan dalam kepribadian-kepribadiannya. Karena mereka adalah pelaku kejahatan kemanusiaan. Mereka menghancurkan kehormatan agama-Nya dan bahkan dirinya. Bahwa, sesuatu perbuatan, lelaku, tindakan seseorang yang berujung kepada keburukan. Niscaya kita harus mengoreksi ulang bahwa sesungguhnya kita telah mengedepankan hawa nafsu dalam setiap aktivitas kita.

Karena rasio ketuhanan akan membentuk karakter yang berkepribadian baik. Serta akan membias terhadap tindakan-tindakan kita yang akan bermanfaat bagi dirinya dan orang lain. Semoga bangsa ini dihindari dari kehancuran, karena kecerobohan kita yang mengedepankan hawa nafsu diri dalam beragama.

This post was last modified on 7 November 2019 1:50 PM

Saiful Bahri

Recent Posts

Konsep Islam Menentang Tiga Dosa Besar Dunia Pendidikan

Lembaga pendidikan semestinya hadir sebagai rumah kedua bagi peserta didik untuk mendidik, mengarahkan dan membentuk…

3 jam ago

Pemaksaan Jilbab di Sekolah: Praktir yang Justru Konsep Dasar Islam

Dalam tiga tahun terakhir, kasus pemaksaan hijab kepada siswi sekolah semakin mengkhawatirkan. Misalnya, seorang siswi…

3 jam ago

Memberantas Intoleransi dan Eksklusivisme yang Menjerat Pendidikan Negeri

Dua tahun lalu, seorang siswi SDN 070991 Mudik, Gunungsitoli, Sumatera Utara, dilarang pihak sekolah untuk…

3 jam ago

Riwayat Pendidikan Inklusif dalam Agama Islam

Indonesia adalah negara yang majemuk dengan keragaman agama, suku dan budaya. Heterogenitas sebagai kehendak dari…

1 hari ago

Hardiknas 2024: Memberangus Intoleransi dan Bullying di Sekolah

Hardiknas 2024 menjadi momentum penting bagi kita semua untuk merenungkan dan mengevaluasi kondisi pendidikan di…

1 hari ago

Sekolah sebagai Ruang Pendidikan Perdamaian: Belajar dari Paulo Freire dan Sekolah Mangunan Jogjakarta

Bila membicarakan pendidikan Paulo Freire, banyak ahli pendidikan dan publik luas selalu merujuk pada karya…

1 hari ago