Wawancara

Ramadan Harus Mensucikan Mulut, Tangan, Jari dan Hati dari Keburukan

Puasa Ramadan sebagai salah satu pilar rukun Islam telah menjemput umat Islam di berbagai belahan dunia. Puasa tentu saja tidak hanya menahan haus dan lapar. Ramadan merupakan madrasah yang mendidik moral umat Islam melalui latihan tidak makan dan tidak minum. Lalu, apa makna sebenarnya dari latihan puasa tersebut.

Tim Pusat Media Damai (PMD), Reza, mewawancarai narasumber otoritatif untuk berbicara makna puasa, Habib Nabiel Al Musawa, M.Si. Beliau merupakan Dewan Syuro Majelis Rasulullah dan menjabat pula sebagai Wakil Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat. Di samping itu Habib Nabiel juga menjadi ketua Hubungan Lembaga Rabithah Alawiyah. Berikut petikan wawancara Tim PMD dengan Habib Nabiel.

PMD : Bagaimana cara untuk menahan diri agar tidak menebarkan kebencian, fitnah, intoleransi atau hoaks?

Islam itu pertama adalah agama Rahmatan Lilalamin, Jadi Rahmah itu artinya kasih sayang, karena dia adalah agama Rahmatan lil alamin, maka Nabinya pun adalah Nabi yang penyayang.

Orang yang suka menyebarkan hoax, Itu dia tidak penyayang sama orang. Menunjukkan hatinya penuh kedengkian, penuh iri, penuh hasad, ingin orang lain celaka, menyebarkan fitnah, menyebarkan isu belum tentu benar. Orang-orang seperti itu maka tidak sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW, tidak sesuai dengan ajaran Islam agamanya.

Tidak sesuai dengan sifat Allah yang Rahmanur Rahim, Jangankan kepada orang yang biasa, kepada Fir’aun sekalipun ketika Allah memerintahkan kepada Nabi Musa SAW sama Nabi Harun, maka hendaklah berangkat kalian berdua untuk mendakwahi Fir’aun dan sampaikan kata-kata yang lemah lembut mudah-mudahan dia mendapatkan hidayah dari Allah SAW.

Jadi, orang yang menyebarkan hoax, keburukan, isu, itu bukan orang yang hatinya bersih oleh sebab itu, maka di dalam bulan Ramadan, bulan yang penuh kebersihan. Saya menghimbau untuk kita semua, saya sendiri dan kita sekalian, Yuk kita jangan kemudian menyebarkan hal-hal buruk.

Kita sedang beribadah, mensucikan diri, tapi mulut kita, tangan kita, jari-jari kita malah menyebarkan keburukan, kebusukan hati yang dengki sama orang, itu tidak sesuai dengan Ramadan.

PMD : Bahaya menyebar kebencian, intoleransi atau hoaks di bulan Ramadhan Apakah bisa mengurangi nilai puasa?

Jelas mengurangi. Jadi segala sesuatu yang sifatnya adalah fitnah itu luar biasa dosanya. Bahkan dia lebih besar dari pada membunuh dosanya. Dalam Quran dikatakan, wal fitnahtu ashadu minal qatal. Yang namanya menyebarkan fitnah itu artinya merusak, padahal sebenarnya tidak demikian. Tapi dia menyebarkan sesuatu yang tidak benar, sehingga menimbulkan fitnah. Itu lebih besar dosanya daripada membunuh.

Jadi kalau dikatakan apakah dia mengurangi pahala puasa, jelas mengurangi. Dalam bulan Ramadhan itu kita dicacimaki orang, diajak berantem sama orang saja, dan tidak boleh kita melawan, tidak boleh kita sama-sama dengan dia, menghindar.

Kata baginda Rasulullah SAW, dikatakan, Kalau ada orang yang mencaci maki kita, ngajak kita berantem, katakan, saya lagi puasa, saya lagi puasa. Nah, jadi kalau kita dicacimaki orang, kemudian diajak berantem balas saja seperti itu, apalagi kalau kita yang malah buat begitu. Jadi itu apalagi kalau misalnya bohong, wah lebih parah lagi.

Kata baginda Rasulullah SAW, di dalam hadisnya tentang puasa, Barang siapa yang tidak meninggalkan qaula zur? Qaula zur itu kata-kata bohong. Berbohong, memfitnah, yang menyebarkan isu yang tidak benar, bahkan melakukannya hal-hal yang buruk yang membuat orang rusak, saling berantem, pecah belah, di antara umat, di antara kaum muslimin, di antara kelompok-kelompok. Wah, itu lebih besar lagi.

Allah nggak butuh dia meninggalkan makan minum. Artinya apa? Nggak ada pahala puasa. Maka kaum muslimin, wal-muslimat itu disunahkan kita, sebelum berpuasa kita minta maaf, minta halal, bersihkan hati. Karena kita di bulan suci.

Bulan suci mulutnya juga sucikan, matanya sucikan, telinganya sucikan, hati juga kita sucikan, termasuk jempol itu. Jadi jangan melakukan yang ngotorin terhadap pahala puasa kita. Nanti nggak diterima pahalanya.

 PMD : Statement Habib terkait puasa sebagai momentum diri untuk membangun jiwa kebersamaan dan silaturahmi antar sesama.

Jadi begini, di dalam Quran, di surah Al-Hujurat itu dikatakan, Sesungguhnya kami sudah menciptakan kalian, dari satu orang laki-laki dan satu orang perempuan, yaitu Adam dan Hawa. Dari dua orang itu kemudian menjadilah bersuku-suku dan berbangsa-bangsa.

Untuk apa tujuannya? supaya kalian saling mengenal, bukan saling membenci, bukan saling memfitnah, bukan saling menyebar isu, bukan saling membunuh, bukan saling menjelekkan, bukan. Supaya tujuannya berbeda-beda warna kulit, berbeda-beda suku bangsa, berbeda-beda kelompok dan sebagainya, itu adalah tujuannya untuk saling mengenal satu dengan yang lain, saling menghormati satu dengan yang lain. Kata Allah, Yang paling mulia di sisi kalian itu yang paling Taqwa.

Dalam hadist dikatakan, Taqwa itu di dalam sini, kata Rasul, sambil menunjuk ke dadanya. Ya, jadi bukan kemudian kita menjadikan momentum Ramadan ini untuk pecah belah. Saya adalah orang yang sedih melihat bangsa ini terpecah jadi cebong dan kadrun. Jadi kenapa harus seperti ini?

Bangsa kita ini lebih besar dari sekedar cebong dan kadrun. Tujuan bangsa ini lebih besar daripada sekedar cebong dan kadrun. Kalau kita belajar dari para pelaku sejarah kita dulu, pendiri bangsa, Bung Tomo itu tokoh nasionalis. Tapi pada saat perang Surabaya,Surabaya Lautan api itu beliau berteriak, Allahu Akbar. Kenapa?

Gabungin semua orang untuk menyatukan bangsa umat itu satu. Jangan kemudian dipilah-pilah.  Nah sebaliknya, Muhammad Yamin, Muhammad Nasir, Hamka, Haji Agus Salim, itu ridho penghapusan 7 kata di piagam Jakarta untuk umat Islam agar menjalankan syariah Islam untuk para pemeluknya. Itu mereka rido, itu dihapus. Demi apa?

Demi bangsa dan negara. Mau kelompok Islamis, mau nasionalis, tujuan kita itu adalah membesarkan bangsa ini, NKRI ini. Bukan pecabelah, apalagi kepentingan politik.

Saya sangat berharap, mudah-mudahan dengan Ramadan ini, kita, kaum Muslim semua, kembali menjadi bersaudara, kembali menjadi satu bangsa yang kokoh, Bhineka Tunggal Ika. NKRI kita tercinta, kita perjuangkan dengan semangat ketuhanan yang Maha Esa.

Kemudian juga persatuan Indonesia. Semuanya sudah diwadahi dalam Pancasila, dan Undang-Undang Dasar 1945. Demikian, Saya berkata ini, dan saya minta maaf.

This post was last modified on 9 April 2023 9:05 AM

Redaksi

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

21 jam ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

21 jam ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

21 jam ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

2 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

2 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

2 hari ago